Minggu, 03 Maret 2013

Cuma Nulis.

Lama sekali rasanya saya tidak menulis disini. setahun ada, Guys? * awal yang lebay*

Beberapa saat lalu saya mengalami masa-masa sulit, mengecewakan, menyakitkan dan bikin eneg. Tapi Alhamdulillah, saya mampu melewatinya dan saat ini sedang terbahak menyaksikan masalah tersebut dibelakang saya.

Mas Riyan pernah bilang ke saya, bahwa masalah itu seperti pohon saat kita mendaki gunung. Dia akan terlihat begitu besar ketika kita belum melewatinya. Bagaimanapun juga, masalah adalah badai. Yang akan tetap jadi badai andai kita tidak memaksa untuk berlalu. Jadi melangkahlah seperti pendakian gunung, seberat apapun treknya, sesulit apapun terjalnya rintangan tersebut, mendakilah. Agar kita mampu mengatakan ' badai pasti ber;a;u' dan akhirnya tiba di puncak gunung untuk melihat ke bawah, betapa pohon yang tadinya kita pikir sangat besar, ternyata hanya kecil saja dibawah sana. Saya mengakui, beberapa petuah mas Riyan terbukti benar adanya.

Someday, saya pernah ingin pergi ke Taman Ismail Marzuki dengan naik kereta listrik jabodetabek. Pilihan armada yang menurut saya paling tepat ketika kita sedang terburu-buru dan malas bercengkeraman dengan macet. Kereta jelas moda transportasi bebas hambatan yang akan mengantar kita sampai ke tujuan dengan aman, selamat, sentausa dan bahagia. Tapi kemudian, rencana itu berantakan di tengah jalan.

Ketika berjalan kearah setasiun, saya bertemu sahabat baik yang kebetulan juga akan melakukan perjalanan kearah Monas. Okelah, dia naik mobil merci, AC nya jelas menggiurkan, dan saya mengintip kedalam mobil itu untuk mendapati betapa lagu-lagu Iwan Fals terdengar mengalun disana, ada sekotak es cream vanilla yang rasanya makin menjadi maghnet untuk saya masuk kedalam. Maka, apalah daya saya siang itu, akhirnya berkat suara gahar Bang Iwan, dan creammynya es cream itu, saya masuk kedalam mobil dan menerima tawara tumpangannya. Toh arah kami sama, begitu pikir saya.

Tapi ketika sampai di fly over pasar gembrong, mendadak dia tak turun ke bypass, tapi justru ambil kiri dan berbelok. Saya sontak gelagepan, saya bingung, ini kenapa jadi kesini? Kan harusnya kita turun? Dan sahabat saya itu bilang, dia harus jemput pacarnya dulu di Universitas Mpu Tantular. Omeygot, saya megat megot sekarang ini. mulai menyesali kenapa begitu mudah terbujuk untuk masuk kedalam mobil.

Dan akhirnya, saya terjebak macet. Lalu, saya berfikir, jika harus ke Mpu Tantular dulu, maka saya akan terlambat sampai di TIM dan saya akan sangat menyesalinya. Akhirnya saya bilang ke sahabat saya itu kalau saya mau turun saja, dan akan melanjutkan perjalanan dengan Ojek Motor. Saya berfikir, itu solusi terbaik untuk saya dan sahabat saya. Toh saya tak rugi, begitupun dia. Tak ada yang rugi di sini.

Tapi sahabat saya menolak. Dia bilang saya sudah terlanjur ikut dan semua orang di jalan tadi sudah melihat saya masuk kedalam mobilnya. Jika terjadi apa-apa dengan saya di perjalanan arah TIM nantinya, dia yang akan dimintai pertanggungan jawab. Saya hera, kenapa jadi serumit ini. Saya bukan tanggung jawabnya, dan keselamatan saya bukan jadi kesulitannya. Paranoid yang menurut saya berlebihan itu membuat saya tak nyaman. Saya ingin segera sampai ke TIM dan tak mau menjadi rugi akibat terlambat kesana, bagaimanapun juga, masa depan saya ada di TIM sana. Tapi teman saya tetap keukeuh, saya mengalah.

Saya selalu bermasalah dengan kemacetan. Kadang menjangkit di rasa kantuk, kadang membuat saya mual dan kadang membuat saya jadi hipertensi. Dan kali ini, mual yang saya rasakan. Saya mulai mengalami rasa panik, saya berteriak bahwa saya ingin muntah dan sahabat saya itu harus menepikan mobilnya supaya saya bisa keluar dan tak mengotori karpet mobilnya yang super mewah ini. Tapi sahabat saya menolak, dia bilang saya bohong dan hanya mencipta alasan supaya bisa membuatnya kesal. Saya menyerah dan akhirnya muntah di dalam mobilnya.

Ketika muntahan saya mengotori mobilnya, sahabat saya marah besar, bahkan pacarnya yang baru masuk mobilpun ikut mengomeli saya. Setelah itu saya ' diminta keluar' saat itu juga dari dalam mobilnya. dalam hati saya bilang " Lah dari awal juga gue emang udah mau naik ojek, Jek!" tapi biarlah.

Beberapa hari kemudian, saya bertemu sahabat saya yang lain, dan dia langsung menegur saya tentang tragedi muntah di mobil sahabat saya itu. Saya bingung, kenapa jadinya cerita menyebar dan saya daji Demons disini? Saya kan udah bilang kalau saya mau muntah, dan dia yang gak percaya. Saya juga udah menolak sejak awak dia memberikan tumpangan, tapi dia menawarkan Lagu Iwan Fals dan sekotak ice Cream. Saya juga udah minta ijin untuk melanjutkan perjalanan naik ojek supaya tidak ada yang dirugikan tapi dia menolak dengan dalih merasa bertanggung jawab atas perjalan dan keselamatan saya. Ini siapa yang lebay sih?

Saya ngomel-ngomel ke mas Riyan saat itu, kenapa sih bisa jadi se absurd ini? Mas Riyan cuma bilang, " Biarin aja orang lain mau ngomongin kejelekan kita, kasih aja. Biar kita simpen yang baik-baik. "

Saya suka heran, kenapa ya orang itu sibuk melihat kesalahan orang lain tanpa mau menelaah kedalam dirinya sendiri? Saya tau saya salah dengan muntah di mobilnya, ya saya akui itu. dan saya tau muntahan saya itu bau dan menjijikan. Saya juga gak mengelak itu. Lalu, bagaimana dengan dia? Saya merasa, gak pernah berhak untuk menghakimi siapapun didunia ini, Karna saya pun punya dosa. Cuma mereka yang gak pernah berbuat dosa yang berhak untuk menyalahkan orang lain. Lagi pula, bukankah mungkin saja kesalahan kita sudah dimaafkan oleh Tuhan? Siapa yang tau?

Kenapa saya memposting ini? Saya cuma pengen kalian mengerti, kalau kita sama sekali gak pantas untuk menjelek-jelekkan orang lain. Betapapun dia memang buruk. Karna sebaik-baiknya manusia, adalah dia yang tidak menilai manusia yang lainnya.