Jumat, 25 Agustus 2017

Traveling Adventure bareng anak? Siapa takut!

Curug Batu Ampar, Taman Nasional Gunung Halimun, Salak. Jawa Barat
( Dok. Pribadi)

Jalan-jalan memang salah satu hal paling menyenangkan dalam hidup. Iya gimana gak coba, kita bisa loh terbebas dari penat kehidupan sehari-hari, tugas dan pekerjaan yang menumpuk, aktivitas berkala yang kadang membuat penat dan jenuh, bahkan yang paling penting, kita bisa enjoy dan ketawa lepas. Menyehatkan banget deh. Nah, Saya ini adalah salah satu manusia yang paling mencintai jalan-jalan yang berhubungan dengan alam. Hutan, Sungai, Air terjun, laut, gunung, sampai Gua adalah lahan bermain yang paling seksi di benak saya.

Tapi yang lebih asoy lagi adalah ketika hobby berpetualang itu akhirnya bisa dikombinasikan dengan mendidik anak melalui travelling. Kok Bisa? Bisa banget. Jadi gini, kebetulan saya sama suami adalah tipikal jiwa-jiwa yang merdeka, jadi kami memiliki waktu luang dan senggang untuk bisa melakukan aktivitas petualangan kapanpun kami mau. Satu-satunya hambatan yang ada hanyalah jadwal sekolah anak-anak.

Tapi apa sih maksud dari mendidik anak melalui jalan-jalan itu? Okey saya breakdown satu-satu.

Indonesia adalah negara yang luar biasa kaya. Selain budaya dan sukunya yang menyerupai tambang emas berbuih-buih, alamnya adalah harta karun yang selalu diburu 'perompak' seperti saya dan suami. Sebelum memiliki anak, saya dan suami sering menyentuh satu hutan ke hutan lain. Lalu berpaling dari satu gunung ke gunung lain. Semuanya memberikan sensasi dan warna yang berbeda. Namun satu yang paling romantis dari itu semua, perjalanan menuju kearah jalur itu adalah proses panjang yang mengajarkan kami sesuatu.

Gunung Slamet misalnya, berada di daerah jawa tengah dan merupakan salah satu Gunung tertinggi yang konon daya letusnya bisa membelah pulau jawa menjadi 2 bagian ini, mengajarkan saya cara hidup santun dan tulus. Pendakian selama 3 hari 3 malam kala itu, mengatakan pada saya bahwa alam adalah sosok ideal sebuah panutan. Gunung slamet mencoba saya dengan drama Nyasar dan kehilangan satu Tim. Saya nyaris putus asa sampai kemudian seekor kelinci hutan mengajarkan saya artinya keberanian. Bahwa berani, bukanlah tidak merasa takut. Berani adalah mampu berbuat meskipun saya merasa takut.

Inilah yang lantas saya ajarkan pada Airin dan Arior. Dua matahari cerah saya itu, saya beri pendidikan keberanian melalui mendaki gunung. Terus berjalan meskipun langkah sudah koyak, betis rasanya ingin pecah, dan nafas putus-putus di dada. Kemauan saya, membuat kedua anak saya itu terus menerus bersemangat ditengah Ngos-ngosan yang tidak terdengar sumbang lagi.

Suatu hari kemudian, si bungsu Arior ingin berenang. Ditengah rengekannya, suami mendadak beroleh ide untuk kita berempat ( Saya, suami, Airin, dan Arior) Naik ke Gn Halimun dan mampir ke Air Terjun Batu Ampar untuk berenang disana. Sontak idenya yang mendadak membuat saya blingsatan. Logistik, dan banyak keperluan lainnya belum sempat disiapkan. Tapi lagi-lagi, alam memberi pelajaran yang menakjubkan melalui caranya sendiri. Hanya berbekal satu stel pakaian masing-masing dan bekal makanan seadanya, kami lantas berjalan menuju pintu masuk Gunung Halimun.

Air terjun Batu ampar, bukan yang tertinggi. Namun curamnya menuruni dan mendaki jalurnya membuat kedua anak sanya mengeluarkan keringat. Airin bahkan sempat memegangi lututnya dan nyaris menangis. Tapi suara gemericik air dari kejauhan bagai rangsangan yang sangat mendebarkan dan sayang untuk dilewatkan.




Sepanjang perjalanan Arior banyak belajar tentang pohon-pohon dan binatang yang melintas didepannya. Daun-daun yang jatuh dan lantas menjadi pupuk kosmos yang alami bagi pohon diatasnya, atau biji pinus yang menjadi makanan binatang dan sering dijumpainya dalam salah satu acara kartun kesukannya di TV Kabel. Airin, dia bernyanyi sepanjang jalan. Gema yang dihasilkan dari suaranya membentuk banyak pertanyaan di benaknya. Alam Indonesia terlampau indah untuk dilewatkan.




Saat kami kemudian sampai pada Air terjun yang dimaksud Airin tertegun, Arior kegirangan. Keduanya lantas sibuk dengan acaranya masing-masing. Arior yang aktif lantas minta kesana kemari dan ingin langsung berenang. Sementara Airin si pemikir, terus-terusan berkerut keningnya melihat keindahan Negerinya sendiri. Alam Indonesia, memang tak pernah main-main dengan apa yang dimilikinya. 

Gemericik air yang awalnya kecil berubah menderas begitu kami sampai di hadapannya. Buih mulai berloncatan. Sejuk dan dingin nuansa air asli pegunungan tak bisa membuat kami betah lama-lama di darat. Tanpa basa-basi akhirnya kami terjun dan bercengkeran dengan sedapnya keindahan Indonesia. 

Air Terjun Batu Ampar memang tergolong sangat aman untuk bermain si kecil. Meskipun deras, namun ketinggian dan arusnya aman karena banyak bebatuan. Laksana anak kecil, saya justru yang paling kegirangan diantara lainnya. Bahkan dengan semangat lebih, saya menyelami kedalaman-kedalamannya. 


Percayalah, Indonesia memiliki jutaan lokasi lain yang jauh lebih Indah dan mempesona. Semuanya bahkan bisa dinikmati tanpa perlu lagi mencari kenegara lain. Air Terjun Batu Ampar, di Taman Nasional Gunung Halimun, Kabupaten Bogor ini adalah salah satunya. Jalan-jalan dan bercengkerama bersama keluarga, akan terasa tak hanya double tapi bahkan belipat-lipat kali bermanfaat. 

So, Kapan kalian ikut jalan-jalan bareng saya? Come To Mama, Guys. 

#SumberTravelBlog 

Kamis, 29 Juni 2017

Kamukah suami hebat itu? Jawablah setelah membaca ini!

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Minal Aidzin Wal Faidzin
Mohon Maaf lahir dan Bathin


Okey, setelah entah kapan saya rehat cukup lama dari mengisi blog ini, dan entah kenapa sampai akhirnya saya menuliskan postingan ini, selama itu juga saya tidak ada sedikitpun hasrat untuk kembali kesini. Rasanya, blog jadi terlampau tua untuk saya sentuh kembali. meskpun harus saya akui, beberapa hal bisa selesai setelah saya menulis disini. 

Dan apa sih yang sebenarnya membuat saya ingin kembali menulis disini? tentu saja karna kegelisahan. Saya gelisah beberapa pekan ini. Masalalu yang buruk kembali datang dan mengendap-endap menjumpai saya. Miris, sedih, kasihan, dan terutama marah, saat saya menyadari semua hal buruk yang menimpa saya sepuluh tahun lalu tidak juga berubah dan membaik. 

Jadi ada apa? 

Semua berawal dari sebuah rumah tangga. Hubungan suami dan istri yang seharusnya begitu indah, membahagiakan, dengan segudang impian manis dan harapan yang menggebu. Pernikahan adalah gerbang dimana segala bentuk jalinan baru dimulai. Tidak hanya tentang sepasang kekasih yang lantas dihalalkan hukum dan agama, tapi juga tentang kekerabatan dua keluarga dijadikan satu. Mungkin karna itulah, lantas beragam masalah juga ikut muncul dibelakang. 

Siapa sih yang gak ingin keluarganya rukun, tenteram, dan aman sejahtera. Dalam setiap doa di altar resepsi, Sakinah Mawaddah, Warohmah. Meskipun pada kenyataannya, menggabungkan 2 pribadi yang berbeda latar belakang didikan orang tua jelas akan jadi hal yang luar biasa rumit dan sensitif. 

Istri yang sejak kecil selalu di didik untuk menjadi perempuan mandiri, bisa melakukan semuanya sendiri harus berhadapan dengan suami yang telah terdidik sebagai raja agung yang segala sesuatunya harus dilayani. Bisa bayangkan bagaimana kasus ini berkembang kan? Dan bisa reka-reka adegannya? 

Suami yang meminta disiapkan makan dan minum pada istri yang terbiasa melakukan semuanya sendiri. Istri akan menganggap suaminya manja dan malas, sedang suami akan menganggap istri bukan perempuan yang bisa melayani dan melakukan tugasnya dengan baik. Ah, padahal itu cuma masalah kebiasaan saja kan? 

Nah, ini dia maksud saya. Kebiasaan adalah proses yang membentuk karakteristik seseorang di masa depannya. Inilah yang harus kita perhatikan dalam mendidik anak-anak, bagaimana sistem dan konsep didikan bisa sangat mempengaruhi attitude seseorang, dan tentu saja akan menciptakan masa depannya juga. 

Jadi masalahnya apa? 

Beberapa hari sebelum lebaran, saya di tegur keras oleh seseorang yang menuduh saya ikut campur dalam urusan keluarganya. Penyebabnya adalah menurutnya saya telah mengirim bukti otentik pada istrinya perihal kelakuan buruknya di media sosial. Saya kaget, sekaligus sedih. Saya mengenalnya dengan baik, sebab kami berdua saling mengenal sejak kecil. Dan saya sedih, karena di kondisi usia dan proses hidupnya yang sekarang, ternyata dia tidak juga berubah. 

Tapi yang ingin saya bahas disini bukan tentang bukti terkirim tersebut, saya lebih ingin membahas tentang karakternya, sikap dan sifatnya yang seperti nyaris tidak memiliki aturan sama sekali. which is, di balik semua itu dia adalah seorang ahli hukum yang mengaku bergelar sarjana. Makin kentara kan maksud keprihatinan saya? 

Saya tidak akan menyebut siapa orang tersebut, tidak dengan inisial atau namanya. Kenapa tidak saya lakukan? terang saja karena saya memiliki aturan dan attitude. Hidup bukan saja tentang perasaan dan rasio, hidup juga tentang hubungan baik dengan orang lain. 

Gini deh misalnya, saya kenal dengan Ahmad dan Budi, mengenal dengan baik keduanya. Saat Ahmad mencurangi Budi dan saya mengetahuinya, apakah baik bila saya diam saja? Sementara Budi telah berlaku sebagaimana layaknya seorang teman pada Ahmad. Jadi salahkah saya bila akhirnya saya memberitau kecurangan tersebut? Apakah saya salah dalam hal ini? 

Lalu saat Ahmad memarahi saya dengan segala sumpah serapahnya, itu menunjukkan apa? Dia telah dengan telak menghinakan dirinya sendiri, karna secara tidak sadar akhirnya mengakui mengenai kecurangannya sendiri. Dan bagaimana seharusnya saya bersikap? 

Kembali ke karakter, Jika Ahmad memiliki karakter yang baik pertama tentu saja dia tidak akan pernah berbuat curang. Kedua, jika dia terlanjur berbuat curang maka karakter baiknya akan membawanya untuk mengakui dan meminta maaf akan kesalahannya itu. Gampang? Kelihatannya iya, tapi tidak pada nyatanya. 

Lalu apa sih hubungannya dengan pernikahan seperti prolog postingan saya diatas? Yukk kita breakdown lagi, 

Pernikahan itu membutuhkan komitmen, baik dari perempuan maupun lelaki. Konsistensi dan konsekuensi yang jadi temannya, kejujuran dan kesabaran jadi tamengnya. 

Kenapa saya berani ngomong begini? Apa rumah tangga saya sudah sempurna? Tentu saja belum. Tapi saya pernah mengami kegagalan dan kepahitan yang dalam, itu yang membuat saya tau, bagaimana harus menjalani rumah tangga di kesempatan yang kedua ini. 

Ayah dari anak saya pernah mengatakan, bahwa rumah tangga yang saat ini kami bangun adalah istana. Kami adalah raja dan ratunya, karna itu dia tidak ingin melihat saya melakukan pekerjaan ART ( Asisten Rumah Tangga, a.k.a pembantu ). Baginya, posisi saya sebagai seorang istri tentu saja demikian vital dalam hidup berkeluarga. Istri adalah jantungnya rumah, untuk itulah dia begitu telaten memenuhi tugasnya sebagai suami. 

Dalam tulisan ini akhirnya saya menyadari satu hal, bahwa seorang lelaki tidak hanya di butuhkan rasio untuk berlaku benar dan bijaksana, tapi juga diperlukan kejelian dan kematangan hidup. Tidak selamanya kita benar, dan andaipun kita benar, tidak selamanya orang diseberang kita salah. 

Seorang Istri, bukan manusia yang kau beli dengan mahar untuk bisa dijadikan budakmu semata. Dia adalah perhiasan, maka perlakukan dia lebih mulia dibanding smartphone, motor, atau bahkan benda kesayanganmu lainnya. Istri adalah perempuan yang mendidik anak-anakmu, dimana kelak mereka yang anak menopang kehidupanmu nanti dimasa tua. Di tangan istrimu, kehidupan dan segala urusan duniamu akan lancar. Maka berterimakasihlah, wahai kau yang merasa telah sempurna sebagai suami. Engkau, tak lain dan tak bukan hanyalah seorang lelaki biasa jika tanpa istri hebat di sampingmu. 

Seorang suami, bukanlah manusia yang dengan pongah dan angkuh berhasil membawa perempuan dari orang tuanya untuk dijadikan koki dan tukang pel dirumahmu. KAu juga bukanlah pemberi rizki, sebab jangan lupa, Tuhan telah menitipkan Ridhonya pada suami atas doa Istrinya. jangan pernah lupa, Rezki yang kau hasilkan dari pekerjaanmu diluar, tak lain adalah sebab istrimu telah dengan rela susah drumah mengurus semua keperluanmu tanpa pernah cerewet padamu. 

Postingan ini, hanya berlaku untuk lelaki-lelaki yang masih belum menyadari rendahnya kualitas mereka sebagai suami jika masih terus saja menghinakan istrinya dnegan kelakukan curangnya. Postingan ini tidak berlaku bagi suami-suami yang telah dengan santun menghormati istrinya dan menjadikan mahkota keluarganya lewat budi pekertinya yang baik pada pasangannya. Postingan ini, terutama tidak berlaku untuk suami saya, yang telah dengan luar biasa mendidik saya menjadi perempuan yang terus merasa sempurna karena menjadi istrinya. 

#Suamiistri #Pernikahanbagahia #suami #istri #pasangan #karakter #pendidikankaakter