Jumat, 31 Agustus 2012

Buku Putih I: Ideograf ( By : Ade Riyan Purnama )


“Ketika kau berhenti mencari dalam pencarian-pencarian yang kau cari, kau akan dapati yang kau cari”.

Hidup adalah pengembaraan. Pengembaraan menuju pertarungan dengan detik waktu dan detak denyut nadi yang kapan saja bisa berhenti. Dalam perjalannya kita akan bertemu pertigaan, perempatan atau bahkan simpang lima tanpa rambu berpetunjuk.

Mungkin pintu gerbang kedewasaan telah terbuka ketika kita mulai memikirkan arah hidup. Karena hidup adalah jejak langkah diatas pasir yang terbawa ombak dan ketika hamparan pasir itu tak berjejak, pasir itu akan ditapaki jejak-jejak langkah manusia berikutnya.

Pencarian adalah penantian malam sempurna. Seperti raja anjing yang mengaung di atas bukit tertinggi ketika bulan menjadi besar dan berubah menjadi warna merah. Dalam pencariannya manusia bisa berubah menjadi serigala buas di malam purnama dan dengan seketika anjing-anjing gunung yang berwarna putih berbaris dideretan lembah menyaksikan kesempurnaan manusia binatang yang menjadi liar. Dan setelah itu terjadi, matahari di pagi hari tidak tinggal diam, ia selalu menyerang dari ufuk timur dengan segenap cahayanya untuk memotong kuku-kuku serigala dan merontokkan taringnya karena di malam purnama manusia adalah pemangsa paling buas dari para pemangsa.

Alarm disampingku, mulai mengeluarkan bunyi. Itu bertanda hari sudah menjelang pagi pukul 05.30. Kemudian ibuku memberikan selimut dan mengusap sebagian rambutku mengisyaratkan aku harus segera tidur. Karena sudah menjadi kebiasaan setiap hari kelahiranku, ibu selalu mendongeng pukul 00.00 tepat pada malam bulan purnama.

Ibuku selalu bercerita tentang serigala dimalam hari ulang tahunku, tentang manusia yang menjelma menjadi binatang. Namun, aku selalu heran kepada ibuku. Kenapa ia tak pernah bercerita tentang proses sebelum manusia menjadi serigala. Padahal ketika aku membaca buku tentang malam purnama, serigala itu adalah pangeran yang sangat bijaksana kemudian diasingkan ditengah hutan karena dikhianati oleh penasehat  kerajaan yang mengirimkan perempuan cantik untuk menggodanya. Dan ketika pangeran jatuh cinta, perempuan cantik itu selalu mendongengkan malam-malam pangeran sebelum ia tertidur.

Dan tepat pada malam bulan purnama, perempuan cantik itu melepas pakaiannya setelah ia melihat sang pangeran tertidur. Ia mulai memeluk pangeran, memasuki semua tubuhnya kedalam selimut pangeran kemudian mengaitkan kakinya ke dalam kaki pangeran hingga yang terlihat hanya wajah dan bibir yang terus bercerita.

Kemudian tentara-tentara kerajaan masuk menyeret pangeran dari tidurnya dan perempuan cantik itu dengan khusuk berpura-pura tidak tau apa-apa dan perempuan cantik itu berjalan kecil memeluk pangeran seolah-olah semalam terjadi percumbuan yang menghasilkan kenikmatan madu.

Pangeran diarak mengelilingi kampung oleh tentara-tentara kerajaan. Seluruh rakyatnya mencaci, menghina bahkan meludah dan melempari batu ke arah wajah sang pangeran sebelum ia diasingkan. Ternyata dibalik semua itu adalah skenario sang penasehat kerajaan setelah sekian lama ia menginginkan tahta sang pangeran.

Dalam keterasingannya, sang pangeran marah atas pengkhianatan dari cinta yang tulus dan amanah kerajaan yang selama ini dijaganya. Ia temukan luka dalam kedalaman naluri karena  hati sudah tidak menjadi cerminan malam-malam pencarian. Mungkin hidup ini adalah teka-teki piramid yang dibuat fir’aun, ketika kekuatan menjadi trisula untuk menahlukkan rakyatnya dan meniduri setiap perempuan yang ingin ditidurinya.

Dalam keterasingannya pangeran hanya bercermin melihat wajahnya di danau di sebelah timur hutan. Setiap pagi ia menadah tetesan embun yang jatuh dari daun dengan kedua telapak tangannya dan meminumnya. Karena dari tetesan itu, ia merasakan dingin sebelum matahari melenyapkan tetesan-tetesan itu dan kembali mengering.

Ada ketulusan dari setiap persetubuhan dinginnya malam, seperti  tetesan embun yang dilahirkan pagi hari. Aku kemudian berlari memasuki hutan-hutan yang semakin rimba. Aku marah atas perlakuan perempuan yang aku cintai dan mengkhianatiku. Aku robek-robek bisa ular cobra, aku rontokkan taring buaya dan aku patahkan kaki harimau dan singa. Aku terus berlari menuju puncak gunung tertinggi menjelang malam. Karena malam adalah cahaya bagi para sufi dan mataku semakin liar menerjang apa yang ada dihadapanku. Dan ketika aku berada dipuncak dan bulan menyempurnakan malam purnama, aku menjelma menjadi serigala. Raja hutan diatas segala raja-raja hutan lainnya. Kemarahanku memuncak atas sebuah pengkhianatan dan hatiku terbakar oleh luka.

Aku terus berteriak hingga harimau dan singapun mengurungkan niatnya untuk melihatku. Aku terus berlari menyusuri lembah dan hutan untuk mencari petarung yang lebih tangguh untuk mengobati pesakitanku yang tak dapat terbalut. Aku mematahkan pohon-pohon besar hingga tumbang, aku menghancurkan batu yang menghalangiku dan teriakanku semakin hebat. Burung-burung pun terbangun dari lelapnya, mengepakkan sayapnya kearah yang lebih tinggi menunggu matahari menyadarkan aku dengan sinarnya.

Aku bagaikan api neraka yang berkobar, yang panasnya siap melahap siapa saja bagi yang ingkar. Aku haus akan kesejukan yang menghantarkan aku pada tidur-tidur yang lelap. Kemudian aku menceburkan diri kedalam danau yang dingin, aku cabik-cabik ikan yang ada didalamnya hingga danau itu menjadi merah.

Setelah danau menjadi merah, aku kembali kedaratan mendekati dahan-dahan pohon dan menunggu embun-embun pagi itu menetes sebelum kebuasanku berakhir. Aku memapah kedua telapak tanganku dari daun sampai  kedaun berikutnya dan meminum tetesan embun itu.

Tiba-tiba aku terbangun dengan berlalunya bulan purnama yang menjadikan aku serigala. Pengkhianatan adalah doa tumpukan jerami. Tidak ada pengkhianatan yang tidak disusun sebelumnya. Entah yang berkhianat atau dikhianati, ada kisah perjalanan jejak diatas pasir yang terbawa ombak.

Ada luka diantara janji, ada air mata diantara tanah basah. Ia berjalan menyusuri hutan dengan tergopoh dan masuk kedalam lumpur yang dalam hingga ia tak sanggung keluar. Ditengah ketidak berdayaannya, buaya yang lapar mencabik-cabik tubuhnya. Pangeran itu mati dalam ketidakberdayaan setelah pencarian buasnya berbalut dengan keikhlasan. Ia kembali dalam ketiadaan, menjadi ada. Karena keadaan adanya ada akan kembali ke tiada.

Ia hanya teringat dongeng perempuan yang menghantarkannya sebelum tidur. Dongeng itu menghantarkan aku menjadi serigala buas dengan marahnya dan cabikkan buaya inilah yang mengingatkan aku bahwa aku adalah tetap manusia yang bisa merasakan sakitnya dikhianati, dicintai atau bahkan didustai.  
Purnama..purnama...!

Aku terbangun mendegar panggilan ibuku yang memberi tanda bahwa hari sudah mulai siang. Dengan mengangkat buku malam purnama yang menutupi wajahku, aku mulai bangun dan menaruh buku itu di rak bukuku.

Ibuku memberi namaku Purnama. Entah apa yang terbesit dalam benaknya ketika memberi nama itu. Yang aku tau ibuku adalah salah satu penulis sastra. Penulis sastra yang sama sekali tidak terkenal. Penulis sastra yang harus bekerja kers terlebih dahulu untuk mengumpulkan uang dan  membayar percetakan untuk menerbitkan bukunya. Karena karya sastra ibuku tidak diterima dipenerbit manapun, makanya ia selalu menerbitkan secara indie. Terkadang ibuku pun sering menjual buku-buku karangan almarhum ayahku yang menjadi kado ulang tahunnya.

Terbitan buku pertama ibuku berjudul Purnama. Ia selalu mengatakan kepadaku, kau adalah buku. Buku yang menjadikan aku perempuan seutuhnya, buku yang selalu aku baca. Buku yang mengajarkan ibu arti biadab dan beradab. Kau adalah buku putih diantara coretan perjalan hidup dan kau menjadi sampul putih diantara gelapnya malam ketika bintang berada dalam kekosongan dan tak mengeluarkan kerlip.

Buku ibu terlahir karena buah pemikiran, perjalanan dan kegelisahan sedangkan kau anakku terlahir karena buah ketulusan.

Ibuku selalu bertanya, apakah kau sudah menuliskan kata demi kata disetiap kau ulang tahun. Karena kata ibuku, sebelum ayahku meninggal ia memberikan buku putih kepadaku. Entah apa yang diinginkan ayahku, waktu itu.

Akupun belum pernah bertemu dengan ayahku. Kata ibuku, ayahku meninggal ketika aku dalam kandungan delapan bulan.Menurut cerita ibuku,  ayahku  adalah sastrawan besar yang berhenti menulis setelah mendapat nobel sastra se Asia Tenggara dan bertemu dengan ibuku. Karena menurut ayahku, ibuku adalah puisi paling murni. Ia menemukan guratan keindahan setelah mengenal ibuku diatas kata-kata yang tak terbatas.

Tapi aku masih bingung, kenapa ayaku hanya meninggalkan buku putih saja kepadaku. Tanpa ada garis-garis untuk menulis seperti pada buku umumnya dan  buku putih tersebut didalamnya tak terdapat garis tepi. Hanya buku puith dan benar-benar putih.
Ibuku memintaku untuk menuliskan kisah hidup setiap ulang tahunku. Umurku kini 25 tahun, tetapi belum ada satu katapun yang aku tulis. Rasanya aku memang tidak berbakat untuk menjadi penulis walaupun kedua orangtuaku adalah penulis.

Aku bingung mau memulai dari mana tulisanku. Sebab menulis menurutku, bukan hanya ungkapan rasa. Ada jarak diantara pena dan buku putih yang kupunya. Menulis menurutku seperti memotong bawang merah yang diiris-iris menjadi bagian-bagian. Yang udaranya  bisa mengeluarkan air mata walaupun pisaunya tidak mengenai unjung telunjukku.

Coba kita bayangkan, ketika ada penulis menuliskan biography tentang kepedihan dalam perjalannya. Dan kemudian ia menuangkan dalam tulisannya. Ia harus mengulang rekaman jejak saat ia jatuh dalam luka, atau ketika ia putus asa dan hampir bunuh diri. Bagaimana kita mengingat-ingat kembali kesulitan dalam hidup, berharap bagi pembaca dapat mengambil manfaat dari apa yang dituliskannya. Itu pekerjaan yang menyakitkan.

Itu hal yang menyebalkan bagiku ketika aku harus mengingat-ingat hal yang tak kusukai. Aku baru ingat, ketika aku berumur tujuh tahun dan mulai masuk Sekolah kelas satu SD. Aku pernah menaruh permen karet dibangku ibu guruku. Kemudian setelah ibu guruku tau aku yang menaruh permen karet diatas bangkunya. Ia menggeledah tasku, mencari permen-permen karet yang belum aku kunyah sebelum aku menaruhnya di bangku-bangku yang lain.

 Ibu guruku tidak menemukan permen karet didalam tasku, ia hanya menemukan buku putih. Kemudian aku dikenakan sanksi untuk menuliskan, “AKU TIDAK AKAN MENARUH PERMEN KARET DI BANGKU SEKOLAH”. Aku membantah ibu guruku, aku lebih memilih bernyanyi balonku ada lima. Walaupun sebenarnya aku tidak punya balon satupun. Karena balon yang kubeli selalu aku tusukkan jarum untuk mengagetkan orang-orang disekelilingku.

Bayangkan ketika kita melakukan kesalahan kita akan dihukum untuk menulis kesalahan-kesalah kita dan berulang-ulang. Bukankah itu akan menimbulkan kita akan melakukan hal sama. Karena tulisan-tulisan tersebut akan tersimpan dan menjadi permanen dalam memori kita. Mungkin kalau aku tidak mengajukan hukuman menyanyi, sampai sekarang aku akan terus menerus menaruh permen karet di bangku sekolah. Karena menulis kesalahan dalam satu buku akan menimbulkan kita mengulanginya.

Kata ibu guruku, aku anak yang nakal. Namun, ibuku selalu membela. Bukankah anak kecil yang nakal adalah anak yang pintar. Anak kecil yang nakal adalah anak yang kreatif, mungkin hanya perlu bimbingan saja. Ia menaruh permen karet diatas bangku ibu guru karena mungkin ia tidak tahu dimana tempat sampah. Setelah ibu menunjukkan dimana cara membuang permen karet saya rasa ia akan lebih disiplin dari anak-anak yang lain.
Aku selalu senyum-senyum sendiri ketika ingat hal itu. Ibuku memang pintar berdalih. Ia dulu bintang teater pada jamannya. Jadi wajar ketika pola pikirnya agak terbalik dari perempuan-perempuan yang menempuh ilmu akademisnya yang hanya duduk dibangku kuliah saja.

Aku kemudian masuk ke dalam kamarku merogoh buku putih yang ada dalam tasku dan pulpen setelah selesai cuci muka ala koboi dikamar mandi. Aku menghampiri ibuku yang sedang melamun melihat sketsa lukisannya yang dibuat ayahku sambil memainkan biola putih kado yang diberikan ayahku sewaktu ibuku ulang tahun yang ke 23.

Aku duduk disebelahnya, meminta ibu untuk menceritakan kisah-kisah ayahku. Walaupun aku tau, disetiap pegulangan masa lalu ada luka yang akan terbuka. Namun aku siap, menuliskan semuanya. Karena “jejak langkah diatas pasir akan terbawa ombak dan ketika hamparan pasir itu tak berjejak, pasir itu akan ditapaki jejak-jejak langkah manusia berikutnya”.









Rabu, 29 Agustus 2012

Mimpi dan air mata perempuan ikal ( By. Ade Riyan Purnama )



Hidup adalah mimpi dan air mata, entah darimana mimpi itu berasal ketika kupejamkan mata. Alamatnya pun aku tak tahu dimana ?, namun dalam mimpiku selalu tergambar sketsa pertunjukan-pertunjukan teater, drama, musikal dan prosa. Aku bersinggah menapak langkah menuju Perancis, Roma , Italia dan terdampar di kota Verona. 

Kulihat pangeran tampan itu, yah.. pangeran itu bernama Romeo. Hatiku pilu ketika menatap matanya. Matanya adalah bias kesetiaan dalam relung yang memahat kasih dan cinta. Aku benar-benar menjiwai peran Juliet,  peran yang ditulis oleh sastrawan besar, William Shakespeare. 

Musim salju mengiringi violet dan petikan string akustik menambah gerabah harmoni musikalisasi sementara burung-burung gereja mendera patah ketika menjadi saksi kisah cinta kesetiaan dua manusia. Diluar sana  kulihat perlahan jatuh daun-daun rindang di senja basah menatap Juliet yang menancapkan belati setelah melihat kekasihnya meminum racun untuk menggapai cinta sehidup semati dalam pandangan hakiki. 

Air mata penonton mengalir deras terbawa prosa cinta menembus aliran darah membasuh derai menyaksikan tertutupnya tirai kesetian cinta bersama tirai pertunjukkan yang telah usai. Namun, tiba-tiba aku kehilangan arah, alamat mimpi itu hilang dan aku terbangun membuka mata.

Huh.., mentari meninggalkan alamat mimpi itu, mengapa kau tak setia kepada bulan ? yang kuinginkan adalah bulan yang dapat mengantarkanku kepada alamat mimpi dan mengajarkan kesetiaan dari perisai bintang yang  menjadi pengorbanan. Mungkin terlalu sukar sepertinya mentari mengajarkan kesetiaan karena menjelang petang panasnya membakar naluri tentang kesetiaan cinta murni yang kuberikan pada seorang laki-laki.

Untuk kesekian kalinya mata ini memberi misteri, ternyata ia memberi alamat lagi yang tak kupahami. Yang pertama adalah mimpi yang belum kutemukan alamatnya bersambut air mata yang tak kumengerti asal mata airnya huh..!

Teman-temanku dikampus memanggil akrab namaku Ikal dan aku telah menjalin tali kasih dengan salah seorang kakak kelas dua tahun diatasku yang bernama Romi. Romi adalah Romeoku ketika sang mentari menghadapkan wajahnya menenggelamkanku dalam nyata. Sulit membedakan antara Romeo dalam mimpi dan Romi yang menjelma menjadi Romeo di alam nyata karena semua berawal dari mata. 

Aku bertemu dengan Romeoku dalam mata terpejam dan aku berjumpa Romi dengan mata yang tak bicara. Aku dan Romi merajut kasih seperti awan putih yang membuat teduh ketika menyambut mentari dan penghias malam ketika sang bulan datang. Rasa yang berjuta warna kuserahkan utuh hanya untuk Romi karena ia adalah jawaban dari segala resah dan lelah.

Aku dan Romi melewati hari-hari bersama dalam titian jemari yang menyapa. Burung-burung gereja pun hinggap menghias bias kaca-kaca kampus yang menjulang tajam dan dalam setiap bulan kami mengelap artefak janji setia dimana pernah mengukir janji cinta pertama.

Hidupku seperti berada di puncak mandalawangi, kawah-kawah menyapa lembut dan embun pun mengedipkan restu lewat tetesnya. Sampai suatu ketika romi menyakinkan ibuku untuk memperbolehkan aku tinggal mengekost yang jaraknya berdekatan dengan  kampus. Akhirnya ibuku mengizinkannya karena romi berjanji akan menjagaku dengan tanggung jawab putih tulang sum-sumnya.

Seperti biasa hari ini mentari membuka wajahnya tapi hari ini tak kulihat burung gereja yang menyapa. Burung-burung camar berlalu-lalang seolah-olah memberikan isyarat. Aku teringat romi, akhir-akhir ini ada yang berbeda dengannya. Ritual membersihkan artefak janji cinta pertama setiap bulannya pun ia lupa. Pikiran ini seperti memasuki hutan rimba. Banyak arah yang harus kuperhatikan agar tak salah melangkah. Gelisah ini menusuk tajam dalam pertanyaan-pertanyaan bergema. Haruskah aku curiga terhadapnya atau ada wanita lain dihatinya? Aku mencoba tetap berjalan pada poros cinta janji setia karena hati ini telah kuserahkan seutuhnya dalam berjuta warna.

Kin dikampus aku hanya berteman bunga-bunga yang dihiasi kupu-kupu. Tak ada lagi romi yang meyapa jemariku yang membuat teduh disaat mentari mengeluarkan panasnya.

Setelah aku pulang dari kampus, tidak biasanya burung-burung camar berlalu-lalang melintas dikaca-kaca gedung aula.  Perlahan kutapaki jalan menuju kostsan tempat dimana merebah menyambut bulan. Tiba-tiba kulihat romi sedang duduk diatas tangga kedua bersama dengan wanita yang tak asing rupanya. Autofokus mataku membidik rapuh, ketika mendengar mereka  bicara tentang burung merpati dan rasa.

Mataku berkaca-kaca namun tak kubiarkan bias airnya turun di depan mereka. Romi pun tersentak kaget ketika melihat kedatanganku yang sedang bercerita mesra dengan leli teman sebelah kost kamarku. Romi datang menghampiriku bercerita tentang kamuflase logika buaya. Akhirnya, ia putuskan untuk merobek tali kasih yang telah kurajut dengannya karena ia berpapar tak bisa menjadi romeoku di alam nyata dan ia lebih memilih leli teman sebelah kost kamarku  menjadi tambatan hatinya. 

Romi telah memecahkan artefak janji setia, awan putih pun berubah menjadi mendung abu-abu mengurai hujan bercampur rinai. Burung gereja kehilangan cuitnya tak mampu lagi berkicau karena sayapnya patah.

Bulan kini tak nampak, hanya ada petir mengusik balada mimpi. Mentari kulihat gelap karena wajahnya tertutup cemara. Hati ini tinggallah nama, hanya gelap yang ada karena hati sejuta warna telah kuserahkan padanya .

Aku gila …
Aku tak lagi percaya dengan mata, mata yang membawa indah pada mimpi dan mata yang membawa teduh ketika memandang romi dalam mata tak bicara. Kini aku hanya  punya hati yang tak bermata. Dikampus pun tak kulihat lagi burung-burung gereja dan tak ada lagi taman-taman bunga bias kaca tatanan rasa.

A…k…u… gila ……

Ha… ha… ha… aku berteriak sekencang-kencangnya di depan mahasiswa-mahasiswa baru. Aku koyak-koyakkan  kursi yang sengaja mereka letakkan di depan kelas itu.

A…k…u…  gi..la…..

Aku semakin gila dan membabi buta mengacak-ngacak ikal rambutku seperti orang gila.

A…k...u… gi..la…

Aku tertawa sekencang-kencangnya ha….ha….ha…

Mahasiswa-mahasiswa itupun semakin takut, kecut dan mencekam. Kemudian berakhir pada semarak tepukan tangan semua mahasiswa-mahasiswa baru serta mahasiswa lama karena aku berhasil mempertunjukkan teater dan mempromosikan teater kepada mahasiswa-mahasiswa baru.

Aku menjadi aktor utama sekaligus sutradara dalam pertunjukkan tersebut. Teater dapat menghipnotisku melupakan romi setelah 3 tahun lamanya dan rasa sakit hatiku yang mendalam. Hingga akhirnya kutemukan esensi hidup tentang mengolah rasa dan kata karena pada hakekatnya dunia hanya panggung sandiwara dan kita adalah aktor-aktornya yang berasa didalamnya. Biarlah romi menghilang dengan cintanya dan aku telah kembali mewarnai hati dengan kanvas kehidupan melalui “seni “ untuk keliling dunia hingga kutemukan alamat tentang mimpi yang tak tahu darimana asalnya.


Wahai mata
Mimpi itu masih di alamat kan ?
Aku sedang melangkah menuju kesana
Semoga tak ada lagi air mata
Yang membasuh deras kedua mata

Tentang mimpi dan air mata

bebaskan mimpimu, nak !

Ini masih pagi, dan saya udah nyaris menandaskan dua gelas kopi hitam cuma gara-gara lidah nyecap-nyecap gak karuan. Kambing hitam dari segala macam bentuk makian akan ketikdakmampuan saya untuk bertahan hidup dalam kubangan Insomniers adalah kopi. dan dalam semesta saya, kopi selalu tampil cantik setiap kali di hidangkan. membuat saya ingin selalu menyeruputnya tanpa sisa. tanpa ampun.

Tapi postingan kali ini saya gak membicarakan kopi. saya ingin membicarakan masalah cita-cita. impian. harapan. mari kita mulai.

Saya dulu penari. Oke. Stop. Don't laughing it. tapi serius. saya dulu penari. terlepas dari sekarang saya berhijab dan menutup tubuh saya rapet-rapet, saya ini mantan penari. penari apapun. saya dipersiapkan untuk jadi penari. bukan penari biasa. sampai sekarang saya masih menguasai tari tradisional daerah Indonesia, kontemporer dan modern. tak cukup sampai disitu, saya penari.bukan sekedar menari. tapi penari. saya dibekali ilmu pengetahuan merawat kulit dan tubuh. dibekali dengan anggah-ungguh sebagai penari profesional, di jejali dengan tata krama yang santun sebagai ambasador keluwesan liukan tubuh. saya dulu penari. sekarang tidak.

Pagi tadi, ayah saya mamerin foto anak perempuan saya yang sedang belajar tari. Anak saya itu suka menggambar. saya dulu penari, dan pagi tadi saya melihat anak saya menari melalui foto ayah saya. sudahkah kalian temukan jalinan embrio yang menyusun jalur merah di kenyataan ini? jika belum, silahkan baca paragraf selanjutnya.

kenapa saya sekarang tak menari lagi? Saya malu membuka aurat saya. memamerkan lekukan dengan gerakan yang disengaja. Tarian memang indah, tapi saya mau menari di surga saja besok. jadi, saya berhenti menari karna memang ingin berhenti. tak ada tragedi dahsyat selain rasa malu saya sendiri yang menghentikan saya menari.

Anak saya luwes dalam menari. kebayang dong gimana happy nya saya. tapi sekali lagi, saya tau bahkan mungkin lebih tau dari siapapun bahwa anak saya lebih suka menggambar. saya gak mau, dia akhirnya jadi penari karna merasa harus melanjutkan cita-cita saya yang memang saya padamkan dengan sekam sendiri. saya ingin anak saya menjalani hidupnya sendiri. menjalani mimpinya sendiri. jadi pelukis atau penari, terserah dia.

saya memang orang tuanya, wajib mengarahkannya. tapi saya tak ada keinginan untuk memaksanya. bahkan untuk mengarahkannya pun saya ingin dia mengalir dengan sendirinya. terlalu membebaskan? ah, saya rasa tidak. anak saya memiliki pola pikir terkonsep yang baik. sejak kecil diamemang terlatih untuk menentukan segalanya dengan independent. apa ini tidak terlalu pagi untuk seorang gadis kecil berusia 4,5 tahun? jelas tidak. pola pikir dibentuk sejak manusia mulai berfikir. bahkan pola pikir yang terbentuk sejak masih anak-anak akan sangat berpengaruh bagi perkembangannya kelak ketika dewasa. Indonesia, terlalu mengkotakkan pera orang tua hingga akhirnya justru menjadikan orang tua seperti dewa yang berhak mengatur hidup anaknya. salah kaprah.

jadi, tadi setelah saya liat foto anak saya yang sedang berlatih tari, saya langsung telpon dia. saya pastikan dia bahagia dengan kegiatannya. saya lupa persisnya seperti apa obrolan kami.

saya : " kamu abis latian nari ya Ai?"
Airin : " Iya mah."
Saya : " Suka? "
Airin : " biasa aja."
Saya : " Lebih suka mana sama gambar?"
Airin : " Ya gambar dong."
Saya :" Latian narinya buat apa sih?"
Airin : " gak tau uh bu guru yang suruh."

saya diam. pelan menutup pembicaraan. setelah itu hati saya terbahak. Anak saya tak ingin jadi penari. saya tau itu. dan saya tak ingin anak saya melakukan hal yang tak dia sukai meski semua orang mengatakan dia mampu melakukannya.

oh iya, jadi pacar saya itu penulis juga. suka sekali menulis. maka sejak hari ini dia saya tahbiskan jadi pengisi tetap di blog saya ini. maka jika ada penulis lain yang mampir nulis di sini, maka itu memang pacar saya, bukan orang iseng yang nge hack pasword blog. oke temans. selamat siang. selamat jatuh cinta bagi yang sedang jatuh cinta.





Selasa, 28 Agustus 2012

Mari saling membahagiakan.

Setiap pasangan ingin berbahagia,
tapi (me)lupa(kan) caranya untuk saling membahagiakan.
(Herdiyan Danudirdjo)

Idiom diatas terasa benar-benar tepat ya temans. sadar atau gak sadar, kita berpasangan tujuannya jelas satu : Bahagia. saya pikir gak ada deh pasangan yang ( kita membicarakan pasangan normal yaaa ) berorientasi pada penderitaan. taruhlah pasangan yang di jodohkan karena bisnis keluarga, tanya deh apa orientasi mereka ? ya jelas bisnis keluarga lancar langgeng. bisnis lancar keluarga aman. semua ingin bahagia. dan itu membuat kita jadi lupa diri. lupa daratan. 

Nyari pasangan itu gak kayak milih gethuk. mana yang keliatan mulus, manis, empuk dan belum kadaluarsa ya itulah yang di jadikan pilihan. Punya pasangan juga gak kayak punya telpon umum koin, yang bisa bunyi kalo di jejelin duit. lebih-lebih yang punya anggapan pasangan itu kayak (klise) milih baju, mana yang pas, bikin kita terlihat keren dan oke maka itulah pilihannya. oh, wahai engkau yang sedang jatuh cinta, tidakkah pasangan itu adalah diri kita sendiri. mereka bukan pelengkap semata, bukan sekedar pemanis dikala bertemu teman atau justru pemuas dahaga dikala haus. Pasangan, menjadikan kita berarti. seperti sepasang sepatu yang tak akan berguna jika salah satunya hilang.

Saya punya mantan pacar. dia yang menciptakan Quote diatas. Herdiyan, sosok istimewa yang tak tersentuh kalang menyakiti. Baginya segala kebahagiaan ada dalam diri kita sendiri. Tak perlu mencari-cari dan berteriak-teriak kepada orang lain untuk minta di bahagiakan. Kebagiaan muncul dengan sendirinya ketika kita mampu untuk menciptakannya. Maka, herdiyan adalah sosok independent dalam dunia saya. sosok yang tak mungkin merasakan kesakitan karna dia memampukan dirinya untuk bahagia sendiri. tanpa bantuan siapapun, bahkan saya yang notabene adalah pacarnya dahulu.

Tapi Herdiyan itu manusia biasa. Bukan malaikat yang tak punya nafsu amarah juga bukan iblis yang justru penuh dengan angkara. Herdiyan akhirnya menunjukkan kesempurnaannya sebagai manusia dengan mengatakan Quote diatas. " setiap pasangan ingin bahagia, tapi lupa caranya untuk saling membahagiakan." Waktu dia bilang gitu kesaya, sampe sekarang ( kejadiannya sudah bertahun-tahun lampau ) saya masih ingat ekspresinya. sorot mata yang menyiratkan kesakitan, dan suara paraunya yang luar biasa menyayat telinga saya. oke, katakan saya menganalogikan ini dengan sangat lebay, tapi sungguh, saya nelangsa mendengar dia bicara begitu. saya merasa, saya melupakan cara membahagiakannya. hingga dia harus bahagia dengan caranya sendiri.

Saya dimanja kebebasan saat pacaran sama Herdiyan. Saya mau apa dia dukung, saya mau gimana dia turutin. Saya bahagia, merasa menemukan pria yang saya mau. Sampai suatu hari, saya tau satu hal. Bahwa Herdiyan, memampukan dirinya sendiri untuk bahagia bukan tanpa sebab. Tapi justru karna penyebab. dan saya-lah penyebab nya itu. menyesal saya mengetahui itu terlambat, saat saya tak mungkin lagi membahagiakannya. Herdiyan meninggal, tanpa sempat saya bahagiakan. dan itu jadi penyesalah terbesar saya hingga hari ini.

Saya belajar banyak dari Herdiyan. Bahwa mencintai seseorang tidak bisa satu arah. pasangan harus mampu saling membahagiakan. Mungkin saya telah menemukan sosok yang saya mau lewat Herdiyan. Saya telah menemukan orang yang mau melakukan apapun untuk saya tanpa saya minta, mau membahagiakan saya tanpa saya merajuk dan mau menjaga saya bahkan sebelum saya terluka. tapi, bagaimana dengan herdiyan? sudahkan dia menemukan sosok perempuan yang mau melakukan apapun untuknya tanpa dia minta? sudahkah saya jadi pelindungnya bahkan sebelum dia kesakitan? apakah saya telah mampu membahagiakannya jauh sebelum dia membutuhkannya? sudahkah dia temukan sosok perempuan yang dia mau dari tokoh pacar yang bernama Rahmi? saya mendadak linglung. koleps.

Terlambat. saya harus memperbaikinya. meski bukan melalui herdiyan. saya tau, saya harus mampu membahagiakan pasangan saya sebagaimana dulu saya dibahagiakan pasangan terbaik saya. Karna itu saya mulai menata hati, mempersiapkan kematangan pola pikir dalam berhubungan, serta memampukan diri untuk menjadi yang terbaik bagi pasangan saya. Bukan untuk menebus kesalahan pada Almarhum, tapi lebih kepada rasa ingin menjadi sang pecinta yang baik. Yang benar. saya kapok, jika harus merasa menyesal setelah kehilangan.

" kalau sayang, kamu harus terima aku apa adanya." Duuuhh, kalimat itu terasa cekak buat saya. Selain dangkal dan agak konyol. berlindung di balik cinta buta cuma karna gak mampu jadi yang terbaik buat pasangannya. kalau saya denger pacar saya bilang gitu, saya bakalan sambit dia pake sendal jepit. bukan karna saya gak menerima dia apa adanya, tapi kalo saya cinta, maka saya akan menjadikan orang itu yang terbaik. saya akan membuatnya terus memiliki progress yang berarti dalam hidupnya. Konsep menerima apa adanya itu mutlak milik pasangan yang lemah. yang gak mampu berbuat lebih untuk pasangannya.

beberapa bulan setelah Herdiyan meninggal, saya ketemu sama sahabat kentalnya. ngopi bareng sambil mengenang almarhum. sampe detik ini, saya masih tetap menangis jika membicarakan Herdiyan. Bukan karna masih menyimpan cinta, tapi lebih karna penyesalan yang luar biasa dalam.Herdiyan mungkin memang sangat menyayangi saya, tapi saya akhirnya tau. dia menjebak saya dalam kesalahan yang fatal. saya dimanjakan taburan kasih sayang tanpa batas olehnya, menjadikan saya pribadi yang egois dan tak mengenal ampun. hingga akhirnya tanpa sadar melukai secara berkala pada pasangan saya. membuatnya harus merelakan kebahagiaannya sendiri demi melihat saya bahagia. itu imbisil buat saya. pasangan, adalah keberadaan "saling" yang paling penting. jika hanya salah satu, maka hubungan itu jadi timpang. berat sebelah. tak sehat dan berpenyakit.

Sekarang saya jadi punya visi berbeda ketika berpasangan. belajar dari Herdiyan saya tau, kebahagiaan memang muncul dari hati kita masing-masing, salah satunya dengan melihat orang yang kita sayangi bahagia. tapi kadang kita membutakan diri sendiri, dengan menganggap kebahagiaan orang tersebut adalah yang paling utama. kita lupa bahwa kadang, ada kebahagiaan yang datangnya bersamaan dengan kesakitan. kebahagiaannya mungkin jadi kesakitan kita. di posisi itulah, tugas pasangan kita untuk gantian membahagiakan kita. mampu atau tidaknya pasangan kita membahagiakan kita juga termasuk cara kita untuk membuatnya bahagia. keberadaan 'saling' menjadi konkret maknanya.

Selama hidupnya, herdiyan diam dan selalu mengalah pada saya. menjadikan permintaan saya bak sabda pandhita ratu. dia tak membantah meski itu menyakiti hatinya. asal saya bahagia, begitu katanya. saat itu saya jelas senang. saya makin menggila dengan banyak permintaan absurd yang sangat mungkin menakiti hatinya. membuatnya terluka dan meringis pelan-pelan tanpa saya tau. sekarang, saya tak ingin begitu. saya ingin membahagiakan pasangan saya dengan cara yang benar. membuatnya mampu membahagiakan saya dan menjadikannya juga bahagia. kebahagiaan itu lebih nikmat jika datang beramai-ramai. maka, satu pesan saya untuk kalians para pencinta-pecinta sejati : " Diam itu memang emas. Tapi jika ternyata diam itu menyakiti diri sendiri, maka emas itu adalah emas imitasi. ".

Love.

Rahmi.

Minggu, 26 Agustus 2012

Filosofi tak beraturan.

soreeeeeeee, Lebaran apa kabar ? klise yah kalau saya bilang maaf lahir bathin kali ini tapiiiii hati saya selalu memaafkan kalian :b, ini masih bau-bau lebaran nih jadi jangan protes kalau saya bikin postingan tentang lebaran dan teman-temannya.

Anyway saya sudah dikampung bareng sama anak saya, sama satu keluarga saya dannnnnn sama pacar. Dikampung itu yang namanya lebaran selain sakral, crusial, dia juga agak-agak anomali. kita mesti jalan dari satu rumah ke rumah lain cuma buat salaman, minta maaf, minun teh, basa-basi sebentar, pulang teus kerumah sebelah mengulagi hal yang sama sampai berkali-kali sampai perut kembung, stok maaf masih banyak  sementara kita engga tahu kita ikhlasa atau engga minta maaf, yang dimintain maaf ikhlas engga kalau kita minta maaf. Kita hanya melakukan ini karena kultur tapi lupa sama kepentingan yang paling utma yaitu silaturahmi. Padahal yang namanya minta maaf itu harusnya setiap hari atau setiap kita melakukan hal yang salah  engga peduli hari senin, selasa, rabu, hari kemerdekaan Indonesia, hari kemerdekaan Kongo.

Jadi, kalau saya ngerasa aneh sama acara salam-salaman lebaran itu cuma karena pengkultusan  yang berlebihan terhadap hari Idul Fitri. Pengkultusan yah bukan hari lebarannya, tapi yang namanya hidup itu selalu ada hal menarik untuk diminikmati salah satunya ketika kita mampu membaca singkronisitas dari alam kepada kita atau kepada sekeliling kita. Dan hari diantara agenda jalan-jalan yang dinomerduakan itu saya nemuin satu lagi filosofi tentang hidup. prinsip. idealisme dan ornamen yang membuat kita merasa jadi orang paling hebat. Filosofi itu adalah: Undur-undur.

Namanya Undur-undur (bahasa Jawa) hidup dipasir membentuk lingkaran kedalam yang menyerupai gelombang air. Hanya bisa berjalan dipasir dengan cara mundur. Cara mengeluarkannya dengan memasang umpan semut yang diletakkan pada gelombang pasirnya. Aneh, semut yang biasanya lincah mendadak lumpuh tak bergerak terserap pasir. Hanya digelombang itu saja tidak diarea pasir lain. Undur-undur sendiri jadi raja ketika di pasir. Namun abdi ketika di media lain. Filosofinya: kita merasa kuat ketika daerah yang kita pijak membri ruang dan apresiasi berupa habitat yang nyaman dan senantiasa memampukan kita untuk jadi hebat, teryata tidak dengan dunia. Kita akan lemah, tak mampu, lumpuh dan gagap ketika ada di dunia dengan objek yang berbeda dengan habitat kita. Jauh-dekat. Namun, tak ada salahnya kita percaya diri. Buktinya, Undur-undur itu ternyata kecil saja. Jauh lebih kecil dari semut. Tapi lihat, dia mampu menjebak semut tanpa perlawanan sama sekali.

 ternyata filosofinya bukan hanya itu. saya menemukan undur-undur tepat ketika semut masuk dalam jebakan lingkaran pasirnya. mendadak saya banyak mendapat amunisi hidup. bekal yang tak pernah saya sangka akan menemukannya di sebuah pasir kecil dengan hewan-hewan yang kecil pula. mari kita telaah lebih dalam lagi mengenai undur-undur ini.

Undur-undur, dia itu cuma hewan kecil yang jalannya mundur. karna itu namanya undur-undur. bentuknya bahkan gak keliatan sama sekali. kecil, item gak menarik. jauh lebih kecil dibanding semut yang terjebak itu. awalnya, saya mikir, ini undur-undur pasti gede, panjang kakinya banyak... #oke, saya salah tangkep. itu namanya si kaki seribu. begitu saya tau dan liat langsung pemilik jebakan pasir itu, yaelahhh, itu hewan kayak kutu. seriusan, kutu tau kan kalians? Nah, undur-undur itu lebih gak keren lagi. makanya saya kaget, kenapa filosofi itu kok mendadak dateng dari si tak berarti itu?

Hewan sekecil undur-undur aja bisa bikin mahluk lain gak berdaya di habitatnya,. Undur-undur itu ibarat panglima perang yang dengan cerdik memasang perangkap di depan benteng pertahannnya. berani mengambil resiko ketika nantinya salah perhitungan dan musuh akhirnya bisa masuk kemudian melaham seluruh istananya. Undur-undur mengambil resiko itu. dengan manis dia mengakhiri perang tanpa perlu berdarah untuk dapat kemenangan. saya tak hanya takjub, tapi kemudian berfikir. apakah benar ini kemenangan? atau cuma sekedar metafor belaka? tau dari mana saya kalo si undur-undur yang menang dan bukannya semut itu?

Kemudian saya mikir, mungkin ini cuma relatifitas yang gak berarti. gak ada gunanya saya ambil filosofi ini. karna emang saya gak pernah tau apa yang terjadi setelah si semut masuk kedalam lingkaran pasir buaran undur-undur itu. saya sempat batal memposting tulisan ini, untuk kemudian saya kembali mendapat filosofi baru tentang teori relativitas.

Pacar saya bilang, yang namanya mahluk hidup itu pasti memiliki kurva segitiga sama sisi dalam hidupnya. diawali dengan perjuangan mendaki hingga ke puncak, kemudian menurun hingga sama sejajar dengan titik awal ketika dia mulai mendaki itu. semuanya adalah teori relativitas. mungkin orang akan mengira, ketika seseorang mengalami penurunan dari puncak segitiga itu, kemudian sampai di titik terendah, dia tiba pada masa akhir diama kekalahan terjadi di pihakknya. tapi, silahkan gunakan relativitas kalian, coba ubah sudut pandang, dan lihatlah, jika kita memutar pandangan dari sudut lain segitiga sama kaki itu, puncak terendah, bisa berubah menjadi puncak tertinggi, taua sebaliknya. jadi apa kawans? sudut pandang. dia yang mempengaruhi bagaimana cara kita menyikapi hidup dan menyelesaikannya. kita, juga semut dan undur-undur itu punya hutang banyak pada sudut pandang. Selamat sore.


Sabtu, 18 Agustus 2012

Subtansi dan Romansa.

Substansi temans. Subtansi memenuhi hari saya. Masalahnya, apakah substansi? mari kita bahas bersama.

Jadi, saya lagi terjebak romansa. Ceritanya nihhh, saya punya pacar baru. Orang nya lucu, pinter, baik, dan pas. Yang jelas dia laki-laki. Nah, disini yang saya bilang substansi memenuhi hari saya. Sejak punya pacar baru, saya gak peduli sama teori apapun. Bahwa kehati-hatian dan sikap mawas diri diperlukan dalam mengambil tindakan apalagi yang menyangkut perasaan. Si pacar baru ini, membuat saya melihat dunia dari segi yang beda. Just let it flow. Itu konsep hidupnya. Saya ketularan santai, ketularan jadi pribadi yang gak keberatan beban. Ibarat air, saya gak membawa kotoran apapun, atau gak membawa garam apapun. Massa saya ringan. Aliran saya santai tapi beriak. Bergelombang.

Berbeda sama banyaknya kejadian yang mengiringi langkah saya dan mungkin beberapa orang disekitar saya. Hidup itu kan mesti berproses ya. Baiklah, sekarang saatnya saya ceritakan satu hal yang bikin saya jatuh cinta setengah mampus sama dia. Proses.

Kami tidak melewati proses. Skala nya 0 persen. Saya ketemu, sebel sama dia, terus kenal, terus tau dia pinter, terus kangen, terus sayang, terus nabrak. Selesai. Masalahnya, sampe sekarang akibat dari tabrakan kami itu membawa banyak perubahan dalam hidup saya. Negatif atau positif? gak tau deh, yang jelas saya berubah. Toh persepsi kan tergantung selera masing-masing. Bagi saya, perasaan itu gak bisa di prediksi. Tapi juga mesti di atur. Jangan sampe kelewat batas. Jangan sampai berlebihan. Jangan sampe salah niat. Sejauh ini, saya masih menyayangi dia karna Allah memang menciptakan dia untuk disayang. Tidak lebih dan semoga akan terus seperti ini.

Oke. Jadi ada masalah apa? Tiket. Tiket membuat saya berfikir banyak tentang si pacar. Banyak sekali.

Saya kan asli kampung . Purwokerto. Lebaran, adalah waktu dimana orang-orang urban macam saya merasakan hawa magis dengan pulang kampung. Padahal ya, selain lebaran pun kalau saya mau pulang kampung sih pulang aja kali. Tapi esensinya beda dong. Ada yang sakral di hari lebaran, meski dilarang mengkultuskan hari itu ya temans. Tapi akui deh, lebaran kan emang punya nilai yang lebih tinggi dibanding hari lainnya. Nahhhh, ceritanya nih, saya mau pulang kampung dan gak punya tiket. Di sini, pacar saya mendadak muncul bak superman. Lebih heroik dari segala macam super hero di dunia marvel.

Tau kan gimana crowded nya antrian tiket waktu lebaran. Menjelang puasa aja tiket kereta udah gak tau pada moksa kemana. Tiket pesawat tingginya melebihi terbangnya pesawat itu sendiri. Makin lama saya merasa makin gak bisa menjangkau untuk menyentuh tiket-tiket itu, baik secara financial maupun fisik.

Saya - yang niat mau bawa pacar pulang ke kapung - tercetus ide untuk bawa mobil pribadi, Konvoi bareng bos di kantor yang kebetulan rumahnya hanya berjarak tempuh satu jam dari kampung saya. Jadilah pembicaraan dan rencana konvoi kami bicarakan. sampe akhirnya keluarlah pemikiran tentang kondisi fisik saya dan pacar yang bakalan capek banget kalo bawa mobil pribadi. Segalanya kembali ke titik awal. Tiket. Saya cuma meringis waktu membayangkan antrian yang bakalan saya hadapi guna mendapatkan tiket itu.

Tapi entah datang karena rejeki atau memang pacar saya yang luar biasa bersemangat buat dapetin tiket pulang kampung mendadak ngabarin ada 2 tiket di Lorena. Saya sontak melejit senang dong. Lorena termasuk armada yang handal dan nyaman, sedikit berkelas namun tetap terjangkau. Saya jingkrak-jingkrak kesenangan, tapi kemudian cengo waktu pacar saya ngelanjutin kalimatnya " tapi aku harus ngambil itu di kalideres". aw.aw.aw. sesungguhnya kawans, betapa saya menyayangi si pacar, tak ingin membuatnya susah dan menderita dengan jadi kekasih hati. tapi apa mau dikata, pulang kampung harus terlaksana. akhirnya saya meminta pacar untuk mengambilnya ke kalideres. dan : DIA MAU !!! dia mau saudara. bahkan dalam kalimatnya dia menambahkan kata " Never mind" yang bikin saya terharu dan berkaca-kaca. saya tak salah menentukan pilihan.

Saya pulang malam ini. malam pertama setelah sholat ied. jadi, saya lebaran di Jakarta. tanpa anak saya, tanpa keluarga saya. sendirian. sepi. mencekam. membuat gelisah. saya gak pernah merasa sedingin pagi tadi. ketika dengan langkah pelan saya ambil air wudhu dan mengingat tahun lalu, rekaman pelan datang dalam bentuk mozaik. pecah-pecah dan berhamburan. saya sibuk memungutinya satu-satu, seakan tak rela meninggalkan sedetik kenangan tahun lalu. sesuatu yang ternyata tetap tak mampu tergantikan oleh apapun. Pagi tadi saya tak hanya menitikkan air mata. tapi berwudhu dengan tangisan. entah mana tetesan air wudu, mana yang tangisan. entah mana kesucian, dan mana yang penyesalan. saya sesenggukan diantara isakan yang nyaris tak terdengar. betapa keluarga telah memberi arti yang begitu dalam tentang makna lebaran. dan saya begitu sepi di sini. tanpa siapapun.

Postingan ini sebenernya udah saya siapkan beberapa hari menjelang lebaran. tapi mendadak hari saya memadat dengan banyak jadwal yang bolong-bolong disana sini. saya terpaksa sementara menafikan paragraf sebelumnya yang sudah terlanjur saya rangkai. pada akhirnya, ini tetap akan terposting meski dengan konsep acakadut tak jelas. tapi inilah subtansi. inilah jalur yang saya lewati beberapa hari belakangan ini. kalau ditanya apa yang saya dapet Ramadhan taun ini, saya cuma bisa geleng-geleng kepala. saya gagap. saya merasa imbisil karna melalui Ramadhan tanpa sesuatu yang istimewa. Sibuk bekerja dan sibuk menelaah perasaan sendiri, sampai merasa biasa ketika melakukan sholat taraweh atau sahur tengah malam. kebiasaan gak tidur saya menambah deretan 'biasa' bagi jelang lebaran kali ini.

Ternyata sepi itu gak enak. saya ingin pulang. secepatnya.



Selasa, 14 Agustus 2012

Abang Ku sayang Abang ku malang.


Saya punya teman yang deket banget.  Saya manggil dia “abang”. Profil abang ini lumayan unik. Dia jurnalis, mantan aktivis, cerdas, face ada di angka 7 dari skala 3-9, multy talent, enak diajak ngobrol dan banyak lagi. Jaman dulu, waktu kita sama-sama masih muda saya sama dia nyaris ‘pacaran’. Kenapa saya bilang nyaris, karna saya hampir aja masuk kedalam jebakan cinta yang dia umbar kemana-mana. Jebakan? Oke, disini cerita akan dimulai.

Saya dan Abang kenal tahun 1998. Waktu itu saya masih SMP dan unyu-unyu banget. Abang ini orang Sukabumi yang merantau ke Purwokerto. Sepupu saya tetanggaan sama dia. Jadilah saya kenal dia dan deket. Seperti profil yang saya jelaskan di alinea sebelumnya, Abang  jelas sosok yang menarik. Saya jelas merasa punya 'sesuatu' kalo ada dideket dia. Tapi syukur saya menyadari ada yang gak asyik dari pribadinya : Dia suka ngumbar hati kemana-mana. Gagal deketin saya dia deketin sepupu saya. Sejak saat itu saya menganggap dia abang, kakak lelaki. Tak lebih.  Saya enggan pake hati ketika berhubungan dengannya. Karna saya tau resiko nya, saya tak ingin terjebak dalam romantika perasaan yang diumbar kemana-mana. Hingga saat ini.

Sampe sekarang saya dan Abang masih berkomunikasi dengan sangat baik. Kita akhirnya justru saling mendukung. Dalam kebaikan dan keburukan. Hahahaha. Artinya, Abang itu bisa dijadikan teman dalam segala hal. Waktu saya nangis, waktu saya happy, bahkan waktu saya pengen jadi gila gara-gara di selingkuhin pacar. Abang ada dan kasih support dengan baik. Saya juga mencoba begitu, saya ingin ada ketika Abang merasa membutuhkan saya. Bahkan disaat orang lain mengecam dan membencinya.

Nah, beberapa hari yang lalu, Abang mendadak galau dan mellow. Dia yang awalnya gak pernah buka twitter mendadak menyapa saya di Timeline. Yang gak pernah aktivin Fb mendadak ngirim saya privat message ( Abang punya semua account jejaring sosial, tapi nyaris tak pernah mengaktivkannya dalam konsep hubungan bilateral.) Saya tau ada yang gak beres. Tapi saya gak mau mendahului. Saya ingin Abang yang menceritakan problem nya sendiri tanpa saya bertanya. Bukan saya gak peduli, tapi justru karna saya mau Abang tau bahwa saya memberinya ruang untuk bernafas. Untuk menghela dan mengumpulkan tenaga setelah lelah.

Abang ada masalah pribadi. Saya tak ingin menginvansi nya sampai dia membuka pintu dan mempersilahkan saya masuk. Tapi sebelum Abang cerita, saya mencoba memahami, mempelajari kegelisahannya yang kebetulan ada di status Fb nya. Buat saya ini amazing. Pria seperti Abang jelas pelan dan tak terburu-buru dalam bersikap. Ketika saya lihat statusnya, saya menyadari banyak hal yang berubah. Abang mendadak frontal dan ekstrovert. Mengumbar masalahnya di jejaring social. Ada apa? Saya jengah. Ini jelas masalah pelik. Dan saya tak ingin terlambat menyikapinya. Akhirnya saya hubungi dia, mencoba membuka pintu ruang privatnya. Dan mengalirlah segala yang dia rasakan. Masalah pelik yang saya tau jelas bukan hal yang mudah untuk dilewati oleh siapapun.

Penyakit lama Abang kambuh di tengah harmonis rumah tangganya. Abang sudah menikah dan punya anak perempuan. Tapi Abang bermain api. Lagi-lagi, mengumbar hati ke banyak perempuan. Dan sialnya, istri Abang mendapati kenyataan itu, mempermasalahkannya dengan sangat akut, ibarat orang sakit keadaan Rumah tangga Abang udah masuk skala ruang ICCU. Koma. Sekarat. Antara hidup dan mati. Dan istrinya memilih mati. Meninggalkan Abang yang menyesal begitu dalam. Meratapi kebodohannya karna mengecewakan istri dan anaknya. Talak jatuh dan Abang meraung dalam status single tapi duda nya. Saya prihatin, tapi tak tau harus bagaimana.

Beberapa kali kami telponan, Abang banyak bercerita tentang kondisinya. Tentang bagaimana kronologis berakhirnya rumah tangga mereka. Bagaimana Abang mencoba mempertahankan hubungan dengan sang istri. Awalnya, saya jelas memposisikan diri sebagai perempuan. Saya marahi Abang, saya salahkan dia. Saya menyebutnya brengsek,bajingan dan banyak umpatan lain. Itu hal biasa bagi kami. Saya dan Abang memang selalu mencoba berkomunikasi dengan jujur, meski itu jahat sekalipun. Bagaimana mungkin saya membiarkan Abang terperosok dalam hal memalukan macam begini, bercerai dari istrinya hanya karena dia main api dengan perempuan lain. Di permalukan oleh sang istri hanya karena kepergok bermesraan dengan wanita yang bukan hak nya. Saya jelas marah. Saya jelas mengumpat.

Sampai kemudian sesi obrolan mengalir kembali. Pada curhatan yang kedua saya mulai menemukan formula yang berbeda. Saya memandang masalah Abang dari sisi agama. Saya Islam. Dan agama saya jelas memposisikan perempuan dengan sangat mulia. Artinya, kesakitan yang dirasakan istri Abang jelas akan menjadi salah satu alasan Abang terhenti lama di yaumul hisab kelak. Tapi ada yang tak boleh dilewatkan, yaitu posisi perempuan sebagai istri. Itu bukan posisi becandaan. Perempuan akan masuk dalam ranah mulia ketika menjadi istri. Tapi bukan sembarang istri, mulia adalah baik. Jadi, muliakan dirimu dengan jadi istri yang baik. Seburuk apapun suamimu, tetaplah jadi istri yang baik. Selamatkan surga mu sendiri.

Salah satu syarat jadi istri yang baik adalah dengan menutupi aib suaminya. Oke !! mungkin ini menyakitkan. Menyebalkan dan mengenaskan. Mana ada perempuan yang mau di duakan. Saya pun tak ingin. Tapi berkacalah sebelum sibuk dengan kesalahan orang lain. Mau tau cara berkaca tanpa cermin? Begini : lihatlah apa yang sudah kita lakukan. Artinya begini, sudahkan istri abang saya itu bertanya pada dirinya sendiri, kenapa abang sampai tertarik pada perempuan lain? Kurang merikkah dirinya? Apa yang abang dapatkan dari perempuan itu? Apa yang abang cari dari istrinya dan tak mampu dipenuhi hingga harus mencari dari perempuan lain. Oke. Oke. Mungkin seharusnya abang bisa menerima kekurangan istri dengan mencoba bersabar tanpa mencari dari perempuan lain. Tapi sudahkan sang istri berusaha untuk jadi yang terbaik? Saya sendiri gak pernah tau. Tapi alangkah baiknya jika keduanya saling berkaca? Tanpa perlu menghujat dan menyalahkan.

Abang saya kelimpungan. Dia stress dan mencoba bertahan dengan masalah yang menurutnya berat sekali. Saya sebel dong. Gimanapun saya gak suka lihat abang jadi selemah ini. Saya pengen banget bilang “ woi bang, dari dulu elo tuh player. Kalo ilang satu, cari yang lain.” Tapi kok kesannya saya jahat banget ya sebagai perempuan. saya kok dzalim ya sama istrinya. Saya emang ngerasa abang itu salah, patut di kasih pelajaran tapi ya gak gini-gini amat. Setelah menikah, perempuan punya mandataris langsung ke suaminya. Bahkan orang tuapun harus di nafikan. Itu kalo di agama saya sih ya. Gak tau di agama istri abang saya. Jadi saya agak mengerutkan kening waktu denger dia begitu berani menghujat abang saya di depan umum, bahkan membuka aib suaminya sendiri. Oh No !! betapapun sakitnya hati si perempuan, jangan lah kau buat marah suamimu. Jangan lah kau hancurkan surga mu sendiri dengan menjadi durhaka pada suami.

Seharusnya abang saya superior. Dia layak kok untuk membela dirinya sendiri. Dia salah. Rite!! Dia harus dihukum, Yes Alrigth!! Tapi dia gak pantas untuk dihujat sampai sebegini jatuhnya. Abang saya manusia, terlebih dia lelaki, dia seorang suami !! dia yang akan dihisab paling akhir kelak di hari penghitungan. Bahkan ketika istri dan anaknya udah ongkang-ongkang kaki di surga, abang saya masih ditanya-tanya tentang kelakuan keluarganya. SO??? Tanggung jawabnya yang seberat itu, seharusnya diimbangi dengan dukungan baik dari istri dan anaknya. Surga ditelapak kaki ibu yang notabene adalah perempuan dan seorang istri. Tapi jangan takabur dengan merasa sudah punya surga sendiri di telapak kakinya, lantas jadi semau gue dan merasa paling berhak untuk menghukum. Perempuan memang punya surga, tapi kuncinya ada di lelaki, di suami !! jalannya, ada di anak. Artinya apa saudara? Satu keluarga itu gak bisa lenggang kangkung sendiri buat jalan ke surga. Harus kompak. Kerja sama buat menuju ke sana. Paham gak sih itu istri si abang?

Oke. Saya puas memaki. Saya agak emosi yaa temans. Merasa aneh sendiri mendapati ada ya orang yang sebegitu pintarnya untuk berbuat keji dengan berlindung dibalik kesalahan dan dosa orang lain. Saya sendiri manusia, banyak salah, banyak lupa. Karna itu saya merasa, sakit hati si istri abang itu lebih ke rasa berlebihan yang dikuasai setan. Suaminya selingkuh, udah dihukum dan udah minta maaf. Terus apa lagi? Mau di gimanain lagi? Sakit hati dan kecewa bukan alasan kita bisa menghukum pelaku dengan seenaknya sendiri. Batasan itu ada. Harus ada. Cuma Tuhan yang pantas menghukum abang saya sampe kulit dan tulangnya. Tak ada siapapun yang berhak lagi. Bahkan istrinya sendiri. Salam laper.



Minggu, 12 Agustus 2012

Subuh yang dramatis.


Halow temans, udah deket lebaran nih? udah pada beli baju? beli mukena? sarung? baju koko? Seriusan yah, sebenernya itu semua gak penting banget. Euforia yang berlebihan menurut saya. Tapi masing-masing orang memang punya cara untuk mengungkapkan rasa syukurnya setelah sebulan berperang dalam hawa nafsu yang heboh. Saya memaklumi dan mencoba mengerti itu. hehehehe

Jadi ceritanya saya lagi merasa bersalah banget. Rasa salah yang bikin saya nangis melulu dan gak berenti-berenti nyeselin kesalahan itu. Bikin nyesek sekaligus kesel. Dibanding banyak hal yang jadi pemicu timbulnya kegelisahan lain yang gak ada habisnya.

Gini loh, saya itu lagi menyayangkan sholat subuh saya pagi tadi. Sholat subuh yang saya yakin gak afdhol banget karna saya salah persepsi dalam mengambil niatan awal. Ah, jadi makin mellow deh nih. Rasanya tuh imbisil banget deh pagi tadi. Rasa marah kepada diri sendiri yang akhirnya bikin hari saya makin runyam gak karuan. Sebel.

Saya sahur bareng pacar dan beberapa teman lainnya. Saking seringnya makan Sahur bareng pacar sampe-sampe saya dan dia punya kebiasaan sholat subuh jamaah berdua. Gak peduli itu banyaknya orang yang mau ikutan jamaah kita, saya sama pacar pasti melakukan sholat subuh jamaah bareng. Nah ceritanya, pagi tadi abis sahur kita mau sholat subuh barengan nih. Pacar saya udah ngasih aba-aba saya buat ambil air wudhu sementara dia ngeberesin perlengkapan bekas kita sahur tadi. Kebiasaan saya juga kalo kebetulan saya yang lebih dulu siap di lokasi sholat dan pacar saya masih nanggung ngurus ecek-ecek macem-macem ( pacar saya ini agak ribet ya beresin ini itu ) saya bakalan sholat sunnah 2 rakaat dulu sebelum subuh. Nah ceritanya pagi tadi mau gitu juga tuh. Kebetulan di ruang makan ada pacar saya dan satu lagi temen cowoknya, saya kontan bilang dong “ Mas, aku sunnah dulu ya. “ , Saaaatttt itu, ini saat itu ya, pacar saya mengiyakan diantara gerakannya yang super repot ngeberesin bekas sahur kita. Saya masuk ke ruang sholat, dan sholat sunnah. Lama saya nunggu pacar saya masuk nyusulin saya buat sholat jamaah, tapi kok gak masuk-masuk. Lebih dari 10 menit saya tunggu kok gak juga masuk. Sementara saya malah ngedenger dia ngobrol sama temennya. Jadilah saya keluar nyamperin dia. Dan saya liat dia lagi baringan di karpet sambil ngobrol santai bareng temennya. Sontak saya Tanya dong “ Loh,kamu udah sholat subuh belum sih?” pacar saya kaget, bangun terus mandangin saya yang masih make mukena. Matanya langsung mudeng. “ Ya Allah, kamu nungguin aku? Kirain tadi kamu mau sholat sendiri.” Doeeeengggg!!!! Saya gondok. Masuk ke dalem ruang sholat dan melakukan sholat subuh sendirian.

Kecewa pasti iya dong, secara kita biasa melakukan itu berjamaan. Pahalanya insya Allah lebih banyak dan saya juga bisa merasakan kedekatan emosional spiritual kita yang makin lengket satu sama lain dengan sholat jamaah. Subuh pula. Dan kenapa mendadak pacar saya itu jadi melupakan kebiasaan kita? Ternyata karna dia salah mendengar.waktu saya pamit buat Sunnah dulu ke dia, pacar saya itu dengernya “ Mas, aku sholat dulu ya.” Oke. Saya mengerti.dan memaklumi. Gak ada masalah sih sebenernya. Tapi ada masalah lain yang kemudian membuat saya sebel setengah mati.

Masalah itu adalah kekecewaan saya yang cuma beberapa detik setelah tau bahwa saya gak bisa jamaah barengan pacar saya itu. Kekecewaan yang membuat saya sadar, kalo saya berniat sholat jangan-jangan jadi kabur maknanya. Jangan-jangan jadi gak Lillahi taa’la lagi nih. Jangan-jangan saya sholat subuh karna ngarep jamaah barengan pacar nih. Masya Allah. Astaghfirullah. Di rakaat pertama mendadak saya menyesal luar biasa. Saya terisak waktu menyentuhkan kening di tanah. Sujud memohon ampun. Saya menyesal sempat lalai dalam berniat. Saya menyesallebih mencintai pacar ketimbang Allah meski hanya dalam hitungan detik dan itupun berupa rasa kecewa. Saya menyesal membiarkan hati saya begitu menggebu menyayangi manusia, sementara seharusnya hati saya bertatap hanya pada-Nya. Saya menyesal.

Pacar saya ini pria yang istimewa. Saya menceritakan hal ini sama dia usai sholat subuh tadi. Dia Cuma mandangin saya sambil nyengir. Mungkin ikut merasa bersalah juga, atau mungkin juga bersyukur.Merasa bersalah karna gagal membuat pahala jamaah subuh saya dapatkan, Insya Allah atau merasa bersyukur karna dengan sholat sendiri artinya dia idak merealisasikan niat sholat subuh saya yang sempat ngaco awalnya. Keduanya tetap terasa seksi dimata saya. Hatinya luar biasa lugu. Apapun yang dia lakukan semua karna Allah, mungkin itu sebab saya begitu mencintainya. Karna seluruh hidupnya dia dedikasikan untuk Allah. Saya jadi ketularan energy positif dia. Saya jadi ingin melakukan segala hal dalam hidup saya karna Allah. Makanya, beberapa detik ketika saya sempat merasa kecewa karna gak jadi sholat jamaah sama dia itu,benar-benar saya sesali. Saya menyesal sungguh. Semoga Allah masih membuka waktu untuksaya kembali belajar, mengenal niat dan keinginan. Semoga begitu. 

Kamis, 09 Agustus 2012

Menjemput Sore

Hey, apa kadabra semua. Lumayan lama yah saya gak mengunjungi blog ini. Lagi di bully sama bnyak sekali kewajiban nih. Puasa gimana? lancar kayak jalan tol atau macet kayak jalan semut yang ditaburin gula? I hope yang pertama ya cyinn...

Sore tadi, saya di telpon temen lama. Beneran lama banget karna nyaris lebih dari 10 taun saya gak ketemu dia. Lebih dari 10 taun saya gak denger kabarnya. Mendadak dia telpon dengan suara yang sangat saya hafal ( Herannya, suara dan logatnya beneran kerekam di ingatan saya, meski kita sebegitu lama nya gak ketemu ), kalians tau kawans, saya teriakan dong itu di telpon. Mulai dari kaget sampai mengumpat, mulai dari sayang-sayangan sampai hina-hinaan keluar semua dari mulut saya. Ingatan perlahan mengembara kesana-kemari. Saya balik lagi jadi anak kecil yang asyik main halma juga ular tangga bareng dia, atau asyik kagum sama tetangga kompleks yang udah kuliah dan gantengnya nyaingin Johny Deep. Saya mainan kenangan lagi, sama temen saya yang mendadak muncul tanpa di duga itu. Padahal saat itu, didepan muka saya beneran lagi banyak banget rapat panjang dengan banyak hal yang mesti diselesaikan. Damn!! saya gak peduli. 

Nyaris setengah jam saya cekikikan bareng temen lama itu. Ngobrolin keadaan masing-masing. Saya yang udah punya anak dan divorce, atau dia yang masih sibuk melajang sampai sekarang. Kami mengulang kembali masa kejayaan jaman dulu, inget Sheila On 7 lagi, inget berenang dan nontonin orang pacaran di sungai deket rumahnya, atau sekedar curi-curi nonton film dewasa yang di punya sama kakak tertuanya. Ah, saya beneran ngakak gak berhenti-berhenti. Sampai kemudian dia mengatakan hal yang saya tau jadi tujuan utamanya buat telpon saya sore ini: " Mi, aku cancer. Stadium 4. Udah kemo dan aku gak kuat." saat itu juga saya diem. Gak bisa bereaksi apapun, gak bisa mencerna apapun. Kaget sekaligus bengong. Kombinasi reaksi yang jelas bukan jadi keinginan dia nyeritain hal berat itu sama saya. Pelan saya narik nafas. menutupi seraknya getar suara saya. 

Kalian tau kawans, saya sakit sekali. Dia, begitu lama menghilang dalam hidup saya. Padahal kami dulu begitu dekat. Begitu bersahabat. Kami yang paling kompak. Kami raja dunia meski kami berdua perempuan. Dan kemudian dia hilang karna sesuatu, saya merana ditinggal pergi, kemudian dia datang lagi, tapi dia membawa kenyataan bahwa hidupnya tinggal itungan hari, atau mungkin bahkan jam. Saya ngelangut. Emosi saya habis. Terkuras di awal teleponnya untuk terbahak bersama, dan melayang bersama kenyataan pahit yang dia keluarkan tentang Kanker nya untuk tangisan pelan yang tak kunjung bisa saya hentikan. Saya habis. Tak mampu berbuat apapun.

Dulu, saya sering sekali berdoa untuk meminta. Mulai dari yang aneh-aneh seperti pengen punya pacar seganteng Keanu Reeves, atau doa gila macam pengen ajojing di reggae Bar Gili terawangan, sampai doa paling sederhana seperti diberi kesehatan sampai mati. sekarang, mendadak saya gagap berdoa. Teman lama saya itu cuma bilang ikhlas dan merasa bahagia, Kanker itu memberinya kenyataan berupa kemungkinan kematiannya. Dia merasa mampu mempersiapkan diri untuk tau kapan mungkin dia akan mati. Kanker itu memberinya kekuatan. Bahkan disaat terasa begitu melemahkan. 

Temans, ada kalanya keinginan bisa jadi obat untuk sebuah keputus asaan. tapi kadang, penyerahan itu yang justru paling dahsyat dari segala obat. Salut buat teman lama saya yang begitu tabah menjalani vonis hidupnya, juga buat semua penderita penyakit mematikan di dunia. Saya angkat topi buat kalian. Hidup gak pernah berhenti untuk memaksa kita berputar. Selelah apapun kita. 

Regrads.

_ami_