Sabtu, 11 April 2015

Persahabatan itu....

Senin pagi adalah hari dimana kenangan tentang banyak hal di belakang bersliweran dengan ganas. Saya terapung di tengah itu semua.

Entah kenapa, mendadak saya merindukan Inay, Shinta, Prita, dan Paquita. Sahabat saat kuliah itu membuat saya melihat betapa hidup sudah berlari dengan sangat cepat. Saya sudah berdiri di sini dengan suami dan 2 orang anak. mereka sudah pergi entah kemana dan berpetualang dengan sayapnya. Saya merindukan nuansa dimana kepakan sayap saya menunjukkan arah yang jelas pada mereka.

Inay adalah manusia Independent pertama yang mengajari saya bagaimana cara hidup dengan sangat tegar. Ditengah kesendiriannya yang mutlak, Inay mengingatkan saya pada sosok patung Liberty yang cantik namun kesepian ditengah laut. Meskipun semua orang memuja dan mengagumi kecantikannya yang megah. Liberty tetap saja sendiri. Ia begitu anggun berdiri tanpa pernah tergoyahkan oleh badai macam apapun. Begitulah Inay di mata saya. Ialah manusia tanpa alamat yang kerap kali begitu saya rindukan sampai sesak nafas, tapi kakinya yang tak pernah bisa dikat bumi membuat Inay terus saja berpetualang kesana kemari. Terakhir kepulangannya dari perancis dan lantas langsung kabur ke makassar dan ambon membuat saya kehilangan dia sampai saat ini.

Shinta lain lagi. Dia itu sosok dewi khayangan yang mendadak jatuh terpeleset ke bumi dan tak bisa balik naik lagi keatas. Wajahnya yang super ayu, kelembutannya yang tak bisa diejawantahkan dengan kata-kata, kebaikan hatinya yang kadang bikin saya jengkel sendiri, dan kepolosannya yang saya liat sebagai kekuatannya selalu. Shinta mengajarkan saya tentang bagaimana menjadi ibu yang baik untuk anak-anak. Bagaimana menjadi istri sholehah perhiasan suami di dunia dan akhirat, bagaimana memanagemen keluarga supaya menjadi tak hanya sakinah mawaddah warohmah, tapi juga bisa saling menjadi berkah. Ia kerap kali menangis untuk saya ketika pada waktunya saya menyerah untuk suatu hal. Baginya, hidup adalah takdir yang terus saja indah meski pada kenyataannya sangat menyakitkan. dia itu super positif untuk semua hal.

Nugrahening Prita. Sahabat saya yang satu ini adalah yang paling berpengaruh dalam hal mengajarkan disiplin dan konsistensi. kecintaannya pada dunia anak membuat saya dan Prita bersekutu dalam membesarkan suatu sekolah untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Kalau Shinta adalah dewi khayangan yang lembut dan sangat amat cantik luar dalam, Prita adalah dewi khayangan versi Xena the warrior Princess. Kebaikan dan sikap positifnya sama, tapi Prita adalah petarung sejati yang tak kenal rintangan apapun. Kalau Shinta memilih mundur dari karier cemerlangnya demi keluarga, kalau Prita hanya bisa fokus pada kariernya sebab ia belum dikaruniai anak. Prita begitu teguh saat berusaha membantu Reno - seorang anak penderita disleksia- yang bahkan oleh orang tuanya sudah nyaris dikirim ke sekolah militer demi membuatnya tak nakal lagi. Prita keukeuh merawat Adit yang bahkan mengangkat kepala saja tak bisa, pertumbuhannya lambat sekali dan sama sekali tak bisa berkomunikasi dengan siapapun. Saya melihat sendiri bagaimana usahanya pada kedua anak ini berhasil meski membutuhkan waktu bertahun-tahun lamanya. Baginya, anak-anak itu adalah surga dunia yang menakjubkan. Bagi saya, Prita lah yang menakjubkan.

Lain Inay, Shinta dan Prita. Lain pula Paquita. Ialah sahabat sunda saya yang paling ajaib. Paquita adalah perempuan cantik asli bogor yang sangat amat sunda sekali. Putih, anggun, cantik dan perempuan. Kami berlima sangat senang keliling dunia. Biasanya sebuah bencana menyatukan kami. Sebab persahabatan kami disatukan sebuah lembaga bernama BEM, sebab kami masing-masing terpisah kota ( Inay di semarang, Prita solo, Paquita jakarta, Shinta Surabaya, saya sendiri Purwokerto ), dan sebab kami di kumpulkan dalam satu kecintaan untuk selalu menjadi relawan bagi setiap bencana yang terjadi. Gempa Jogja, Tsunami Aceh, Perang Palestine, letusan Merapi, dan banyak lagi yang membuat kami bertemu di satu titik destinasi itu. Dan Paquita, adalah pemandu sorak diantara kami. Ialah yang selalu meramaikan suasana. Ketegangan lantas menjadi cair dengan kedatangannya. keadaan kaku dan senyap akan berubah jadi cair hingar bingar jika Paquita mulai berceloteh. Dialah sang pembawa berita baik. Apapun yang terucap dari mulutnya selalu membuat kami tertawa meski itu berita miris. Hidup baginya enteng saja.

Saya sendiri adalah yang paling serius diantara mereka. Saya seorang yang amat konseptual. Bagi saya segalanya harus berjalan sesuai aturan yang sudah disepakati. Saya tanpa kompromi. Saya sangat saklek dan kaku. Tapi saya juga yang paling mudah menangis jika sesuatu terjadi pada mereka berempat. Sebab saya adalah yang termuda, saya juga yang paling sering membuat ulah untuk lantas dilindungi oleh kedewasaan mereka. Sebab itu pula, bagi saya mereka adalah malaikat yang sengaja menjaga saya di Dunia.

Kini di Jakarta, tinggal saya dan Paquita. Ialah sosok terakhir yang masih bisa saya peluk hingga kini. Ketiga sahabat lainnya berada jauh tak terjangkau, tapi saya percaya mereka bertiga akan tetap bisa menjaga saya dan Paquita disini. Kami memang tak selalu bersama, tapi kami tak terpisahkan. Inay, adalah orang pertama yang akan menelpon saya pada ulang tahun saya, meski ia tengah berada di Perancis saat itu. Meski hanya beberapa detik karna Roaming membuat pulsa kami berdua membengkak, tapi Ia adalah orang yang selalu ingat kapan saya harus di semangati. Shinta, meskipun jauh di surabaya adalah dewi penyelamat ekonomi saya. Kapanpun saya butuh aminusi dan bahan bakar, dia akan mencoba membatu tanpa perlu bertanya apa-apa lagi. Baginya uangnya adalah uang kami semua. Prita, dia adalah manusia dengan pintu kemana saja. Pagi masih di Jogja, sore hari mendadak dia sudah nongol di depan kantor saya. Paquita, meskipun dialah yang paling lelet, tapi sesungguhnya dia adalah sahabat paling setia yang pernah ada.

Hari ini saya memahami, bahwa kami berlima ditakdirkan untuk saling mengisi satu sama lain. Kami berlima sudah seperti saudara kandung meski hanya dipertemukan. " Mau lo sesalah apapun, didepan banyak orang gw akan tetep belain lo. Nanti di belakang, siap-siap gw keramas lo. " Begitulah Inay. Dia kerap kali membela saya meskipun itu adalah kesalahan. Tapi setelah itu, saya bisa jadi bahan caci maki dan omelannya. Dia konsisten melakukan itu. Prita adalah yang paling bijak. Dia akan menjadi penerah yang super detail di setiap masalah yang ada. Shinta ibu sabar yang baik hati. Dan Paquita, sekali lagi dialah yang paling luar biasa lugu. Tapi kami semua menyayangi keluguannya.

Dari sini saya percaya, dimanapun kami berada kini, persahabatan kami akan melebihi kentalnya darah sekalipun. Kadang saudara justru tak bisa seperti ini. Tapi kami sudah menjadi saudara meski tak lahir dari rahim yang sama.