Jumat, 15 Januari 2016

FALL 7 TIMES, STAND UP 8 !

I have not failed. I’ve just found 10,000 ways that won’t work.
( Thomas Edison ) 


     Kalimat diatas itu dulu saya pajang besar-besar di atap kamar. Agar setiap kali saya belum berhasil, saya akan menengadahkan keatas dan membaca kalimat itu terus sampai kepala saya sakit.Atau terkadang bahkan saya membacanya sampai terlelap, kemudian terbawa hingga mimpi dan esoknya terbangun sebagai Thomas Edison versi perempuan millenium. 

Sekarang memang saya sudah tak lagi memasang Quotes itu, sebab saya sudah pindahkan di dalam hati. Dan penyebab lainnya adalah, karna secara tidak langsung saya memang telah bertransformasi menjadi manusia yang tidak pernah mau gagal. Saya tidak pernah gagal, saya hanya menemukan 10.000 cara yang tidak berhasil. Yes, it's me !

     Blog ini bercerita tentang harapan. Bahkan saya membuat sebuah jargon di profilenya : " saya gak jual impian, tapi saya jual harapan. " Karena saya tau, impian ada untuk tetap menjadi mimpi. Tapi harapan adalah sebuah keinginan, sebuah cita-cita. Dan itu sah untuk di wujudkan. Saya mengajak semua pembaca blog ini untuk mewujudkan setiap harapan mereka, untuk berani berdiri tegak diatas cita-cita mereka sendiri - meski seluruh dunia menertawakannya. 

Saya pernah bilang untuk jangan pernah menganggap enteng harapan meski itu sangat kecil. Saya juga pernah mengatakan bahwa cuma kita yang tau akan seperti apa cita-cita kita kelak, hanya kita yang berhak untuk memutuskannya. 

Saya ini tipikal manusia yang boleh di bilang keras kepala, saya batu, saya sangat ambisius. Tapi tunggu dulu, ada yang lebih tepat lagi untuk mewakili semua sifat saya itu,yaitu : fokus. Ya, saya fokus terhadap harapan.Saya memandang lurus kedepan, tidak pernah berniat menyerah dan mundur apapun yang menghalangi saya didepan. saya bisa terus-terusan melakukan usaha bahkan hingga puluhan tahun lamanya untuk sebuah cita-cita. Dan usaha tak kenal lelah itu tidak pernah saya sebut kegagalan, meskipun pada kenyataannya saya terus menerus gagal. Saya cuma belum berhasil, itu saja !

beberapa tahun yang lampau, saya pernah hilang di Semeru. Berminggu-minggu, hingga semua orang mengira saya sudah mati. orang tua bahkan sudah menyiapkan batu nisan atas nama saya, semua tim jaga wana selalu menggeleng jika sudah membicarakan tim pendakian saya. Mereka hanya bisa bilang tak ada harapan, kecil harapan untuk bisa menemukan saya dan kawan-kawan lainnya. Dari 8 pendaki yang berangkat, 4 orang telah di temukan dalam kondisi meninggal, kemudian 1 orang ditemukan dalam keadaan gila, 1 orang lagi luka parah,yang terakhir tidak di ketemukan hingga kini. 

Awalnya saya termasuk dalam sensus yang tidak di temukan, hingga di suatu hari saya pulang sendirian ke pos Jagawana dengan tubuh sudah lebih lebat dari simpanse. Semua tim menatap saya seperti menemukan artefak kuno bersejarah, bahkan ada yang tak berani mendekat karena khawatir itu bukan asli saya melainkan siluman yang menyamar jadi saya. 

Tak bisa saya ceritakan dengan detail bagaimana saya di semeru bisa hidup, tapi saya bisa membuktikan bahwa dari kejadian itu fokus akan harapan adalah big issue buat saya. 

Setiap hari disana saya lalui dengan mencari jalan pulang, entah apa yang terjadi tapi setiap kali matahari menyingsing saya akan mulai berjalan dan menandai lokasi yang saya lewati, dan setiap kali hari gelap saya akan berhenti untuk melihat sudah sejauh mana saya menemukan jalan pulang atau semakin jauh tersesat kedalam rimba semeru. saat itu saya ingat seorang teman pernah memberikan lembaran kertas berisi puisi, saya hafal isinya diluar kepala : 
Setiap kali fajar menyingsing,
seekor rusa terjaga,
ia tahu hari ini ia harus lari lebih cepat dari seekor singa tercepat.
Jika tidak, ia akan terbunuh. 
Setiap kali saat fajar menyingsing,
seekor singa terbangun dari tidurnya.
Ia tahu hari ini ia harus mampu mengejar rusa yang paling lambat.
Jika tidak, ia akan mati kelaparan.
Tak masalah apakah kau seekor rusa,
atau seekor singa.
Karena setiap kali fajar menyingsing,
sebaiknya engkau mulai berlari.

     Puisi itulah yang jadi cemeti saya. Saya tak pernah melihat seberapa banyak lintah hinggap didalam raincut yang saya kenakan, tak perlu juga saya mengobati luka akibat goresan belukar yang ada di telapak tangan juga pipi, atau tak akan pernah saya membiarkan ketakutan menyergap saya meskipun saat itu saya ada di tengah kumparan pohon raksasa dengan belantara yang maha dahsyat. Saya tau, entah berapa mil jauhnya banyak orang sedang mengkhawatirkan keadaan saya, jadi saya harus menyelesaikan porsi saya untuk bisa keluar dari semeru. Satu-satunya yang bisa menghalangi saya untuk tetap mencari jalan pulang adalah maut. 

      Seperti halnya saat saya menjadi sekjen HMI pusat. saat itu, presiden HMI memerintahkan saya untuk bisa koordinasi dengan beberapa alumnus, salah satunya adalah Akbar Tanjung. Betapa susahnya tugas itu, rasanya mustahil bisa membuat schedule dengan beliau. Dan memang benar, 4 hari saya memohon jadwal darinya selalu mendapat respon negatif. Akhirnya pada subuh di hari kelima, saya beranikan diri untuk meminta agendanya seharian. Saya memutuskan berkoordinasi di jalanan, didalam mobil saat beliau berotasi dari satu tempat ketempat lainnya. Jadi, saya menunggu beliau di depan rumahnya lalu ikut kedalam mobilnya untuk berangkat ke lokasi pertama di jadwalnya. didalam mobil itulah saya berdiskusi. Lalu tiba di lokasi saya menunggu beliau sampai selesai, lalu ikut beliau lagi ke lokasi berikutnya dengan tujuan berdiskusi didalam mobil. Terus begitu hingga akhirnya saya merasa telah cukup berdiskusi. melelahkan memang, tapi tugas itu selesai dengan baik. 

    Apa sih yang ingin saya sampaikan dari kisah panjang lebar ini? tentu saja banyak, tapi yang paling penting adalah tentang semangat dan harapan. Saya ingin banget pembaca blog ini tau,bahwa gagal itu lebih baik dari pada tidak pernah mencoba sama sekali. Takut salah sebelum mencoba adalah salah satu kegagalan itu sendiri, saya selama ini selalu memilih untuk salah karna dengan begitu saya jadi tau bahwa itulah kesalahannya. 

    Kolonel Harland Sanders, sang owner KFC - pemilik waralaba besar yang sudah mendunia - bahkan harus mengalami kegagalan sebanyak 1009 kali. Wow !!!, bisa dibayangkan bagaimana beliau melewati setiap kegagalan itu hingga akhirnya bisa sampai di hitungan ke 1009. dan bisa kalian bayangkan juga jika dia berhenti pada usahanya yang 1008, maka ia tidak akan pernah memiliki KFC. Meskipun ketika dia berhenti di usahanya yang 1008 - misalnya - itu adalah hal yang sudah sangat luar biasa. Tapi sekali lagi, ia fokus pada cita-citanya. Karna kita memang tidak akan pernah tau pada usaha keberapa keberhasilan itu akan datang. Jadi kalau kita baru mencoba sebanyak 100-200 kali dan semuanya gagal lantas kita putus asa, gak malu tuh sama sang kolonel? satu lagi, yang paling mengesankan dari beliau adalah karena semua usahanya itu dilakukan di usia yang sudah cukup tua : 65 tahun. Jadi siapa bilang harapan dan impian adalah milik kaum muda. Siapa yang mengkultuskan bahwa yang tua sudah saatnya menunggu ajal ? siapa? coba itu ketemu sama kolonel sanders, bisa di doorr ditempat anda. :) 

     Jadi, silahkan dekatkan harapan kalian. Dan jangan pernah menoleh sebelum berhasil, jangan pernah berhenti sebelum nafas sampai di kerongkongan. Jangan pernah mengkhianati diri sendiri dengan berpura-pura ikhlas menerima kenyataan bahwa anda gagal. Jangan pernah sejahat itu pada pribadi anda sendiri. Ayo, kita raih semuanya. You Can !! 


love _me_

Rabu, 06 Januari 2016

IMPIAN TERBESAR ? SILAHKAN DATANG !

Lama sekali rasanya saya gak menyapa lewat blog ini. Klise yah kalau saya bilang betapa sibuknya sampai bahkan saya gak sempat menulis. Dan sangat arogan kalau saya bilang saya gak berusaha untuk menyempatkan menulis. alasan paling masuk akal kenapa saya jadi lama sekali gak menulis di blog adalah kemalasan itu sendiri. Saya sedang sangat menikmati peran sebagai ibu, sebagai istri dan sebagai seorang manusia yang memutuskan fokus ke keluarga. Dan sejujurnya, itu memang membuat saya jadi malas menulis.

Berkali-kali saya ceritakan disini, kalau passion saya, cita-cita saya , impian terbesar saya ada di pendidikan anak-anak. Saya cinta menulis, saya bahkan selalu merasa terjun bebas setiap kali menuliskan sesuatu dan menyampaikannya melalui apapun. saya juga sangat jatuh hati pada alam, saya naik gunung sampai lupa pulang, diving sampai lupa mendarat, atau caving sampai lupa bahwa saya bukanlah mahluk melata tapi manusia sejati. Atau yang nyaris tak pernah luput dari hari-hari saya adalah teater, Panggung baca puisi atau sekedar tampil dalam tarian kontemporer. Dalam dunia panggung itulah cinta dan segenap hati saya telah habis terlumat. Namun jangan salah, dibalik 3 dunia itu ada satu dunia yang merangkum hasrat terpendam saya. Dunia yang untuk membicarakannya saya seperti mencecap garam sejuta ton banyaknya, dunia dimana tak ada kata yang pantas untuk saya ejawantahkan demi mendefinisikan kecintaan saya padanya, dan dunia dimana hati saya menggelepar bagai ikan kekurangan air : Dunia Pendidikan Anak. Dan impian terbesar saya ada di sana.

Saya percaya bahwa takdir akan menuntun kita pada suatu kejadian yang tak terelakkan. Seperti saya yang telah menulis novel sejak berapa tahun lamanya, namun enggan mengirim pada penerbit karena merasa belum pantas atau belum memadai. Namun suatu hari, di siang yang terik dan di saat yang tak terduga saya berkenalan dengan salah satu pemilik penerbitan. Perbincangan dan obrolan sampai pada meletakkan visi misi yang ternyata sepaham, dari situlah lantas novel saya terlahir. Rahim yang kita tak pernah bisa memilih, novel saya menjadi anak dari kandungan sebuah penerbit dimana saya tak pernah bisa menentukan ibunya. Itulah takdir, itulah kesepakatan semesta. Saya mengakui dan menerimanya dengan utuh.

Seperti itulah juga Sekolah yang saya impikan. Mati-matian saya gelisah disetiap malam, ketakutan disetiap siang, dan menangis disetiap mimpi. Saya melihat betapa masa depan anak-anak di Indonesia telah tergadaikan oleh kurikulum yang menjadikan mereka sebatas robot penghapal belaka. Kemampuan terbaik mereka hanya pada nilai sepuluh atau IPK tertinggi, tapi melupakan essensi pendidikan itu sendiri. Mereka hebat ketika bisa menjadi yang terbaik dan menjadi tak berarti ketika mereka membantu sesama. Orang tua mendadak memojokkan anak-anaknya untuk ikut les ini itu demi membungkam ocehan semua orang tentang anak-anak kebanggaannya. Perlombaan itu hanyalah sebuah posisi, dimana anak-anak adalah tumbalnya dan orang tua adalah tukang jagal tanpa adab yang normatif.

Saya ingin memiliki sekolah dimana tak ada guru atau murid, semuanya belajar bersama didalamnya. saling mengajari dan saling belajar. Sekolah dimana tak ada yang peduli pada nilai akhir anak-anak, tapi sangat menghargai proses mereka dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Kelas dimana tak ada perintah untuk mengerjakan tugas apa tapi hanyalah ada keputusan dan kesepakatan bersama tentang jenis pelajaran yang akan mereka lakukan hari ini. sekolah dimana tak ada dikte dari guru tentang satu di tambah satu adalah dua, tapi hanya ada tangn terbuka para guru untuk menuntun siswanya mendapatkan hasil dari penjumlahan tersebut.  Saya memimpikan itu setiap saat, hasrat saya lebur dalam sekolah impian itu.

Tapi sekali lagi, saya butuh takdir untuk menjalaninya. Saya mendengar tentang metode montessori sudah sejak tahun 2000. Beberapa sekolah telah menerapkan metode tersebut namun entah karena apa saya enggan mencari tau tentangnya. Padahal tahun itu internet sudah mulai ramah pada masyarakat indonesia termasuk saya. Tapi jari-jari saya tidak pernah tergerak untuk mencari tau tentangnya lebih lanjut. Dan bagaimanapun takdir memang belum menemukan saya dengan montessori kala itu. Beberapa sahabat saya sudah ada yang menjadi guru dan tidak ada satupun yang tertarik menceritakan tentang metode itu pada saya. Tidak ada satupun. Sampai hari itu terjadi, hari dimana saya dikenalkan oleh seorang dokter spesialis anak nan cantik jelita : Trully Kusumawardhani.

pekerjaan suami saya yang seorang reporter majalah tumbuh kembang anak kala itu, memungkinkan dia untuk bersinergi dengan banyak psikolog atau juga dokter anak. Dari sekian banyak dokter anak yang dikenalnya, Ibu TRully ini entah mengapa masuk dalam benak saya. Lucunya adalah, bahkan sebelum saya dikenalkan kepada dokter ini, saya bahkan telah jatuh hati pada sikapnya. Saya ingat betul, suami saya menceritakan setiap karakter narasumber yang ditemuinya setiap malam pada saya, tak terkecuali dokter Trully. Dan entah mengapa, meskipun setiap berita yang dibuat oleh suami saya selalu melahap untuk membacanya, tapi berita tentang dokter trully ini begitu hangat masuk ke hati saya. Ini bukan lebay, tapi saya tau inilah saatnya semesta bicara. Takdir menuntun saya kearah montessori melalui dokter Trully.

Siapa yang bisa menduga, cita-cita terbesar saya ada di metode montessori. Dan siapa yang bisa menebak, saya membutuhkan 16 tahun untuk mencari metode tersebut hingga akhirnya menemukannya melalui seorang Dokter spesialis Anak.

Saya jelas belum jadi expert di bidang montessori, ibu Trully adalah perempuan berjasa besar yang mendukung kebutuhan dan kehausan saya akan ilmu tersebut. salah satu jalan yang menurut saya sangat berpengaruh bagi takdir besar ini adalah langkahnya mendaftarkan saya kesebuah pendidikan singkat tentang montessori. Dan saya harus membungkuk untuk kehormatan tak terkira ini padanya.

Saat ini, saya mulai sedikit demi sedikit menapaki cita-cita dan hasrat terbesar ini. Betapa saya sangat berterimakasih pada lelaki yang terus mendukung saya selama ini, betapa besar hati saya untuk tak henti berterimakasih padanya The real man, Ade Riyan Purnama. Dan entah sudah berapa kali saya sebutkan, namun rasanya tak pernah bisa habis saya berterimakasih padanya , Terimakasih ibu, terimakasih guru saya : Trully Kusumawardhani.

dan terimakasih pada hidup, pada masa yang waktunya memampukan saya untuk terus menjejak. untuk terus bisa bermimpi dan berusaha mewujudkannya. terimakasih.

Love

-Me_