Kamis, 29 Juni 2017

Kamukah suami hebat itu? Jawablah setelah membaca ini!

Selamat Hari Raya Idul Fitri
Minal Aidzin Wal Faidzin
Mohon Maaf lahir dan Bathin


Okey, setelah entah kapan saya rehat cukup lama dari mengisi blog ini, dan entah kenapa sampai akhirnya saya menuliskan postingan ini, selama itu juga saya tidak ada sedikitpun hasrat untuk kembali kesini. Rasanya, blog jadi terlampau tua untuk saya sentuh kembali. meskpun harus saya akui, beberapa hal bisa selesai setelah saya menulis disini. 

Dan apa sih yang sebenarnya membuat saya ingin kembali menulis disini? tentu saja karna kegelisahan. Saya gelisah beberapa pekan ini. Masalalu yang buruk kembali datang dan mengendap-endap menjumpai saya. Miris, sedih, kasihan, dan terutama marah, saat saya menyadari semua hal buruk yang menimpa saya sepuluh tahun lalu tidak juga berubah dan membaik. 

Jadi ada apa? 

Semua berawal dari sebuah rumah tangga. Hubungan suami dan istri yang seharusnya begitu indah, membahagiakan, dengan segudang impian manis dan harapan yang menggebu. Pernikahan adalah gerbang dimana segala bentuk jalinan baru dimulai. Tidak hanya tentang sepasang kekasih yang lantas dihalalkan hukum dan agama, tapi juga tentang kekerabatan dua keluarga dijadikan satu. Mungkin karna itulah, lantas beragam masalah juga ikut muncul dibelakang. 

Siapa sih yang gak ingin keluarganya rukun, tenteram, dan aman sejahtera. Dalam setiap doa di altar resepsi, Sakinah Mawaddah, Warohmah. Meskipun pada kenyataannya, menggabungkan 2 pribadi yang berbeda latar belakang didikan orang tua jelas akan jadi hal yang luar biasa rumit dan sensitif. 

Istri yang sejak kecil selalu di didik untuk menjadi perempuan mandiri, bisa melakukan semuanya sendiri harus berhadapan dengan suami yang telah terdidik sebagai raja agung yang segala sesuatunya harus dilayani. Bisa bayangkan bagaimana kasus ini berkembang kan? Dan bisa reka-reka adegannya? 

Suami yang meminta disiapkan makan dan minum pada istri yang terbiasa melakukan semuanya sendiri. Istri akan menganggap suaminya manja dan malas, sedang suami akan menganggap istri bukan perempuan yang bisa melayani dan melakukan tugasnya dengan baik. Ah, padahal itu cuma masalah kebiasaan saja kan? 

Nah, ini dia maksud saya. Kebiasaan adalah proses yang membentuk karakteristik seseorang di masa depannya. Inilah yang harus kita perhatikan dalam mendidik anak-anak, bagaimana sistem dan konsep didikan bisa sangat mempengaruhi attitude seseorang, dan tentu saja akan menciptakan masa depannya juga. 

Jadi masalahnya apa? 

Beberapa hari sebelum lebaran, saya di tegur keras oleh seseorang yang menuduh saya ikut campur dalam urusan keluarganya. Penyebabnya adalah menurutnya saya telah mengirim bukti otentik pada istrinya perihal kelakuan buruknya di media sosial. Saya kaget, sekaligus sedih. Saya mengenalnya dengan baik, sebab kami berdua saling mengenal sejak kecil. Dan saya sedih, karena di kondisi usia dan proses hidupnya yang sekarang, ternyata dia tidak juga berubah. 

Tapi yang ingin saya bahas disini bukan tentang bukti terkirim tersebut, saya lebih ingin membahas tentang karakternya, sikap dan sifatnya yang seperti nyaris tidak memiliki aturan sama sekali. which is, di balik semua itu dia adalah seorang ahli hukum yang mengaku bergelar sarjana. Makin kentara kan maksud keprihatinan saya? 

Saya tidak akan menyebut siapa orang tersebut, tidak dengan inisial atau namanya. Kenapa tidak saya lakukan? terang saja karena saya memiliki aturan dan attitude. Hidup bukan saja tentang perasaan dan rasio, hidup juga tentang hubungan baik dengan orang lain. 

Gini deh misalnya, saya kenal dengan Ahmad dan Budi, mengenal dengan baik keduanya. Saat Ahmad mencurangi Budi dan saya mengetahuinya, apakah baik bila saya diam saja? Sementara Budi telah berlaku sebagaimana layaknya seorang teman pada Ahmad. Jadi salahkah saya bila akhirnya saya memberitau kecurangan tersebut? Apakah saya salah dalam hal ini? 

Lalu saat Ahmad memarahi saya dengan segala sumpah serapahnya, itu menunjukkan apa? Dia telah dengan telak menghinakan dirinya sendiri, karna secara tidak sadar akhirnya mengakui mengenai kecurangannya sendiri. Dan bagaimana seharusnya saya bersikap? 

Kembali ke karakter, Jika Ahmad memiliki karakter yang baik pertama tentu saja dia tidak akan pernah berbuat curang. Kedua, jika dia terlanjur berbuat curang maka karakter baiknya akan membawanya untuk mengakui dan meminta maaf akan kesalahannya itu. Gampang? Kelihatannya iya, tapi tidak pada nyatanya. 

Lalu apa sih hubungannya dengan pernikahan seperti prolog postingan saya diatas? Yukk kita breakdown lagi, 

Pernikahan itu membutuhkan komitmen, baik dari perempuan maupun lelaki. Konsistensi dan konsekuensi yang jadi temannya, kejujuran dan kesabaran jadi tamengnya. 

Kenapa saya berani ngomong begini? Apa rumah tangga saya sudah sempurna? Tentu saja belum. Tapi saya pernah mengami kegagalan dan kepahitan yang dalam, itu yang membuat saya tau, bagaimana harus menjalani rumah tangga di kesempatan yang kedua ini. 

Ayah dari anak saya pernah mengatakan, bahwa rumah tangga yang saat ini kami bangun adalah istana. Kami adalah raja dan ratunya, karna itu dia tidak ingin melihat saya melakukan pekerjaan ART ( Asisten Rumah Tangga, a.k.a pembantu ). Baginya, posisi saya sebagai seorang istri tentu saja demikian vital dalam hidup berkeluarga. Istri adalah jantungnya rumah, untuk itulah dia begitu telaten memenuhi tugasnya sebagai suami. 

Dalam tulisan ini akhirnya saya menyadari satu hal, bahwa seorang lelaki tidak hanya di butuhkan rasio untuk berlaku benar dan bijaksana, tapi juga diperlukan kejelian dan kematangan hidup. Tidak selamanya kita benar, dan andaipun kita benar, tidak selamanya orang diseberang kita salah. 

Seorang Istri, bukan manusia yang kau beli dengan mahar untuk bisa dijadikan budakmu semata. Dia adalah perhiasan, maka perlakukan dia lebih mulia dibanding smartphone, motor, atau bahkan benda kesayanganmu lainnya. Istri adalah perempuan yang mendidik anak-anakmu, dimana kelak mereka yang anak menopang kehidupanmu nanti dimasa tua. Di tangan istrimu, kehidupan dan segala urusan duniamu akan lancar. Maka berterimakasihlah, wahai kau yang merasa telah sempurna sebagai suami. Engkau, tak lain dan tak bukan hanyalah seorang lelaki biasa jika tanpa istri hebat di sampingmu. 

Seorang suami, bukanlah manusia yang dengan pongah dan angkuh berhasil membawa perempuan dari orang tuanya untuk dijadikan koki dan tukang pel dirumahmu. KAu juga bukanlah pemberi rizki, sebab jangan lupa, Tuhan telah menitipkan Ridhonya pada suami atas doa Istrinya. jangan pernah lupa, Rezki yang kau hasilkan dari pekerjaanmu diluar, tak lain adalah sebab istrimu telah dengan rela susah drumah mengurus semua keperluanmu tanpa pernah cerewet padamu. 

Postingan ini, hanya berlaku untuk lelaki-lelaki yang masih belum menyadari rendahnya kualitas mereka sebagai suami jika masih terus saja menghinakan istrinya dnegan kelakukan curangnya. Postingan ini tidak berlaku bagi suami-suami yang telah dengan santun menghormati istrinya dan menjadikan mahkota keluarganya lewat budi pekertinya yang baik pada pasangannya. Postingan ini, terutama tidak berlaku untuk suami saya, yang telah dengan luar biasa mendidik saya menjadi perempuan yang terus merasa sempurna karena menjadi istrinya. 

#Suamiistri #Pernikahanbagahia #suami #istri #pasangan #karakter #pendidikankaakter