Rabu, 06 Juni 2012

Dia, seseorang itu.

selamat pagi menjelang siang. selamat hari kamis. selamat menempuh jam-jam yang berputar layaknya pak tua yang jongkok menunggu waktu.

ada seseorang yang mengatakan pada saya, jika kita makan dan tidak menyukai menu makanannya, maka kita bisa mencari menu lain. yang harus kita lakukan adalah mengubah menu dan bukanlah justru menolak makan. karna dalam hidup, akan selalu ada harapan. salah satunya diwakili oleh menu makanan yang beragam. akan selalu ada harapan, sekalipun berjuta menu tidak kita sukai, akan ada banyak menu yang kelak bisa menjadi pilihan. maka berharaplah terus.

seseorang yang mengajarkan saya tentang menu makanan itu mengajarkan pula tentang menyikapi rasa sakit. bagaimana kita seharusnya berlaku jika telah menuai sakit pada suatu waktu. hal yang saya ingat adalah ketika saya nangis sesenggukan dan dia tiba-tiba menyeret saya naik ke roof di lantai 27. saya yang memang menyukai hal-hal berbau tantangan merasa biasa ketika sampai di roof itu. sakit itu masih ada, dan bekas tangisan masih terasa. tapi tidak ketika dia menunjuk ke satu titik, dimana sayamelihat begitu banyak kemungkinan yang terjadi dari roof yang saya pijak. betapa luas daya jangkau mata saya menatap titik yang dia tuju. yang dia tunjuk, dan ketika dia mengucapkan kalimat " pemandangan itu hadiah buat kamu yang udah berani melihat seribu kemungkinan sebelum mencapai titik itu" saya lantas lupa, amnesia pada kesakitan saya yang masih terasa  di menit lalu, bukan, bahkan didetik yang sebelumnya. seseorang itu, dia, begitu pandai membuat saya menjadi memiliki harapan lagi.

seseorang itu, yang mengajarkan tentang menu makanan dan melihat kemungkinan dari roof di ketinggian lantai 27 mengatakan juga pada saya, bahwa setiap manusia memiliki tanggung jawab atas takdirnya masing-masing. tidak ada yang bertanggung jawab atas takdir orang lain ataupun sebaliknya. takdir saya, takdirnya, takdir mereka, semuanya telah memiliki mandataris langsung kepada si empunya takdir. lantas mengapa saya harus pusing memikirkan takdir orang lain hanya karena perasaan bersalah berlebihan atau mangkel yang tidak berkesudahan. lantas mengapa kadang saya merasa tidak puas karna Tuhan terlampau baik memberi takdir pada orang lain, dan bukan saya. seseorang itu, mengatakan " takdir tidak pernah mempermainkan kita, yang erjadi adalah kita yang main-main dengan hidup kita setelah takdir terjadi" . takdir tidak lantas terjadi karna kita tak berdaya dan putus asa, justru sebaliknya, takdir menunggu kita untuk berusaha, membeprbaiki dan menjadikan harapan menjadi keputusan bernama takdir tersebut. takdir adalah kaca benggala terjujur dari sebuah kegigihan yang diberi nama usaha. takdir, bukan memutuskan, justru dia memberi harapan.

dia, seseorang itu, yang mengajarkan tentang menu makanan kemudian melihat seribu kemungkinan dari roof serta mengatakan bahwa takdir adalah nama lain dari harapan juga mengatakan kepada saya : " dalam hidup, ada dua hal yang terbesar. yaitu cinta dan kematian." dan seseorang itu, yang begitu saya cintai, yang begitu saya banggakan, yang begitu saya harapkan, telah mengajarkan keduanya. sebelum kematiannya, saya menyadari banyak hal diluar tiga hal mendasar diatas. banyak hal tersebut, adalah cinta yang dia berikan.dan banyak hal tersebut yang menjadikan saya menyadari, bahwa harapan datang juga bersama kematiannya. kadang orang menilai saya adalah sosok yang tidak bisa melihat kenyataan, saya selalu berharap bahkan pada hal yang tidak mungkin sekalipun. saya hanya bisa mengatakan bahwa ini semua adalah bagian dari takdir yang datang bersama keinginan terbesar saya : menjadikan harapan kenyataan.

dia, seseorang itu, yang menjadikan saya mampu menapaki hidup hingga dititik ini, adalah dia seorang yang begitu mampu menahan banyak perih dengan tersenyum. sebuah ekspresi yang paling sulit untuk dijabarkan. dia akan lebih menyukai tersenyum daripada tertawa, akan lebih menyukai gerimis ketimbang hujan, lebih menyukai berjalan ketimbang berlari, dan lebih merasa nyaman dalam diam dibanding berkelebat. dia, seseorang itu ternyata memiliki nama, dan nama itu yang selama ini ternyata ada dalam setiap doa saya. namanya. seseorang itu.

2 komentar:

  1. asiiikkkk.......
    untukmengungkap begitu mahalnya nilai kesederhanaan, ternyata butuh narasi dan cerita ygpanjang... tp itu yg mengasikan pada dirimu ketika hendah mengungkapkan sebua ide atau pemahaman...
    "kesederhanaan".... telah menjadi barang langka dan mahal, eksotik dan antik. kuno dan tak menarik. itu yg terjadi,... maka ketika di tanyakan pada seribu orang sipa yg mau hidup sederhana? tak satupun unjuk jari, ditanyakan pada sejuta orang, mungkin baru ada satu yg tunjuk jari, itupun orang yg sudah mulai sekarat.
    kehirup pikukan, idiologhi matrilaisme, faham kebendaan, telah mengubur seperangkat material kesederhanaan, maka sulit untuk menemukannya.
    keakuan, kedirian, sombong, takabur, ujub, ria adalah pernik-pernik hiasan yg sudah menggantikan peran kesederhanaan. tumpukan rasa bangga pd diri sendiri dan menfikan kelebihan orang lain adalahjalur utama yg merobohkan kesderhanaan.
    asik, sekali asik...kamu masih peduli untuk menuliskan hal seperti diatas....
    sukses buat kamu....

    BalasHapus