Senin, 03 November 2014

Dunia Politik Dunia Bintang.

" Dunia politik dunia bintang, dunia pesta pora para binatang. " 
Iwan Fals. 


Lirik lagu diatas rasanya cocok untuk menggambarkan kondisi politik negara kita saat ini. Porak poranda, pesta pora. Belum usai. Dan terus terulang, rakyat yang jadi korbannya. Hanya saja kali ini, Rakyat mulai ikut ambil bagian sebagai pelaku kerusakan. Tentunya dibantu oleh sistem luar bisa bernama media sosial. Aplaus meriah untuk Zukerberg, Dorsey, Morin, Systrom dan Krieger, juga beberapa nama-nama lain sebagai penemu banyaknya jejaring sosial akhir-akhir ini. Dan indonesia, semelek apapun masyarakatnya terhadap internet masih saja tetap gagap akan keadaan ini.
Saya bukan siapa-siapa, bukan pengamat politik yang pandai membaca manuver demi manuver panggung politik, juga bukan ahli tata negara yang terus mencoba mengamati bagaimana pemimpin negeri ini mengatur dan membenahi negaranya. Saya cuma seorang ibu rumah tangga, dengan 2 orang anak. Dan saya penulis. Jadi inilah yang bisa saya lakukan.

Sejujurnya, sejak dahulu saya benci politik. Terutama politik Indonesia. Entah dengan negara lain, tapi saya merasa politik di Indonesia tidak hanya kacau dan busuk melainkan sudah masuk dalam ranah menjijikkan. Tapi kemudian Inay ( almh Sahabat terbaik saya ) mengingatkan, dalam hidup kita harus selalu menggunakan politik. apapun ada politiknya, berteman, tidur, makan, bahkan -maaf- buang air pun ada politiknya. Makan misalnya, kita harus menggunakan politik agar nasi yang kita ambil bisa habis bersamaan dengan lauk yang ada di piring kita. Sehingga kita tidak perlu mengambil kekurangan nasi/ lauk ditengah proses makan itu. Hal sekecil ini, akhirnya mampu menyadarkan saya. Mau tak mau, suka tak suka, hidup kita sudah terjebak dalam suatu  medan perang bernama politik. Maka selayaknya dinikmati saja. 

Saya saat ini bersuai 28 tahun, usia yang sangat belia untuk sok tau tentang politik. Saya pasti diketawain banyak orang setelah memposting ini. Tapi saya gak peduli, sejak awal blog ini kan memang saya tujukan sebagai tempat sampah hati saya. Membuang sebal dan kekacauan pikiran. Saya selalu  merasa lega jika sudah menulis disini. 

Indonesia mengalami perang besar dengan bangsanya sendiri. Perang egosentrisme, dimana semua orang merasa berhak untuk mengatakan tentang haknya tanpa mempedulikan hak orang lain. Dan jika ada yang tidak sejalan dengan pemikirannya : Tendang! Indonesia, terutama masyarakatnya lupa untuk kembali ke diri awal negara besar ini yaitu Bhineka Tunggal Ika. Sejak dahulu, awal terbentuk negara ini memang keberagaman, perbedaan dan persatuan. Kita terdiri dari jutaan pulau yang tersebar dan di pisahkan lautan maha luas, kita terbentuk dari miliaran suku dan etnis juga adat yang jelas berbeda satu sama lain. Lalu, sekarang kemudian kita terpecah membelah hanya karena 2 perbedaan : Koalisi Merah-putih dan koalisi Indonesia hebat. Ada apa ini?!

Semua masyarakat, dari mulai sahabat saya, teman dekat, kenalan, om, tante, kakak-adik, ayah-ibu, semuanya berperang dengan saudara yang berbeda paham. berbeda pilihan. Ada kalimat yang bikin saya jengkel setengah matai : " Kita begini, karna pemerintahnya lebih-lebih. Pemerintahnya menstimulus kita untuk saling membenci. Masing-masing koalisi mengirimkan manuvernya dan membuat pendukungnya saling membenci satu-sama lain. "

Helloooo, ingat saya dulu pernah bilang Bahwa : Objektifitas adalah Subjektifitas+subjektifitas. Semua pendapat objektif itu hanyalah kumpulan kesepakatan bersama dapi pendapat subjektif beberapa orang yang merasa sepaham. Mau contoh konkritnya ? yuukk saya kasih tau :
Gelas misalnya. Siapa yang sepakat bahwa tempat minum kita yang berbentuk cekung dan memanjang keatas itu bernama gelas? apa itu muncul dengan sendirinya? Jelas tidak. Kesepakatan penyebutan tempat minum hingga di sebut Gelas melalui proses pengumpulan pendapat satu-satu manusia. Yang biasa kita sebut dengan pendapat subjektif. Kemudian ketika pendapat-pendapat subjektif itu mulai terkumpul dan tersepakati, maka jadilah pendapat objektif yang mengatakan bahwa benda tersebut bernama gelas.

Apa urusannya dengan politik kita? Ya itu tadi, bahwa kita ikut ambil bagian dari perpecahan ini. Bahwa sebab kita mau saja di pecah belah dan ikut pendapat subjektif dari satu-satu orang di masing-masing koalisi akhirnya membuat pendapat mereka absah dan di sepakati bersama. kemudian perpecahan itu muncul, lantas kita lari dari tanggung jawab dengan melemparkan sebab itu pada orang diatas kita. Sama hal nya dengan korupsi. Kita di bawah teriak-teriak korupsi ini itu, tapi kita sendiri secara gak sadar melakukan hal yang sama. Kita ketilang dan lebih milih bayar ditempat, kita urus BPJS aja lebiih milih nitip ke orang, kita urus sekolah anak kita aja malas menunggu lama dan memilih membayar lebih demi cepat selesai. Apa itu namanya? selain kita mendukung adanya tindak korupsi, kita juga sebenarnya telah melakukan hal yang sama. Podo wae sami mawon.Kasus hukum pun begitu, Maskapai yang tidak representatif diteriaki suruh ditutup, tapi kita tetep aja make jasanya ketika butuh armada untuk transportasi. Kita sebal karena salah satu provider sinyalnya jelek, tapi tetep aja bertahan menggunakannya. Ya mau bagaimana itu semua bisa tuntas kalau kita mendukung kok keburukan itu.

Kita itu harusnya kompak, saling mendukung dan saling menerima. Koalisi merah putih harus menerima dan mendukung Presiden Joko Widodo dalam pemerintahan 5 tahun kedepan. Pun begitu sebaliknya dengan Koalisi Indonesia Hebat, ayolah untuk menerima dan mendukung pimpinan kabinet di parlemen. Dan kita sebagai masyarakat dibawah mereka, gak perlu sok tau dengan menelaah ini itu yang justru lantas ikut dalam kancah perseteruan. Bikin panas suasana. Ini era dunia cyber, tapi belum tentu kita menguasai cyber. Jadi inget kasus Ahmad dhani tentang sumpahnya -maaf- Memotong kelamin jika orang yang didukungnya kalah. Ngeri banget lihat para pendukung dari halaman seberang meminta sumpah itu terlaksana. PAdahal, mereka itu gak menguasai twitter, medsos dimana sumpah itu keluar melalui akun milik Dhani. Saya aja yah yang bukan IT, ngerti kalo itu cuma photoshop. Cuma editan. Tapi saat itu percuma ngasih tau mereka, mengingatkan bahwa mereka sudah jahat memfitnah orang. terlepas dari sejujurnya saya secara pribadi kurang sreg dengan Dhani sendiri. Juga tentang abang tukang sate itu. Para pendukung Prabowo lantas ambil bangian dengan mencaci maki penangkapannya, padahal si tukang sate itu memang salah kook. Dia jahat loh dengan mengedit foto begitu. meski kita semua tau itu gak benar, tapi tetap saja itu hal jahat. Pak presiden harusnya kita hormati, kita lindungi dan kita dukung supaya hidup kita sejahtera. Bukan dengan terus mencari kesalahannya meski kita gak memilih dia saat pemilu kemarin. Mana ada sih manusia yang sempurna. Rasulullah saja beberapa kali di tegur Allah karena kesalahannya kok.

Belajarlah jadi manusia yang bijaksanasini, bisa menyaring semua informasi dan memfilternya untuk mengambil yang baik saja. Belajarlah untuk tepo seliro dan gak ikutan ngomporin suasana makin panas. Toh kita gak ada untungnya dengan begitu. Gak akan bikin hidup kita sejahtera. Terima apa yang ada dan berbahagialah dengan itu semua. disitu letak kesejahteraan yang sesungguhnya.

-Love-

Ami. 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar