Kamis, 20 November 2014

Setahun Perjalanan Kami

Pagi ini 21 November 2014, adalah hari dimana saya diwisuda sebagai perempuan. Hari dimana saya baru bisa berani bilang : Ya, saya seorang ibu. Hari dimana anak kedua saya Arior, genap berusia 1 tahun. Selamat ulang tahun nak. Doa mama di nadimu.

Saya adalah ibu dari 2 anak manis dan sangat pintar. Yudith Airin Puandira ( Perempuan, 6 tahun ) dan Muhammad Arior Kaisar Purnama ( Lelaki, 1 tahun ). Airin dan Arior tumbuh dengan gemilang dan baik. Saya bersyukur bisa melewati tahap berat dalam hidup saya. Bersyukur karna akhirnya saya mampu di posisi sekarang dan tersenyum melihat semua hal yang sudah saya lewati di belakang sana.

Airin dan Arior, memiliki perbedaan besar yang kerap kali terus saya takjub dan mensyukurinya. Seperti yang sudah pernah saya tuliskan di 2 postingan saya sebelum ini, bahwa Airin adalah tipikal anak sangat pendiam dengan bakat seni yang tak pernah mampu saya ejawantahkan. Sedangkan Arior adalah lelaki super aktiv dengan kemampuan membaca situasi tinggi. Juga dalam mendidik keduanya, saya jujur lebih puas mendidik Arior.

Airin adalah anak pertama, cucu pertama dan kehebohan pertama dalam keluarga besar saya. Dari mulai proses melahirkan, sampai kelahirannya ( Saya mengalami SC / biasa disebut Operasi Caesar ) Airin mendapatkan pengawalan penuh dari keluarga besar saya dan suami. Saat Airin menangis, bahkan bukan suami saya yang akhirnya pertama kali memegangnya, tapi mertua saya, kemudian orang tua saya baru suami saya. setelah itu bergiliran para bude dan pakde kemudian baru saya. IMD yang saya lakukan terhadap Airin nyaris buyar sebab para orang tua tersebut gagal paham apa itu IMD yang akhirnya merasa kasihan pada Airin dan nyaris mengambilnya dari dekapan saya. Belum lagi setelah itu, dua minggu pertama pasca kelahiran Airin, ibu saya juga mertua perempuan saya nyaris tidak pernah memberikan Airin pada saya kecuali saat menyusu. Semuanya mereka yang melakukan mulai dari memandikan, memijat hingga menidurkan. Saya kemudian hanya berfungsi sebagai ibu susuan yang selalu balik badan sembari ngedumel karna sebal tak mendapat jatah menggendong. Meskipun saya tetap memiliki masa Quality Time berdua Airin setelah dia berusia 1 tahun keatas, tapi waktu yang hanya sedikit itupun masih terus direcoki sana sini. Saya sebal dan meradang. Saya butuh waktu berdua anak saya dan memandirikan diri.

Pengalaman hamil kedua, saya kabur dari rumah Ibu dan mertua saya. Berdua suami kami mencari rumah yang jauh dari keduanya. Pengalaman anak pertama membuat saya belajar bahwa saya harus benar-benar tegas jika ingin seutuhnya jadi ibu. Bulan pertama hingga akhir kehamilan saya lewati hanya berdua suami. Saya melakukan aktivitas padat dan sehat dengan sangat mandiri. Betapa saya merasakan kenikmatan saat muntah-muntah di pagi hari dan hanya suami saja yang memijat tengkuk tanpa perlu mendengarkan opsi sana sini dari para orang tua. Betapa lega tubuh saya berjalan dan beraktivitas tanpa perlu di ganduli gunting, silet dan peniti karna ketakutan leluhur pada kuntilanak yang mengincar janin di dalam perut saya. Betapa bahagianya saya bisa pulang jam 2 pagi bersama suami karna masih beraktivitas padat tanpa perlu omelan sebab kandungan saya nantinya kena sawan ini itu dari mahluk-mahluk astral. Masa kehamilan kedua saya, dilewati dengan kemandirian super tinggi. Saya puas akan itu.

sehari sebelum kelahiran Arior, saya dan suami masih mengunjungi daerah Senopati untuk belajar cara pijat bayi oleh pakar urat bayi dan dokter spesialist anak. Hari itu memang terasa jauh lebih melelahkan di bandingkan perjalanan di hari lain. Perut terus kencang selama dalam kemacetan di Piere Tendean kemang. Sampai rumah saya di Menteng, perut semakin terasa mulas. Malam hari sebelum tidur, saya dan suami membereskan baju-baju Arior dan merapihkannya di Lemari. Tepat pukul 12 malam, saya tertidur untuk kemdian terbangun 3 jam kemudian karna pecah ketuban. Berdua suami, kami datangi RSCM dan melakukan persiapan Operasi. Tanpa memberitau siapapun. Hanya berdua saja. Saya mempersiapkan mental sendiri, berdoa sendiri, sementara suami mengurus administrasi dan kelengkapan operasi bersama para dokter yang juga sendirian. Saat itu saya yakin, inilah ujian terberat saya yang kelak akan mematangkan saya menjadi seorang ibu sepenuhnya.

Setelah Arior lahir, barulah suami memberi kabar kesana sini, dan saya saat itu sudah memegang Arior untuk memberikan Asi pertama sembari tersenyum puas. Inilah anak saya, anak yang langsung menemukan kulit saya untuk dia dekap. HIngga 3 hari setelah melahirkan dan kami pulang sendiri ke rumah, saya pun mendapati pengalaman pertama memandikan bayi semerah itu. Saya terharu saat berdua suami harus membersihkan tali pusat yang belum lepas, saya geli sendiri saat tengah malam Arior menangis karna mengompol. Dan setelah seminggu pasca melarikan, saya dinobatkan sebagai ibu tunggal sebab suami saya mulai bekerja dan saya hanya berdua Arior tanpa dibantu siapapun. Tanpa siapapun.

Dengan luka jahitan yang masih basah saya mengurus Arior dengan kemampuan yang saya miliki. Saya memijit dia sendiri, saya bernyanyi sendiri, saya menyusui sendiri. Semuanya sendiri. Arior adalah anak saya, yang saya urus sejak bayi tanpa bantuan siapapun. Tanpa siapapun.

Kepuasan mengurus anak itulah yang menjadikan Airin dan Arior berbeda. Airin bagai hadiah untuk keluarga besar kami, dia dimanjakan sana sini meski saya melihat Airin tak menyukai itu semua. Sedangkan Arior, adalah hadiah untuk sikap teguh saya memegang prinsip kemandirian, dia adalah diksar saya dalam mentasbihkan diri sebagai ibu.

Pagi ini, saya menatap Arior yang masih pulas tertidur sebab kemarin baru saja kami ajak mengunjungi Festival Budaya Anak Bangsa. Saya melihat Arior tumbuh sempurna dengan bahagia. Setahun ini, saya telah melewatinya dengan luar biasa. Pengalaman berharga yang tidak pernah bisa saya ganti dengan apapun. Kelak, kita akan melewatinya dengan terus bersama nak. Kita akan terus bersama. Selamat Ulang tahun. Barakallah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar