Minggu, 11 Desember 2011

obrolan pagi

" semua itu milik Allah, termasuk diri kita sendiri "

kawans, adakah dari kalian yang sudah mencapai pengertian diatas dan mengaplikasikannya? jika ada, tolong dong bantu saya sampai saya bisa seperti kalian. saya menyadari, bahwa semua yang saya punya, bahkan diri saya sendiri itu bukan milik saya, Tapi milik ALLAH semata. saya sadar banget itu, tapi terkadang, ketika sesuatu yang sangat saya sayangi hilang atau diambil orang lain, rasa sakit saya akan terus-terusan menumpuk. saya sadari kalau saya masih jauh dari ikhlas dan sabar. saya masih belajar.

terkadang saya lupa kalau saya itu cuma manusia. saya merasa bertanggung jawab atas kebahagiaan semua orang. saya merasa saya mampu melakukan semua itu. padahal, setiap orang punya takdirnya masing-masing. dan mereka, harus bertanggung jawab atas hidup mereka sendiri. tapi saya kalap, selalu ada kata "tapi" dari hal yang seharusnya sudah titik oleh Allah. pada akhirnya, saya akan selalu membantah.

saya adalah tipe perempuan yang sangat perfeksionis di tunjang dengan melankolis dramatis. sebuah watak yang akhirnya membuat saya pusing sendiri. oke, begini saja. jangan pernah ceritakan pada saya pengalaman hidup kalian yang pahit pada saya, karna setelah itu, saya bisa tidak tidur berhari-hari untuk memikirkan dan meratapi nasib kalian. #tepukjidad#

seperti beberapa hari lalu, saya bersama anak saya. ketika tiba-tiba anak saya berkata " ma, jangan kerja terus dong " saya langsung sensi. saya langsung berniat berhenti bekerja dan ingin total mengurus anak saya. padahal, saya juga sebenarnya tau, dia mengatakan hal itu bukan melarang, tapi hanya memprotesnya. saya juga sebenarnya tau, anak saya tidak memiliki tendensi apapun ketika mengucapkan itu. tapi, saya tetap sensi. saya jadi sangat takut menghubungin anak saya, karna saya takut pada akhirnya saya menyerah pada setiap permintaannya.

saya ini cuma manusia yang banyak sekali kekurangannya. saya sempat berfikir, seperti apa jadinya saya kalau saat ini saya memutuskan berhenti berusaha dalam hal apapun. saya juga berfikir, jika seseorang sudah memutuskan untuk tidak lagi berproses, maka tubuhnya tak lagi berbeda dengan mayat. tak memiliki vitalitas dan ambisi untuk mengejar sesuatu. mati. kiamat kecil.

dan sekarang saya juga berfikir, ini saya lagi ngoceh apa di postingan kali ini? kok terbang-terbang gak jelas rimbanya? kenapa saya jadi lost control dan kurang memahami tujuan dari tulisan sendiri. oke, stop. dan ingat, kita menulis sesuatu yang berarti untuk dibaca.

tentang orang tua dan anak. saya ini berada di posisi tengah. artinya, saya sedang mengalami dua hal tersebut. saya adalah orang tua, dan saya juga seorang anak. multy position dalam hidup saya memaksa saya untuk kembali beradaptasi dari nol. saya ingin anak saya mendapatkan yang terbaik, seperti saya juga ingin saya pun begitu. Tuhan itu punya skenario yang jauh lebih luar biasa dari skenario penulis manapun. yang saya percaya hanyalah satu, kita hanya diperintahkan untuk berusaha. masalah eksekusi bukan ranah kita lagi.jangan pernah mencampuri hal yang sudah menjadi urusan Tuhan. jangan pernah.

apa yang kita petik adalah hasil dari apa yang kita tanam. karna itu, apapun yang saya terima saat ini, saya hanya bisa mensyukurinya tanpa perlu mengaduh kesakitan. seperti jika anak saya membuat ulah? saya ingin marah, memakinya, atau segala bentuk emosi yang lain. tapi terpikir lagi, kenapa bisa seperti ini. kenapa dia sampai sebegitu membuat saya marah? apa yang membuatnya begitu? harus ada alasan pula dari kemarahan saya padanya, dan kenakalannya pun pasti ada latar belakangnya. anak, hanyalah replika dari orang tuanya.


ada seorang ibu menangis-nangis bercerita pada saya, bahwa anaknya tidak lagi menghormatinya. tidak mau diatur, tidak mau diarahkan. saya balas bertanya, kenapa bisa begitu? dia jawab : tidak tau. saya heran. bagaimana seseorang ibu bisa memberikan jawaban berupa " tidak tau " pada sebuah pertanyaan tentang anaknya sendiri? apa yang terjadi pada hungan bilateral antara ibu dan anak itu sehingga ada ketidak tauan antara mereka berdua.

jangan pernah memberikan justifikasi pada anak kita, hanya karena kita merasa berhak atasnya, karna kita orang tuanya. jangan pernah memenangkan ego kita sebagai orang tua hanya karna merasa kita tak pernah salah. anak adalah cermin, bertanyalah. mengapa anak begitu? apa yang kita lakukan sehingga dia bisa begitu? berkacalah dengan baik. jangan buruk wajah maka cermin yang dibelah.

jadilah orang tua yang bijak, saya pun belum ada di taraf itu. tapi setidaknya saya takut. saya takut setiap kali ingin memutuskan dimana letak kesalahan anak saya. karna bagaimanapun juga perkembangan anak terletak di sistem kita mendidiknya. jadi? perkembangan anak kearah mana, adalah gambaran dari bagaimana kita mendidiknya. salahkan saja diri sendiri jika anak berbuat onar. berarti kita mendidiknya dengan keonaran. jika anak berbohong, berarti kita mendidiknya dengan kebohongan.

kawans, ada begitu banyak hal di luar sana, yang harus anak kita gali. tugsa kita, hanyalah menjaga titipan Allah. anak bukan milik kita, tapi milik Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar