Sabtu, 18 Agustus 2012

Subtansi dan Romansa.

Substansi temans. Subtansi memenuhi hari saya. Masalahnya, apakah substansi? mari kita bahas bersama.

Jadi, saya lagi terjebak romansa. Ceritanya nihhh, saya punya pacar baru. Orang nya lucu, pinter, baik, dan pas. Yang jelas dia laki-laki. Nah, disini yang saya bilang substansi memenuhi hari saya. Sejak punya pacar baru, saya gak peduli sama teori apapun. Bahwa kehati-hatian dan sikap mawas diri diperlukan dalam mengambil tindakan apalagi yang menyangkut perasaan. Si pacar baru ini, membuat saya melihat dunia dari segi yang beda. Just let it flow. Itu konsep hidupnya. Saya ketularan santai, ketularan jadi pribadi yang gak keberatan beban. Ibarat air, saya gak membawa kotoran apapun, atau gak membawa garam apapun. Massa saya ringan. Aliran saya santai tapi beriak. Bergelombang.

Berbeda sama banyaknya kejadian yang mengiringi langkah saya dan mungkin beberapa orang disekitar saya. Hidup itu kan mesti berproses ya. Baiklah, sekarang saatnya saya ceritakan satu hal yang bikin saya jatuh cinta setengah mampus sama dia. Proses.

Kami tidak melewati proses. Skala nya 0 persen. Saya ketemu, sebel sama dia, terus kenal, terus tau dia pinter, terus kangen, terus sayang, terus nabrak. Selesai. Masalahnya, sampe sekarang akibat dari tabrakan kami itu membawa banyak perubahan dalam hidup saya. Negatif atau positif? gak tau deh, yang jelas saya berubah. Toh persepsi kan tergantung selera masing-masing. Bagi saya, perasaan itu gak bisa di prediksi. Tapi juga mesti di atur. Jangan sampe kelewat batas. Jangan sampai berlebihan. Jangan sampe salah niat. Sejauh ini, saya masih menyayangi dia karna Allah memang menciptakan dia untuk disayang. Tidak lebih dan semoga akan terus seperti ini.

Oke. Jadi ada masalah apa? Tiket. Tiket membuat saya berfikir banyak tentang si pacar. Banyak sekali.

Saya kan asli kampung . Purwokerto. Lebaran, adalah waktu dimana orang-orang urban macam saya merasakan hawa magis dengan pulang kampung. Padahal ya, selain lebaran pun kalau saya mau pulang kampung sih pulang aja kali. Tapi esensinya beda dong. Ada yang sakral di hari lebaran, meski dilarang mengkultuskan hari itu ya temans. Tapi akui deh, lebaran kan emang punya nilai yang lebih tinggi dibanding hari lainnya. Nahhhh, ceritanya nih, saya mau pulang kampung dan gak punya tiket. Di sini, pacar saya mendadak muncul bak superman. Lebih heroik dari segala macam super hero di dunia marvel.

Tau kan gimana crowded nya antrian tiket waktu lebaran. Menjelang puasa aja tiket kereta udah gak tau pada moksa kemana. Tiket pesawat tingginya melebihi terbangnya pesawat itu sendiri. Makin lama saya merasa makin gak bisa menjangkau untuk menyentuh tiket-tiket itu, baik secara financial maupun fisik.

Saya - yang niat mau bawa pacar pulang ke kapung - tercetus ide untuk bawa mobil pribadi, Konvoi bareng bos di kantor yang kebetulan rumahnya hanya berjarak tempuh satu jam dari kampung saya. Jadilah pembicaraan dan rencana konvoi kami bicarakan. sampe akhirnya keluarlah pemikiran tentang kondisi fisik saya dan pacar yang bakalan capek banget kalo bawa mobil pribadi. Segalanya kembali ke titik awal. Tiket. Saya cuma meringis waktu membayangkan antrian yang bakalan saya hadapi guna mendapatkan tiket itu.

Tapi entah datang karena rejeki atau memang pacar saya yang luar biasa bersemangat buat dapetin tiket pulang kampung mendadak ngabarin ada 2 tiket di Lorena. Saya sontak melejit senang dong. Lorena termasuk armada yang handal dan nyaman, sedikit berkelas namun tetap terjangkau. Saya jingkrak-jingkrak kesenangan, tapi kemudian cengo waktu pacar saya ngelanjutin kalimatnya " tapi aku harus ngambil itu di kalideres". aw.aw.aw. sesungguhnya kawans, betapa saya menyayangi si pacar, tak ingin membuatnya susah dan menderita dengan jadi kekasih hati. tapi apa mau dikata, pulang kampung harus terlaksana. akhirnya saya meminta pacar untuk mengambilnya ke kalideres. dan : DIA MAU !!! dia mau saudara. bahkan dalam kalimatnya dia menambahkan kata " Never mind" yang bikin saya terharu dan berkaca-kaca. saya tak salah menentukan pilihan.

Saya pulang malam ini. malam pertama setelah sholat ied. jadi, saya lebaran di Jakarta. tanpa anak saya, tanpa keluarga saya. sendirian. sepi. mencekam. membuat gelisah. saya gak pernah merasa sedingin pagi tadi. ketika dengan langkah pelan saya ambil air wudhu dan mengingat tahun lalu, rekaman pelan datang dalam bentuk mozaik. pecah-pecah dan berhamburan. saya sibuk memungutinya satu-satu, seakan tak rela meninggalkan sedetik kenangan tahun lalu. sesuatu yang ternyata tetap tak mampu tergantikan oleh apapun. Pagi tadi saya tak hanya menitikkan air mata. tapi berwudhu dengan tangisan. entah mana tetesan air wudu, mana yang tangisan. entah mana kesucian, dan mana yang penyesalan. saya sesenggukan diantara isakan yang nyaris tak terdengar. betapa keluarga telah memberi arti yang begitu dalam tentang makna lebaran. dan saya begitu sepi di sini. tanpa siapapun.

Postingan ini sebenernya udah saya siapkan beberapa hari menjelang lebaran. tapi mendadak hari saya memadat dengan banyak jadwal yang bolong-bolong disana sini. saya terpaksa sementara menafikan paragraf sebelumnya yang sudah terlanjur saya rangkai. pada akhirnya, ini tetap akan terposting meski dengan konsep acakadut tak jelas. tapi inilah subtansi. inilah jalur yang saya lewati beberapa hari belakangan ini. kalau ditanya apa yang saya dapet Ramadhan taun ini, saya cuma bisa geleng-geleng kepala. saya gagap. saya merasa imbisil karna melalui Ramadhan tanpa sesuatu yang istimewa. Sibuk bekerja dan sibuk menelaah perasaan sendiri, sampai merasa biasa ketika melakukan sholat taraweh atau sahur tengah malam. kebiasaan gak tidur saya menambah deretan 'biasa' bagi jelang lebaran kali ini.

Ternyata sepi itu gak enak. saya ingin pulang. secepatnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar