Kamis, 09 Agustus 2012

Menjemput Sore

Hey, apa kadabra semua. Lumayan lama yah saya gak mengunjungi blog ini. Lagi di bully sama bnyak sekali kewajiban nih. Puasa gimana? lancar kayak jalan tol atau macet kayak jalan semut yang ditaburin gula? I hope yang pertama ya cyinn...

Sore tadi, saya di telpon temen lama. Beneran lama banget karna nyaris lebih dari 10 taun saya gak ketemu dia. Lebih dari 10 taun saya gak denger kabarnya. Mendadak dia telpon dengan suara yang sangat saya hafal ( Herannya, suara dan logatnya beneran kerekam di ingatan saya, meski kita sebegitu lama nya gak ketemu ), kalians tau kawans, saya teriakan dong itu di telpon. Mulai dari kaget sampai mengumpat, mulai dari sayang-sayangan sampai hina-hinaan keluar semua dari mulut saya. Ingatan perlahan mengembara kesana-kemari. Saya balik lagi jadi anak kecil yang asyik main halma juga ular tangga bareng dia, atau asyik kagum sama tetangga kompleks yang udah kuliah dan gantengnya nyaingin Johny Deep. Saya mainan kenangan lagi, sama temen saya yang mendadak muncul tanpa di duga itu. Padahal saat itu, didepan muka saya beneran lagi banyak banget rapat panjang dengan banyak hal yang mesti diselesaikan. Damn!! saya gak peduli. 

Nyaris setengah jam saya cekikikan bareng temen lama itu. Ngobrolin keadaan masing-masing. Saya yang udah punya anak dan divorce, atau dia yang masih sibuk melajang sampai sekarang. Kami mengulang kembali masa kejayaan jaman dulu, inget Sheila On 7 lagi, inget berenang dan nontonin orang pacaran di sungai deket rumahnya, atau sekedar curi-curi nonton film dewasa yang di punya sama kakak tertuanya. Ah, saya beneran ngakak gak berhenti-berhenti. Sampai kemudian dia mengatakan hal yang saya tau jadi tujuan utamanya buat telpon saya sore ini: " Mi, aku cancer. Stadium 4. Udah kemo dan aku gak kuat." saat itu juga saya diem. Gak bisa bereaksi apapun, gak bisa mencerna apapun. Kaget sekaligus bengong. Kombinasi reaksi yang jelas bukan jadi keinginan dia nyeritain hal berat itu sama saya. Pelan saya narik nafas. menutupi seraknya getar suara saya. 

Kalian tau kawans, saya sakit sekali. Dia, begitu lama menghilang dalam hidup saya. Padahal kami dulu begitu dekat. Begitu bersahabat. Kami yang paling kompak. Kami raja dunia meski kami berdua perempuan. Dan kemudian dia hilang karna sesuatu, saya merana ditinggal pergi, kemudian dia datang lagi, tapi dia membawa kenyataan bahwa hidupnya tinggal itungan hari, atau mungkin bahkan jam. Saya ngelangut. Emosi saya habis. Terkuras di awal teleponnya untuk terbahak bersama, dan melayang bersama kenyataan pahit yang dia keluarkan tentang Kanker nya untuk tangisan pelan yang tak kunjung bisa saya hentikan. Saya habis. Tak mampu berbuat apapun.

Dulu, saya sering sekali berdoa untuk meminta. Mulai dari yang aneh-aneh seperti pengen punya pacar seganteng Keanu Reeves, atau doa gila macam pengen ajojing di reggae Bar Gili terawangan, sampai doa paling sederhana seperti diberi kesehatan sampai mati. sekarang, mendadak saya gagap berdoa. Teman lama saya itu cuma bilang ikhlas dan merasa bahagia, Kanker itu memberinya kenyataan berupa kemungkinan kematiannya. Dia merasa mampu mempersiapkan diri untuk tau kapan mungkin dia akan mati. Kanker itu memberinya kekuatan. Bahkan disaat terasa begitu melemahkan. 

Temans, ada kalanya keinginan bisa jadi obat untuk sebuah keputus asaan. tapi kadang, penyerahan itu yang justru paling dahsyat dari segala obat. Salut buat teman lama saya yang begitu tabah menjalani vonis hidupnya, juga buat semua penderita penyakit mematikan di dunia. Saya angkat topi buat kalian. Hidup gak pernah berhenti untuk memaksa kita berputar. Selelah apapun kita. 

Regrads.

_ami_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar