Rabu, 19 Oktober 2011

RESOLUSI TULISAN

ketika kau minta bunga, Tuhan berimu tanaman layu untuk kau siram.
ketika kau minta cinta, Tuhan berimu orang-orang malang untuk kau rawat
ketika kau kebahagiaan, Tuhan berimu cobaan berat untuk bisa kau lalui
Tuhan tak pernah memberikan apa yang kamu inginkan,
tapi Tuhan akan selalu memberikan apa yang kamu butuhkan.

Sering dengar kalimat pembangun jiwa diatas kan? yap. benar sekali. kalimat diatas memang memilki makna yang luar biasa buat perkembangan kejiwaan kita. minimal kita akan mendapatkan satu makna, bahwa dibalik segala yang kita lalui, sometimes kita akan mendapatkan sesuatu yang memang pantas untuk kita. belum tentu yang kita inginkan memang, tapi yakinlah, apa yang kita dapatkan adalah bagian dari apa yang kita lakukan. dan percayakah kalian, bahwa porsinya sudah sangat pas. tepat. tak membutuhkan ramuan apapun lagi. hanya butuh kesabaran dan kepasrahan untuk menerima porsi kita masing-masing. percayalah.

hari kemarin saya berbincang dengan seorang penulis senior diatas saya tentang makna dan hakekatnya sebuah tulisan. beliau menanyakan dengan detail isi dari novel saya. bagaimana prosesnya, apa saja referensinya. saya yang hanya mengandalkan insting menulis jelas kelabakan jika ditanya masalah teoritis seperti itu, tapi apapun itu, merupakan suatu kritikan yang sangat saya butuhkan. saya masih sangat awam dengan hal-hal diluar insting. jujur, di hutan rimba kepenulisan, mungkin saya adalah salah satu penulis yang sangat primitif dalam mengolah tulisan-tulisan saya. ibarat suku, saya ini beneran suku pedalaman banget. saya gak bisa nulis pake laptop. saya cuma bisa nulis diatas tanang atau daun lontar. saya gak tau gimana caranya mencetak buku, yang saya tau hanyalah tulisan saya tercetak di batuan alam sekitar saya. karna itulah, perbincangan saya dan senior saya kemarin merupakan pembelajaran besar bagi saya.sangat besar. 

hidup adalah dakwah. bagaimana menyebarkan pengetahuan kita kepada orang lain. membawa kebaikan bagi semua orang. sebuah parafrase yang sangat menggiurkan untuk dilaksanakan. masalahnya adalah, bagaimana proses dalam mewujudkan itu semua. perjalanan yang jelas sangat rumit akan kita hadapi. dan perbincangan kemarin itu menunjukkan pada saya, bahwa jalan dakwah yang saya pilih sebagai penulis memiliki tanggung jawab besar dalam sumbangsihnya mengolah pemikiran masyarakat, atau minimal orang-orang yang membaca tulisan saya.

awalnya saya menulis adalah karna memang ingin menulis. apapun yang ingin saya ungkapkan saya keluarkan melalui tulisan. mudah.tanpa tendensi. kemudian berkembang menjadi tujuan yang lebih besar. saya ingin menulis agar karya saya dibaca banyak orang. agar orang-orang mengetahui kalau itu karya saya. mulai ada tendensi. pamer. lalu berkembang lagi, saya ingin menulis agar pemikiran yang saya tuangkan melaui tulisan itu dapat diketaui orang lain. agar orang-orang tau sebenarnya yang menurut saya benar itu seperti apa, dan jelas saya mencari dukungan orang yang sepakat dengan pemahaman saya. tendensi mulai lebih besar. politik mencari dukungan. hingga kini akhirnya berkembang lagi. saya ingin tulisan saya menghasilkan materi untuk saya. saya bisa beli laptop, beli handphone, beli baju, ini itu, semua dari hasil tulisan. saya mulai menulis melihat selera pasar. apa yang masyarakat suka. akhirnya tendensi itu mengerucut pada satu puncak. materi. dan setelah obrolan bersama senior, tendensi saya berujung pada puncak baru. yaitu tanggung jawab moral. sebagai penulis, kita memiliki tanggng jawab moral besar terhadap pembaca. apa yang akan kita sampaikan haruslah sesuatu yang memiliki tingkat data akurat dengan validitas yang pasti. saya harus memiliki referensi yang jelas dan tajam mengenai apa yang akan saya tulis. meskipun tulisan itu memang berangkat dari fiktif semata. namun fiktif juga bukan berarti menjual kebohongan. apa yang akan terjadi nantinya jika tulisan saya dibaca banyak orang padahal saya menulis sesuatu yang tidak benar. sesuatu yang mengajak pada keburukan. akhirnya saya menemukan oase baru. bahwa jalan dakwah saya melalui tulisan adalah tanggung jawab dengan tingkat yang lebih luas.

awalnya saya cape. masa menulis saja harus memiliki banyak sayapan tendensi. masa menulis saja saya harus memikirkan banyak orang. menulis itu pekerjaan hati. kalau memang mau nulis ya nulis kalau gak mau ya gak usah nulis. kelar. tapi tidak sampai disitu ternyata. apabila tulisan yang saya hasilkan ternyata membuat banyak orang yang membacanya menjadi tersesat, apakah hati saya tega membiarkannya? ternyata tidak. karna itu saya akan mulai menulis dengan jalan yang lebih baik. yang lebih bertujuan. doakan saya kawans. 

1 komentar:

  1. Assalamu'alaikum.

    Sekedar masukan.

    Seperti yang kita tahu "Tulisan adalah media untuk menyampaikan pesan" seperti halnya mulut adalah alat penyampai informasi.

    Ketika sebuah "pesan" keluar dari diri kita dan menggelinding dengan baik maka dia menjadi titik pusat dari apa yang kita sebut "Bola Salju". Dia akan menjadi semakin tebal dan membesar dari jalan yang dilalui dan menempel pada dirinya. Follower mengikuti kemana "Salju (pesan) itu menggelinding. semakin besar dan semakin berat.

    Maka, akankah kita melemparkan kotoran ke putihnya salju, dengan berharap dia menggelinding dan menjadi besar?

    Semua akan kembali pada sebuah prinsip dasar dalam diri keimanan kita, menyebarkan benih padi dengan harapan memberikan manfaat kepada kehidupan orang lain, atau menyebarkan virus "Acquired Immune Deficiency Syndrome" yang akan mengacaukan sistem metabolisme tubuh sosial kehidupan.

    “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu sekalian kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, nescaya Allah memperbaiki amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Barangsiapa mentaati Allah dan RasulNya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenengan yang besar” [Al-Ahzab : 70-71]

    Semoga Allah selalu menjauhkan diri kita dari perbuatan buruk dan selalu dipertemukan dengan orang-orang yang memngingatkan dan membawa kita kepada kehidupan yang lebih baik. amin.

    Wassalamu'alaikum.

    BalasHapus