Saya sedang berkunjung disebuah tempat bersejarah atau tak
bersejarah sama sekali. Lubang buaya. Atau nama resminya Monumen kebangkitan
pancasila. Menilik benar atau tidaknya cerita sejarah G 30/S PKI saya mengakui
tempat ini tetap saja bersejarah. Bagaimana tidak, selama lebih dari 32 tahun
kita dibuai oleh cerita sejarah tentang ade Irma suryani dan piere tendean,
atau tentang bagaimana kejamnya masa pembuangan dan pembunuhan 7 pahlawan
bangsa tersebut. Pertanyaan konkretnya adalah : sebenarnya apa yang saya
kunjungi? Sejarah mana yang saya datangi? Lubang buaya dengan sumur maut yang
menyimpan sejuta kisah pedih dengan kesadisan dari para Komunis? Atau sejarah
tentang super semar yang jelas kita ragukan kebenaran atau ketidak benarannya?
Entahlah. Namun bagaimanapun, bagi saya ini tetaplah bersejarah. Diluar sejarah
mana yang akan kita dapati. Toh kita juga sama-sama paham bukan, bahwa manusia
yang kelak akan berhasil adalah mereka yang mengingat dan menghargai sejarah.
Cerita tentang pengkhianatan PKI di beberapa kota di
Indonesia sudah lama saya dengar. Dari mulut para guru sejarah sejak jaman saya
masih mengenakan dasi merah dengan seragam merah putih lucu hingga saya duduk
dibangku SMU dimana bagi saya sejarah adalah sebuah dongeng pengantar tidur.
Saya menyukai dongeng, berangkat dari situlah saya menyukai pelajaran sejarah.
Ketika sampai di museum itu saya menyewa seorang tour guide.
Saya butuh seseorang yang mengerti benar tentang museum itu, tak peduli sejarah
mana yang dia ambil. Saya hanya butuh cerita. Cerita yang selama ini saya tau
itu belum tentu benar. Saya hanya butuh teman bicara. Dimana saya bisa bertanya
dan menyampaikan rasa penasaran saya. Sejarah mana yang saya kunjungi? Sejarah
hasil goresan para komunis itu, atau sejarah dari si pencipta scenario. Saya
tak tau. Dan saya butuh tau.
Di samping saya, ada rombongan anak dari kota luar Jakarta.
Mereka pun menggunakan tour guide. Jika perbincangan saya dengan tour guide
sewaan saya banyak melenceng jauh dari yang seharusnya dia jelaskan jika pada
pengunjung lain ( karna saya memang banyak ngeyel dan bertanya ngawur, inilah
sifat saya )saya mendengar tour guide di sebelah saya menjelaskan dengan
lantang bagaimana kejinya para komunis menyiksa para pahlawan kita. Yang di
bacok lah, di pukul pake batulah, ditelanjangi lah, ini lah itulah. Aduh, saya
kok ngeri ya. Itu emang harus begitu ya, menanamkan kebencian pada sesuatu
tanpa memberikan ruang bagi si anak bertanya, menjejalkan ketakutan dalam
sebuah sejarah. Kita memang harus mencintai para pahlawan kita. Itu jelas. Tapi
bisa apa gak ya, kemasan penjelasan itu jangan dibuat begitu menakutkan begitu.
Kasian anak-anak itu yang sebenarnya bercita-cita jadi TNI akhirnya ketakutan
karna mendengan hasil akhir dari para pejuang yang gugur dengan mengenaskan.
Kasian anak-anak itu yang pada akhirnya mampu menerima dan memahami jasa
pahlawan dengan kemasan tak cantik berupa kekejian dan kesadisan yang kita saja
sudah takut menceritakannya. Kasian bapak tour guide. Tolong dihentikan.
Apa yang harus dilakukan seorang anak kecil di sebuah museum
bersejarah bangsa kita? Tak lain tak bukan adalah mempelajarinya dengan rasa
cinta yang sangat tulus. Bukan sebuah ketakutan dan rasa kasihan. Saya sedih
melihat bagaimana bapak tour guide itu menjunjung tinggi rasa patriotic dengan
menakut-nakuti anak kecil itu. Realita mungkin, tapi ingat, jaman berubah. System
untuk mengajari anak tak bisa terus-terusan mengikuti kemauan kita. Belajarlah untuk
memahami anak seperti jaman memahami perkembangannya.
Baiklah kawans, saya tak akan banyak bicara. Jadi silahkan
membaca dengan ketulusan hati juga. Dan mohon datangi museum-museum bersejarah
kita. Itu murah banget lho. Cuma 2000 perak sekali masuk. Kita dapet ilmu dan
kenangan tempo dulu yang menakjubkan. Murah sekaligus mengesankan. Salam panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar