Minggu, 16 Oktober 2011

Yogyakarta

pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu
masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat, 
penuh selaksa makna
musisi jalanan mulai beraksi
seiring nadaku kehilanganmu
merintih sendiri 
ditelan deru kotamu
( kla project. Yogyakarta )


Yogyakarta, begitu lekatnya kota itu dalam benak saya. begitu saya mencintai kota dengan segudang nuansa ramah itu. dan tak akan pernah lekang dari hati dan mimpi saya, Yogyakarta. 

malam itu, entah malam keberapa saya ada di kota gudeg itu. saya dan dia berjalan bersama, tanpa bergandengan tangan. karna tangan kami berdua penuh dengan kerinduan. tangan yang masing-masing menggenggam harapan. kami menyusuri para pedangang di malioboro, masuk kedalam mall dan membeli es cream di salah satu outlet mall tersebut. lalu keluar dan berlomba mengosongkan corn tersebut di pinggiran parkir malioboro. sesekali penjaja atau tukang becak menyapa kami ramah. saya nyaman, senyaman berada di kebun rindang dengan sejuta oksigen. malam itu larut, namun tak luruh.

setelah menghabiskan isi corn es cream itu kami kembali berjalan kearah kantor pos di tengah malioboro. lalu duduk di emperan ubin tempat para mahasiswa ISI jurusan musik asyik bermain gending jawa. saya cengar-cengir sendiri melihat nya ikut larut dalam kebahagiaan bersama kawan-kawannya. saya pun larut, dalam diagram tak berbatas. hati saya ada diantara penabuh gending itu. meski tangan dan badan saya terikat pada harapan yang tengah saya genggam sendiri. lagi-lagi, nuansa jogja membuat saya tak mampu mengelak. tak ingin pulang.

lalu dengan santai dia menggiring saya kembali pada motor yang di parkirnya. kembali menyusuri jalanan tadi. kembali melihat pedagang yang masih tetap tersenyum ramah pada kami. kembali melihat sisa es cream kami yang belepotan di lantai malioboro. ah, saya mengagumi tingkat sentimentil saya pada kota itu. kota yang selalu mampu menghadirkan segudang hasrat untuk terus tersenyum. tak pernah ada rasa lain ketika hati telah merasa nyaman disuatu tempat selain bahagia. dan jogjakarta adalah kebahagian tunggal dalam erotisme hidup saya. bukan hanya karna ada dia, tapi juga karna jogja sendiri telah mampu menciptakan nilai magis tak henti-henti pada benak saya. nilai yang tak pernah tersentuh peradaban, nilai primitif namun mendasar. Cinta.

malamnya saya tidur dengan nyenyak. tak pernah saya tidur senyenyak saat itu. bertahun lalu memang, tapi saya masih mampu merasakan rasa nyenyak dalam tidur saya. bertahun lampau memang, namun saya masih bisa merasakan dan mendengar alunan gending yang mengiringi tidur saya kala itu. dan hingga kini, saya merindukan kelelapan itu. saya tak pernah alpa merasakannya, hingga akhirnya saya takut tidur dan insomnia. saya ingin kembali tidur senyenyak itu. yogjakarta, sebegitu kentalnya kau membuatku terlelap kala itu.

lalu ketika dipagi hari kami berdua berputar mengelilingi kotagede, saya kembali mengharu biru. nuansa pengrajin perak dengan begitu banyak karya bertebaran di sana. saya terpaku. berkali-kali dia membawa saya kesini. dan hasilnya akan selalu sama. saya tak mampu membeli perhiasan itu, bukan karna harganya, tapi karna hati saya tak sanggup memilih. getaran dalam tangan saya menolak mengenakan perhiasan yang dibuat dengan rasa cinta oleh para pengrajin itu. saya selalu merasa tak pantas. dan saya menyesalinya kini, karna ketika saya begitu ingin mengenakannya dia sudah tak mampu lagi menemani saya memilihkan perhiasan itu.

jumat pagi itu, pertama kalinya yogyakarta membuat saya menangis. tanah jogja menimbun tubuhnya yang terbungkus kain putih bersih, jumat pagi itu untuk pertama kalinya saya begitu takut kembali ke jogja, saya takut kehilangan nuansa itu. tapi juga takut mendapatkan nuansa itu kembali tanpanya. Jumat itu, dia dipanggil pulang oleh sang pencipta, penyakit liver yang dideritanya memakan kesempatan kami. namun seperti pesannya, saya tak akan pernah meninggalkan jogja. Tamansari, Malioboro dan kotagede akan selalu hadir dalam ingatan saya. bersamanya. 


3 komentar:

  1. meninggal di hari jumat, pemimpinnya hari

    BalasHapus
  2. iya mbak. maka itu saya bersyukur dia meninggal di hari itu

    BalasHapus
  3. Tulisan-tulsan mbak nya bagus yah :)
    original banget, saya suka ngebacanya...

    BalasHapus