Senin, 17 September 2012

Kiluan Island

Aku mengenalmu,
seperti bagaimana kau memelukku dengan segenap desiran ombak yang kau ciptakan ketika menghempas semua hidupku
seperti bagaimana kau mengikatku kencang bagai buih pasir yang kuinjak terasa seperti bantalan senja di raja ampat.
seperti bagaimana kau mengenalku saat menelusuri butir demi butir air yang senantiasa menemani tanpa syarat dan kemauan
seperi perkenalan itu sendiri.
aku mengenalmu, bahkan sebelum aku mengenal diriku sendiri.

Aku mengenangmu,
menyerupai kerinduan tak bernafaskan rasa gundah nan sejahtera.
menyerupai bagaimana kuhirup oksigen melalui scuba dan tabung yang membanduli punggungku
menyerupai terumbu karang yang begitu manja dan eksotis menarik mata untuk memandanginya terus
menyerupai kenangan itu sendiri.
aku mengenangmu, bahkan sebelum aku sempat meninggalkanmu.

Kau menggenang di pikiranku,
bahkan ketika aku tak mampu lagi mendekatimu, bukan karna lemah, tapi justru karna mencoba kuat
bahkan ketika bunyi ombakmu menarik hatiku kuat hingga berdetak serupa musik disco dengan beat cepat
bahkan ketika gambar-gambar mu terpampang jelas di monitor menyambutku bagai orang baru yang ingin cepat-cepat masuk dalam pelukanmu
bahkan ketika kau nyata tergenang di pelupuk mataku, menyaru menjadi lelehan tangis dan suka tak ter-ejawantahkan.
kau menggenang di pikiranku, seolah kubangan yang membanjiri otakku tanpa tersedot oksigen lagi.

Kau mengikatku.
ketika aku tak mampu lagi menopang berat bandul hidup yang dataran ciptakan dengan energi grafitasinya
ketika ternyata aku cengeng dan mendadak merasa lemah dibanding semua manusia yang ada di hadapanku
ketika nyatanya aku memang tak memiliki keberanian untuk berperang tanpa sambutanmu
ketika kau mengabaikan kehadiranku dengan angkuh melemahkan niatku
mengikatku kencang sejenak tanpa tali terikat sama kuatnya
kau mengikatku, bahwasannya aku gagal berpijak lebih lama di daratan.

hanya kau, lumba-lumba dan terumbu karang.
Kau, Kiluan yang berkilauan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar