Minggu, 23 September 2012

KULDESAK

Oke, kali ini cerita agak banyak tentang hari Sabtu saya kemarin.

Jadi, ceritanya saya yang udah lamaaaaa banget gak latian teater, pengen latian lagi. lebih tepatnya saya pengen olah tubuh lagi. Gesture saya pasti sudah sangat melemah dan cara saya mengapresiasikan sesuatu pasti sudah standart sekali. saya butuh Charge. berbekal dari itu, saya berangkat ke USNI untuk latihan olah tubuh hari sabtu kemarin.

Kampus USNI itu ada di sebelah Mall Gandaria City. tepatnya, itu entah berapa puluh kilometer dari tempat tinggal saya. Dulu, sewaktu saya rutin latihan, saya kesananya ada yang anterin. Nah, ini saya berangkat berdua sama temen saya ( *namanya Inay,perempuan asli ambon, berperawakan tinggi kurus khas ambon ) naik TransJakarta. sebelum berangkat saya browsing di internet dulu, jalur mana aja yang harus saya tempuh buat bisa sampe di Gandaria. saya mesti naik koridor 11 turun di kampung melayu, pindah ke koridor harmoni, dan barulah ambil koridor lebakbulus dan turun di kebayoran baru. Inay yang saya ceritain itu langsung jiper. " ada baiknya kita naik taksi saja" katanya, saya ngakak. naik taksi bisa 350 rebu, kalo naik transJ cuma 3500. Inay mengkerut.

Sampe di kampung melayu, semua masih santai. kita berdua dapet tempat duduk dan masih menikmati kemegahan moda transportasi TransJ. tapi begitu pindah di armada arah harmoni, bencana dimulai. Itu yang namanya manusia udah nyaris gak ada bedanya ama karton bekas. di tumpuk, dilipet dipaksa di masukin ke karung. Saya sama Inay melongo. Kami masih saling lempar senyum sambil geleng-geleng kepala waktu kondektur TransJ menghentikan arus masuk penumpang. masih ada celah untuk bernafas, gitu saya pikir. tapi nyatanya tidak. di Matraman, ada 3 orang turun, tapi 5 orang masuk. nah salah satu orang itu ada yang guedenya kayak Rahwana. saya sama Inay yang kebetulan berdiri di depan pintu tengah, mencoba miring-miring untuk ngasih jalan si Rahwana itu. tapi dia emang gede banget, jadi ternyata bukan cuma saya yang harus miring-miring, tapi juga nenek-nenek yang ada di belakang Inay. Dari hal ini semua terjadi.

Nenek itu terdesak depan belakang, Inay sewot. Saya lebih-lebih. kenapa sih gak berdiri aja di depan pintu. laki-laki kan? gede juga badannya kan? ngapain mesti maksa masuk ke tengah dan bikin desakan lebih ke si nenek. itu juga, penumpang muda-muda yang pada duduk, kenapa sih gak ada rasa pengen mempersilahkan si nenek renta itu duduk? saya spontan ngucap " Astaghfirullah." dan cuma diam. berusaha menahan diri untuk tidak miring kearah si- nenek agar tak mendesaknya lagi. tapi Inay, karna dia ambon manise, maka dia angkat suara. " sudah gila ngana hah?  seng ngana lihat ada orang tua di belakang beta !!! " gaya hardikan khas ambon menguar dari mulut manisnya, cukup membuat si rahwana diam. saya nyengir. pasti dia takut kena bacok orang ambon.

Sampai di harmoni, saya dan Inay melongo. baiklah, saya deskripsikan suasana disana. ratusan manusia, membanjiri shelter itu. mengular dalam antrian yang saya yakin baru akan terselesaikan entah berapa jam kedepan. Barbarisme mengalahkan panasnya udara di atas shelter itu. saling sikut dan jambak terjadi ( oke ini lebay) hehehehe. Dan nenek renta itu, berjalan terseok kearah antrian lebak bulus. kami di belakangnya karna jalur kamu sama. herannya, entah mungkin karena jodoh, si rahwana pun sudah berdiri beringas di antrian lebak bulus yang super padat. Inay melengos, mulutnya terkunci karena cubitan saya di pinggangnya. Nenek itu, karena tadi Inay tolong, dalam antrian kali ini memilih berlindung di balik tubuh Inay yang memang semampai. Alhasil posisi kami adalah : Rahwana, Inay, Nenek dan saya. kami berempat, mencoba menyimpan dendam sendiri-sendiri.

Begitu bus datang, orang-orang di belakang kami mendorong. Saya yang ada di belakang nenek berteriak spontan karena terdorong dari belakang " Jangan dorong dong, depan gue nenek-nenek. " Beberapa orang diam, tapi mendadak ada balasan celetukan, " harusnya kalo udah tua gak usah naik busway" kontan saya noleh. suara laki-laki, dari seorang laki-laki muda yang berdandan dandy di bekalang saya. Inay tau saya marah, dengan sigap dia menyentuh pundak saya. Tapi dewa kemarahan sudah datang lebih dulu ketimbang tindakan penyabaran dari Inay. dengan mata melotot, saya tunjuk itu laki-laki. " elo, yang mendingan kagak usah naik TransJ !!! " demi harga diri, laki-laki itu menjawab " urusan gue" saya, tanpa pikir panjang langsung berbalik dari antrian, menyeret si lelaki yang ternyata tingginya tak tergapai, dalam hitungan detik, kami resmi jadi tontonan. Inay geleng kepala. satpam datang melerai kami berdua. Tak tahan dengan emosi, saya tarik kerah bajunya dan saya tonjok mukanya. sejujurnya, kepalan tangan saya yang justru perih setelah memukul mukanya, tapi hati saya terpuaskan. setelah itu dengan bodohnya saya keluar shelter dan mencegat taksi. akhirnya, 3500 ke arah gandaria menjadi 134 ribu rupiah. Inay terbahak sepanjang perjalanan Harmony - Gandaria.

Malamnya, saya, Inay dan teman-teman dari USNI berangkat ke UNJ untuk nonton pementasan teater. setelah sekian lama, akhirnya saya ketemu sama temen-temen lama. malam minggu itu, saya kembali jadi mahasiswa, duduk lesehan di depan panggung, minum kopi sambil makan keripik kentang, terbahak bareng dan ngebanyol bareng. seandainya pun besok kiamat, saya yakin saya masih mampu bilang bahwa saya bahagia pernah mengalami ini semua. heheheheh. tapi bukan itu yang menarik dari pementasan CM di UNJ. ada yang silau selain kebahagiaan bertemu teman lama.

CM UNJ membawakan naskah WS. Rendra ( Mastodon dan burung Kondor ). siapapun tau, itu salah satu masterpiece Rendra. bercerita tentang revolusi amerika dengan bahasa berat dan tokoh yang luar biasa susah. durasi Mastodon dan burung kondor itu sekitar 3,5 jam dengan mobilitas karakter dan dialog super cepat. ketika pertama kali datang, saya yang memang sudah beberapa kali menonton naskah itu digarap oleh beberapa teater lebih memilih ngerumpi berbisik dengan beberapa kawan lama. sampai, saya tertegun dengan munculnya tokoh mastodon. Saya kaget, ini mastodon pertama yang bikin saya deg-degan. dia memiliki vocal kuat dengan vbrasi yang serupa dengan bayangan saya tentang mastodon selama ini. gesture tubuhnya liat dan lentur. cerdas. pikiran pertama yang hinggap di benak saya adalah " Laki-laki ini cerdas !"

First thing saya terbukti benar. di akhir pementasan, saya lihat jam. 2,5 jam total pementasan!! saya makin merinding. gimana bisa, naskah se liar ini, dengan durasi 3,5 jam, mampu digarap hanya dalam waktu 2,5 jam. tanpa mengurangi essensi makna dan roh spiritualnya sama sekali. sutradara secerdas apa yang mampu menggarap ini semua dengan begitu cerdas? saya penasaran. dan saya sontak berdiri dari duduk, ketika MC mengenalkan si tokoh mastodon sebagai sutradara. gila!!! udah main nya keren, cerdas, dia pula yang nyutradai pementasan berdurasi singkat dari naskah berat tanpa mengurangi apapun dalam essensi garapannya. dia, lelaki yang menyilaukan temans. serius.

Oke, saya megap-megap nahan kagum sama dia. beberapa teman mengenalkan pria itu pada saya. namanya Ramon. dewasa dan sangat supel. dia menyikapi pujian dari penonton dengan sangat baik. saya makin gak bisa nafas waktu dia kasih nomer hape nya sama saya. Ya Allah, itu matanya kayak ada kilatan kecerdasan dewa Zeus. aihhh, segala topan badai datang dipikiran saya. malam minggu itu, saya dapat ujian berat dari Allah, berupa pesona Ramon.hehehee

Kuldesak. sabtu kemarin saya kuldesak. dari pagi bete gara-gara transjakarta, malemnya rese sama pikiran gara-gara pria genius. saya harap, Kuldesak ini bikin saya lupa sama sakit yang dulu-dulu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar