Selamat sore. hari ini Jakarta heboh. seheboh hati saya yang super complicated. oh, Damn!! maafkan saya kalau selalu menghujani kalian dengan umpatan diawal obrolan.
Kalian pilih siapa? hehehehe. yang berasa tinggal di Jakarta tapi gak ikutan milih, terus sibuk ngomporin orang buat milih ini atau itu, setelah itu lenggang kangkung tanpa beban harus memilih, adalah saya orangnya.
Tapi, saya gak mau jadi orang latah dengan ngomongi masalah pilihan gubernur Ibu kota sama kayak yang lain. saya bosen, di Twitter, di facebook di detik.com di angkot, di Radio, dimana-mana ngomonginnya udah Foke sama Jokowi melulu. kalau saya sih lebih suka ngomongin Taylor Lautner atau gak Robert Pattinson ya. hehehe. jadi, saya tegaskan kali ini, postingan kali ini beneran gak akan mengenai laporan pandangan mata tentang pemilihan leadership di Jakarta. Tak akan. Tiada mungkin pemirsa.
Semalaman saya ngobrol sama temen muda. Masih kuliah
semester 3, perempuan, talented dan periang. Tipikal anak gaul masa kini yang
tau semua hal berbau teknologi dan perkembangan jaman. Tapi semalam, dia
murung. Curhat tentang ibunya. Dan lagi-lagi saya miris, masih ada juga jaman
gini orang tua yang gak gaul.
Gaul yang saya maksud adalah paham. Jadi orang tua itu harus
paham. Mengerti apa yang harus dilakukan. Ini, saya bukannya ngajarin ya. Saya
sih malah mau ikutan protes juga. Disini meskipun saya juga orang tua, udah punya satu anak dan resmi menyandang
status ibu sejak 4,5 tahun lalu, tapi
kali ini disini, saya bicara sebagai anak. Baiklah. Kita mulai.
Temen saya cerita tentang pertengkaran dengan mamanya.
Setengah jam pertama saya manggut-manggut biasa. Cerita belum menarik, belum
bisa saya tarik landasan pacu untuk ikut mengambil sesuatu. Dan beberapa saat kemudian,
meledaklah saya. Berikut kalimat yang mebuat saya meledak :
Teman : Aku sebel, aku pengen cuti kuliah, tapi sama mama gak boleh kak
Saya : ngapain cuti?
Teman : soalnya aku bingung. Mama tuh aneh, aku gak boleh cuti, tapi tiap hari mama ngeluh masalah keuangan keluarga ke aku. Yang sehari buat aku habis 50 ribu lah, yang belum bayar listrik lah. Aku bingung.
Oke. Saya meledak. Marah.
Pertama. Iseng banget sih emak elo curhat masalah keuangan
keluarga ke elo? Emang elo siapa? Aidil Akbar Madjid? Yang bisa nylesein semua
masalah keuangan elo dengan program-program finance nya? Atau elo punya pohon
uang yang bisa bikin semua masalah keuangan selesai pake sekali goyang? OMG,
jangan ndeso deh, yang namanya masalah keuangan dalam keluarga itu udah pasti
ada. Jadi, menyikapi masalah ini dengan mengeluh jelas bukan solusi tepat.
Berasa banget kali ya masalah keuangannya paling dahsyat? Sampe perlu cerita ke
anaknya yang masih kuliah? Yang belum kerja? Gue harus bilang SBY kayaknya nih,
ada warganya yang disorientasi masalah curcol.
Kedua. Ibu, engkaulah yang diberi tampuk tanggung jawab oleh
Allah untuk mengurus keuangan keluarga. Di tanganmu lah segala peri kehidupan
keluarga berjalan. Selesaikan tanggung jawab itu dengan baik, atau anda gagal.
Kasihan dong sama malaikat sebelah kiri, yang bakalan cape kalo ibu terus
ngeluh pada orang yang salah. Anak itu memang wajib berbakti, tapi juga wajib
di lindungi. Lindungi lah anak ibu dari bahaya kepanikan dan kekhawatiran
berlebihan atas curhatan ibu. Percaya saya, dengan ibu curhat sama anak ibu
yang belum bekerja itu,rekening listrik tetep mesti dibayar tepat pada
waktunya. Tak akan ada yang berubah.
Ketiga. Tugas orang tua dan anak jelas ada di koridor yang
berbeda. Bagaimana pun juga, kebersamaan dalam keluarga memang perlu, curhat
antara ibu dan anak perempuannya juga perlu. Saya gak bilang itu salah, yang
salah adalah keluhan sang ibu tentang betapa pusingnya mengatur pengeluaran
harian untuk anak-anaknya. Lalu, ketika anak anda jadi merasa tak enak hati,
kemudian mikirin banget masalah itu, kuliahnya terbengkalai, malah jadi gak
lulus-lulus, kan makin rugi banda ? iya kan? Jleb moment banget itu ya. Hehehe.
Apa yang mau saya bilang disini adalah, jangan bebani anak
mu dengan tuntutan untuk memahami orang tuanya.owalah, terbolak pak, bu.
Terbalik itu. Anak yang harus dimengerti, anak butuh di pahami. Setelah itu,
fasenya dia akan berbakti. Tapi terbalik banget, kalo belum apa-apa anda
meminta anak anda untu memahami anda. Wong dari pengalaman hidup anda jelas
lebih dulu lahir kok, lebih ngerti anda ketimbang anak anda kan?
Jangan paksa anak anda untuk berbakti dengan memahami
kesulitan anda. Tugas dari orang tua ya membiayai anaknya sampe anaknya mampu
menghidupi dirinya sendiri, dan kemudian membalas semua nya pada anda (meski
tak mungkin bisa terbalaskan ). Bahkan, menggantungkan harapan pada anak pun
tak boleh kan? Kalimat “ besok kalo kamu udah kerja, beliin mama mesin cuci
ya?” aduh, oke !! itu mungkin beneran karna kebutuhan, tapi jangan minta dulu.
Anaknya belum kerja buuuu.
Saya kadang suka gak ngerti deh, pada tau gak sih kalo Allah
tuh gak ngasih ke kita anak sebelum yakin
bahwa kita mampu menjaga dan merawatnya. Itu amanah loh, titipan. Kok
malah direpotin. Besok ya bu, ya pak, kalo anda-anda sudah tua dan anak anda
sudah jadi orang tua dari cucu-cucu anda, lihatlah, mereka akan berbakti dengan
baik jika anda pun memberi mereka yang terbaik di masa anda masih mampu. Jadi,
jangan meminta sebelum waktunya.
Saya ini emang freak Out banget kalo udah masalah hubungan
anak dan orang tua. Maaf ya.
Baiklah. Saya puas marahnya. Pamit dulu deh.
Love
Me
Tidak ada komentar:
Posting Komentar