Senin, 07 Januari 2013

KONDOM ? YA ATAU TIDAK



Seksualitas adalah hal yang paling hakiki dari manusia. Manusia diberi kesempurnaan sebagai mahluk sempurna oleh Tuhan yang diberi nafsu, akal, dan iman. Semuanya menjadi satu kombinasi yang bergandengan dengan seksualitas.

Dewasa ini banyak sekali  sekolah-sekolah yang mengadakan edukasi seks. Tujuannya beragam tapi berpusat pada 1 hal: penyelamatan generasi bangsa  dari bahaya penyakit menular mematikan, HIV/AIDS. Banyak yang bisa dilakukan, salah satunya dengan pengaman berupa karet elastis yang sering kita kenal dengan “Kondom”.

Ada satu hal yang kadang luput dari pengamatan kita, bahwa konsep masyarakat dengan norma yang kini ada membuat kita terkurung dalam jebakan informasi terbatas yang kemudian berlindung dibalik satu alasan normative, sementara kemajuan jaman tidak hanya memaksa kita untuk mengikuti kecepatan arus informasi yang datang, tapi sudah sampai pada taraf mengikutsertakan kita didalamnya. Dunia internet dengan segala kemudahannya jelas merupakan satu komparasi yang cukup untuk pengetahuan.

Benar bahwa sebaiknya hubungan seksualitas dilakukan setelah menikah. Benar pula bahwa kita tak boleh berganti-ganti pasangan, dan benar bahwa menularnya HIV/AIDS paling cepat melalui hubungan seks dengan penderita virus tersebut. Dari segala pembenaran itu, memakai kondom tetap solusi paling tepat dari segala solusi.

Semua orang punya potensi tertular, entah dia pelaku seks di luar lembaga pernikahan maupun yang sudah menikah. Entah dia setia pada pasangannya atau yang sering berganti-ganti pasangan. Potensi itu hanya bisa diminimalisir dengan iman dan Kondom.

Apakah kondom hanya digunakan bagi pasangan pelaku seks yang belum menikah ? Apakah kondom di produksi hanya untuk mereka yang menunda atau mencegah hamil ? Ternyata tidak. Ada satu motivasi mulia yang kita semua justru tabu membicarakannya. Melindungi generasi bangsa dari tertularnya virus menular yang menyerang sistim imun kita tersebut, HIV/AIDS.

Bagi masyarakat, membicarakan kondom sama artinya dengan membicarakan seks bebas. Menyarankan menggunakan kondom sama artinya dengan merestui perzinahan. Pola pikir sempit itu akhirnya menjebak bangsa dalam berfikir serba negative. Lantas bagaimana ? Ya, kita rugi sendiri dan akhirnya jadi negara terbelakang yang memiliki tingkat penderita HIV/AIDS di atas rata-rata. Seharusnya tindakan penyelamatan dilandasi dengan keinginan kuat dari masyarakatnya sendiri.

Padahal kalau kita mau terbuka sedikit saja, mencoba untuk menyadari bahwa kemajuan perkembangan jaman jelas membuat generasi dibawah kita lebih cepat menangkap informasi ketimbang kita dahulu, maka niscaya kita bisa menyelamatkan masa depan bangsa. Kita tidak mungkin mencegah perkembangan jaman. Internet kini sudah masuk hingga pelosok. Usia remaja adalah usia dimana rasa ingin tau lebih besar dari kemampuannya untuk mengolah pengetahuan tersebut. Hingga akhirnya terciptalah kemudahan mendapat informasi seksualitas tanpa arahan. Disini pentingnya program seks edukasi yang ironisnya malah dipandang negative olah para orang tua. Padahal membiarkan anak-anaknya mengetahui informasi seksualitas tanpa arahan, lebih cepat menjerumuskan anak dalam seks bebas.

Gejolak hormonal usia remaja berbanding lurus dengan potensi penyebaran virus HIV/AIDS. Orangtua tidak mungkin bisa mengawasi anak-anaknya secara langsung. Maka yang harus dilakukan adalah membekali anak kita dengan iman yang kuat dan kondom pada dompet mereka. Ini serius. Artinya, bukan kita lantas membiarkan mereka melakukan seks bebas asal pakai kondom, tapi lebih pada kita upayakan mereka untuk tidak sembarangan beraktivitas seksual.

Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah itu baik, sangat baik.Tapi jika itu sudah teratasi tentunya untuk apa saya repot-repot membuat tulisan ini. Pendapat ini tertulis karena saya menyadari bahwa iman remaja sebagai tameng ring 1 sudah tertembus. Maka yang kini masuk wilayah penyelamatan adalah indikasi terinfeksinya mereka dari virus itu. Lagi-lagi, kondomlah solusinya.

Bisa jadi, jika kita membekali anak-anak kita dengan kondom, mereka justru takut untuk melakukan aktivitas tersebut. Bagaimanapun juga mereka akan menyadari mengapa orangtuanya mau repot memasukkan kondom sebagai barang wajib dalam dompet mereka, semata agar  tak terinfeksi. Minimal itu mengingatkan mereka bahwa dibalik kenikmatan yang hanya hitungan menit itu, ada dosa besar yang akan dibayar tunai oleh Tuhan. Salah satunya melalui HIV/AIDS.

Setiap orang memiliki potensi tertular. Jika diatas saya cerewet untuk membekali remaja dengan kondom, mulai paragraph  ini saya menempatkan diri untuk menyapa mereka yang telah terinfeksi . Jangan pernah sedih, para penderita HIV/AIDS bukan monster yang harus dijauhi.  Kita dan penderita masih sama-sama manusia. Hanya saja mereka punya kelebihan untuk mengetahui bahwa mereka dekat kematian. Mereka hidup untuk menunggu mati, sedang kita hidup karena takut mati. Disitu mereka adalah orang yang beruntung. 

Satu hal yang pasti dalam hidup adalah kematian. Yang terkena HIV/AIDS akan mati, yang sehat pun akan mati. Karena itu, kita dan mereka sama sekali tak berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar