Senin, 28 Januari 2013

Anak Kesayangan atau Ladang Uang?


Seorang teman kantor ( Pak Hakim ) Memberikan saya foto diatas. seketika saya nangis ditempat.

Foto itu cuma gambar anak Orangutan yang begitu sabar menunggui induknya dioperasi. Dan ekspresinya, mengisyaratkan bahwa dia begitu tabah dan kuat. Seorang anak, yang begitu mencintai Ibunya.

DNA kita 99,6 persen identik dengan orangutan. Hanya beda 0,4 persen saja.  Bahkan selisih genetika antara orangutan dan gorila itu 1,8 persen. Carolus Lineaus membuat istilah hominidae untuk manusia dan memisahkan orangutan dengan kata pongidae semata supaya tidak dimarahi pihak gereja. Pada dasarnya sebenarnya kita adalah binatang. Binatang yang memiliki kemampuan linguistik karena memiliki Area Broca.

Malam Minggu kemarin, saya dan Mas Riyan sengaja ke Monas. Banjir kemarin menyisakan begitu banyak ketegangan diantara kami. Lihat pohon yang hijau dan semilir angin yang tak berhenti berhembus, membuat kami lebih rileks dari sebelumnya. Terlebih lagi, malam minggu di Monas biasanya begitu banyak komunitas-komunitas menampilkan atraksinya. Seperti komunitas sepeda, komunitas fotografi, dan komunitas Debus Jalanan. Komunitas yang terakhir ini menyisakan kecut di hati saya hingga kini.

Jaman memang semakin maju, begitu banyak anak balita yang kini memiliki kemampuan diatas rata-rata. Tak perlu jauh-jauh, saya akan mencontohkan anak sendiri. Airin, baru berusia 5 tahun, tapi dia akan dengan sangat mudah berkomunikasi dan menghapal banyak hal diluar kepalanya. Ketika saya berusia 5 tahun dahulu, saya yakin saya tak akan seperti Airin. Ini kemajuan, yang berdampak begitu banyak. Positif dan Negatif.

Komunitas Debus Jalanan yang ada di monas kemarin mempertontonkan tindakan kejam menurut saya. Dari namanya saja, kita tau yang namanya debus pasti identik dengan kekerasan dan aksi mengerikan. Mereka yang menjuluki dirinya pemain debus, akan kebal terhadap benda tajam dan berbagai macam tindak kekerasan lainnya. Mereka itu, orang-orang yang kulitnya mungkin telah dilapisi besi.

Kemana saya kecut? Karena komunitas itu menjadikan anak usia sekitar 3 tahun sebagai salah satu pemainnya. Bocah kecil itu di pecut dengan bunyi yang sangat keras namun hanya terbahak. Penonton yang melihat bereaksi macam-macam, ada yang kagum karena kekuatan super yang dimiliki si anak, ada yang tepuk tangan senang, ada yang tertawa bahagia, dan ada yang menangis. golongan yang terakhir itu cuma dihuni oleh satu orang : SAYA.

Mereka tertawa ketika melihat ada seorang anak kecil di cambuk ayahnya? mereka bahagia ketika menyadari seorang pria mungil bertubuh kecil yang dieksploitasi keluarganya? Dan mereka kagum karena ada seorang anak kecil yang di jadikan lahan uang demi kehidupan keluarganya? Dunia sudah jungkir balik.

Lihat Orangutan itu, bagaimana dia begitu mencintai keluarganya, itu adalah efek dari rasa cinta yang juga besar dari ibunya. Mana lah mungkin, seorang anak yang sejak usia 3 tahun sudah di didik sebagai pemain debus dengan mempertontonkan kesaktiannya sebagai bahan candaan akan memiliki kasih sayang seperti orangutan itu? manalah mungkin seorang ayah yang tega menjadikan anak lelakinya yang masih begitu polos bulan-bulanan penonton di monas.

Malam minggu saya jadi kelabu kemarin, cuma gara-gara atraksi kejam tanpa kemanusiaan dari seorang ayah pada anaknya. Untuk itulah saya mengundang kalian semua yang peduli pada nasib bangsa yang kita titipkan di pundak para anak-anak itu kelak, untuk menandatangani petisi yang saya ajukan pada situs Change.org

Caranya gampang, kalian silahkan klik link berikut http://www.change.org/id/petisi/organisasi-debus-jalanan-hentikan-menjadikan-anak-dibawah-umur-eksploitasi-dan-ladang-uang lalu klik Tandatangani yang tercantum di area tersebut. satu tanda tangan kalian sangat bermanfaat bagi anak-anak yang tereksploitasi orang tuanya. Yukk sama-sama luangkan waktu 5 menit saja untuk peduli pada mereka.

Be save Child

Rahmi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar