Rabu, 17 Agustus 2011

Buku Yang Terbuka

Selamat hari Kamis. seneng banget rasanya bisa nulis lagi setelah kemaren seharian terkurung didapur dan melakukan aktivitas yang sangat manusiawi, MEMASAK. oya, selamat merdeka bagi yang sudah merasa merdeka. gimana-gimana juga saya tetep warga negara Indonesia, jadi saya tetep pengen masang bendera merah putih didepan Rumah. masalahnya, di jakarta saya gak punya rumah. alhasil, saya masang bendera kemerdekaan dihati saya aja.

apa yang akan kita bicarakan kali ini adalah sesuatu yang sangat manusiawi pula. dan saya tegaskan bahwa disini saya cuma ngomong sesuai apa yang saya tau, apa yang saya rasa, dan apa yang saya pikirkan. perkara jika itu semua kurang nyata atau kurang konkret bagi kalian semua saya angkat tangan, siap ditembak mati.

Cinta, nah ini yang akan saya bahas. cinta. manusiawi kan kata itu. ya iyalah, jelas banget manusiawi, nyaris setiap hari kita bicara atau bahkan merasakan kata itu. berkibat dan berdengung-dengung selalu. mengokohkan jalinan-jalinan nilai empiris yang terkadang bukan lagi acuan nyata atau tidaknya perasaan itu. nah lho, bener kan. saya jadi kalap kalo udah ngomongin kata yang satu itu. Yayaya, Cinta. saya yakin semua orang udah pernah merasakan itu, bahkan bayi yang baru lahir sekalipun, atau bahkan yang belum lahi. jika ada satu orang saja yang brani bilang ke saya kalo dia belum pernah merasakan cinta, sini mana orangnya. saya yakin dia itu terlahir dari batang pohon pisang. karna mustahil dia bisa selamat lahir tanpa cinta. iya gak saudara-saudara?

Tapi, bukan cinta itu yang saya maksud. Cinta yang lebih orisinil, cinta yang sangat murni. cinta. cinta sebesar cinta itu sendiri. Saya punya seorang guru yang sangat mumpuni dalam masalah ini. beliau, telah lulus dari universitas seluruh dunia di fakultas cinta sesama. beliau juga telah lulus dunia akhirat dalam setiap ujiannya. Sebut saja dia Kangkung. seorang pria yang luar biasa yang saya kenal. bahkan hingga akhir hidupnya dia tetap mengaplikasikan yang namanya cinta. dan saya selalu angkat topi dengan definisinya tentang cinta.

Jadilah buku yang terbuka untuk cinta. dimana kamu akan dicorat-coret tanpa tau kapan akhir coretan itu. segala macam bentuk tulisan ada didalamnya. mulai dari dengan tinta segala warna, atau dengan pensil terhalus. mulai dari tulisan bernada kasih sayang, sampai kritikan dan hujatan. jangan pernah tutup buku itu. bahkan ketika halamannya telah habis sekalipun. jadilah buku yang tebuka untuk cinta, dimana semua orang akan bisa melihat isinya dan menguraikan maknanya. dimana tak satupun kau sembunyikan dari siapapun tanpa perlu malu terhadap isinya. dimana tak satu detikpun kau bermaksud memamerkannya tanpa terselip kebanggaan. dan jangan sekalipun kau tutup buku itu, meskipun buku itu telah kucel dan lecek karna berjuta orang membacanya. jadilah buku yang terbuka untuk cinta, dan kau akan kaya akan cinta.

itu kalimat yang mendefinisikan pribadi yang mencinta dari kangkung. saya lama meresapinya, lama memikirkannya. dan sungguh menyesal, saya baru memahami maknanya ketika mengantarnya ke liang kubur di suatu jumat yang teduh.

ini benar-benar hanya pemikiran pribadi saya, namun saya mendapatkan pemikiran itu melalui proses yang cukup panjang dan rumit hingga akhirnya saya faham apa yang dimaksudkan dalam kalimat tersebut. pada akhirnya saya mengakui, bahwa ketahanan seseorang untuk menjadi buku yang terbuka itu adalah cinta itu sendiri. ya, buku yang terbuka adalah definisi dari cinta itu sendiri. cinta yang tidak lagi absurd. cinta yang nyata. konkret. meskipun tetap tak mampu tersentuh.

Banyak yang memuja idiom "cinta adalah pengorbanan" namun kalimat diatas justru mengungkapkan sebaliknya. Tak ada pengorbanan dalam cinta. tidak ada korban jika memang itu cinta. maka apapun yang telah terlewati dan itu merugikan adalah suatu bentuk cinta itu sendiri. contoh gampangnya deh, ada sepasan Remaja pacaran. Sore hari si cewek minta dijemput, dan hujan lebat saat itu. si pria sedang flu berat. namun karna cinta, si pria itu tetap nekat menjemput dan otomatis kehujanan. setelah itu sakitnya makin parah. Nah, kisah ini apakah akhirnya mengukuhkan bahwa cinta si pria lebih besar dari si perempuan karna dia telah berkorban begitu? hohoho. jika apa yang dilakukan si pria adalah sebuah pengorbanan, maka pasangan itu tidaklah saling mencintai. pasangan itu hanyalah budak satu sama lain. tidak ada korban dalam cinta. karna buku yang terbuka mengajarkan kita untuk melakukan segalanya tanpa berfikir apapun. bebas dan tidak terikat.

jadilah buku yang terbuka , kawans. bagi siapapun. bagi cinta itu sendiri. bagi pasangan kita, saudara kita, anak kita, orang tua kita, sahabat kita, bahkan bagi mereka yang memang menbutuhkan menulis sepanjang hidupnya tanpa kita kenal siapa mereka. dan rasakan, hidup kalian akan sebensar cinta itu sendiri. selamat mencoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar