Selasa, 17 April 2012

KINASIH dan BEGRAS part. 18

Kinasih tersentak bangun dari tidur. nafas ngos-ngosannya membangunkan Saputra yang ada disampingnya. Kinasih pucat, tubuhnya bergetar hebat. keringat membasahi kaos dan rambut cepaknya. dengan menutup wajah Kinasih keluar dari dalam selimut, mendekati gelas di samping ranjang. Saputra bangun dan bergegas ke kamar mandi. dia tau Kinasih butuh sendiri. Saputra tau karna sudah seminggu ini Saputra menemani Kinasih. malam pertama dan kedua, Saputra masih mencoba menenangkan Kinasih, tapi malam ketiga dan seterusnya hingga semenit lalu, Saputra mulai memahami, Kinasih tak butuh ditenangkan dengan mimpi buruk itu. dia yang akan menenangkan dirinya sendiri.

Dikamar mandi Saputra diam. menutup Closet dan duduk diatasnya. jarinya menghitung, dan ketukan pintu itu tepat ketika hitungan jarinya menunjukkan angka delapan. Saputra tersenyum, selalu begini. Kinasih mudah tertebak. atau Saputra yang terlampau memahaminya.Saputra tau, Kinasih hanya butuh waktu 5 detik terhitung sejak Saputra duduk diatas closet, 2 detik untuk berjalan kearah pintu kamar mandi, kemudian 1 detik untuk memutuskan akan mengetuk pintu kamar mandi. Saputra tau, setelah ini Kinasih akan masuk kedalam pelukannya dan menangis sejadi-jadinya yang kemudian malam panjang ini akan ditutup dengan romantisme bercinta mereka diatas ranjang. Saputra selalu tau itu, keberadaannya disini tak lain hanyalah untuk menutup dini hari Kinasih dari mimpi-mimpi buruknya sejak berpisah dengan Begras. dan malam ini pun begitu. Saputra keluar kamar mandi dengan siap menerima takdirnya.

Begras duduk didepan perempuan cantik itu. memegang tangannya. matanya tak lepas menatap wajah perempuan didepannya. perempuan itu hanya tersipu, tertunduk tanpa tau bahwa dirinya tengah dikelabuhi. Begras, sang pangeran sepatu merah itu menjalani harinya dengan menebar cinta. sudah seminggu berpisah dari Kinasih, tak ada lagi telpon dan ngobrol dalam dunia maya. dan sudah seminggu ini 3 perempuan jatuh dalam pelukannya. perempuan didepannya ini yang keempat. dan entah akan ada berapa perempuan lagi setelah ini. dalam hati Begras merutuk, sampai kapan dia bisa menenangkan hatinya sendiri tanpa perlu berlari dan bersembunyi dari kejaran bayang Kinasih.

Saputra duduk santai sambil memeluk Kinasih. tubuh Kinasih yang mungil menunjang Saputra untuk mengangkatnya dan meletakkannya di dada bidang Saputra. kadang terlihat lucu, Saputra yang tinggi besar dan Kinasih yang super mungil bisa duduk dengan gaya yang sangat wajar.Kinasih diraup begitu saja oleh tangan Saputra dan diduduknya dalam dekapan Saputra. keduanya masih sibuk mengunya apel. televisi berdengung cuek didepan mereka.
" mimpi ku selalu sama, bayangan itu tergeletak dengan banyak darah disebuah ruangan. dan dinding ruangan itu ( pause, Kinasih selalu memejamkan mata tatkala memikirkan dinding ruangan itu ) dinding ruangan itu penuh dengan bunga sepatu merah yang layu. "
Saputra diam mendengarkan. sesekali menciumi rambut Kinasih yang berbau strowbery. Saputra tau belum waktunya dia bicara. Kinasih pasti masih akan melanjutkan kalimatnya.
" sungguh, aku seperti mengenal dengan baik bayangan itu. seperti pernah lekat dihatiku entah kapan. tapi aku mengenali sosoknya meski hanya berupa bayangan. dan darah itu, merah. semerah bunga sepatu yang tertempel didinding ruangana itu. "
Saputra mengambil tubuh Kinasih untuk lebih dekat pada pelukannya. Kinasih lentur bak elastis dalam dekapan Saputra. keduanya sudah terlampau mengenali masing-masih inci dalam kulit dan tulang pasangannya. sehingga setiap gerakan yang tercipta seperti sebuah tarian yang telah dilatih oleh koreografer handal dalam tempo waktu yang lama.begitu indah dan melekat. Kinasih masih rapat dalam pelukan ketika Saputra akhirnya mengendurkan tubuhnya dan mencium telinga Kinasih.
" aku berangkat dulu yah, pasti pak Wang sudah menunggu aku di kantor. kamu jangan lupa membalas email-email bimbingan kamu. hidup harus tetap profesional "
Saputra berdiri dan menyempatkan mencium kening Kinasih. menggeliat manja Kinasih mengikuti Saputra keluar rumah.
" makan malam dirumah atau di jalan?" Kinasih menahan Saputra sebentar di pintu.Saputra kaget, tak biasanya ada dialog ini. mereka berdua sama-sama tau, Saputra akan pulang ketika Kinasih sudah nyaris tertidur didepan televisi, dan menggendongnya pelan untuk memindahkannya ke kamar. kemudian berdua masuk dalam selimut dan Kinasih akan tertidur dalam dekapan Saputra. tanpa makan malam. lalu kenapa pertanyaan ini meluncur dari mulut Kinasih. tak terbiasa, Saputra gagap untuk menjawab. Kinasih tersenyum.
" makan dirumah yah, aku buatkan dadar madu kesukaan kamu "
Saputra hanya mengangguk. meraup Kinasih dalam pelukannya sekali lagi. hal yang juga tak biasa terjadi. tukang becak didepan rumah Kinasih memperhatikan keduanya dengan tersenyum. pasangan baru ternyata, pikirnya. tukang becak itu tak mengerti, Saputra berjalan perlahan menuju mobil. Kinasih masih berdiri diambang pintu rumahnya. lagi-lagi Saputra jengah. ini bukan ritual kebiasaan mereka, dan sesuatu yang tak biasa akan menimbulkan rasa tak nyaman meskipun ini menyenangkan. panggilan Kinasih bersamaan dengan Saputra menekan tombol otomatis mobilnya. Saputra menoleh, wajahnya kaku siap mendapatkan kejutan lagi.
" bayangan itu punya nama. " Kinasih berteriak lantang. Saputra mengangguk sambil melambaikan tangan. keduanya telah sama-sama tau sedari awal. Bayangan di impian Kinasih tiap malam memiliki nama : BEGRAS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar