Minggu, 08 April 2012

si pengojek payung

hallooooowwww, selamat senin pagi. mari semangat agar kita lebih giat. ayo bangun. saatnya bangun hari depan yang terus membaik.

subuh tadi saya sengaja jalan-jalan ke pasar tradisional di daerah penggilingan cakung. pasar kumuh dengan tanah becek karena semalam hujan. lapak-lapak dipenuhi pedangan yang menggelar barang jualannya. teriakan-teriakan bersautan disekitar saya. ada yang menawarkan sayuran, buah-buahan sampai pakaian dalam. variatif memang,dan sangat efektif. mereka berteriak begitu saja tanpa peduli suaranya tenggelam dibalik teriakan orang disebelahnya. suasana ini, sangat saya cintai.

saya mau beli apa disana sepagi itu? gak. hehehehe. saya cuma mau main aja. kepasar tradisional yang becek dan bau? iyap. itu hobi saya. rasanya ada yang bergetar di hati ketika merasakan sensasi tanah becek itu menempel di sol sepatu saya, atau teriakan pedagang cabe yang pekak di telinga, dan barang jualan yang begitu variatif terhampar di mata saya. indra perasa, pendengar dan penglihatan saya dimanjakan disitu. rasanya nikmat sekali berada di pusat rotasi itu tanpa melakukan apapun. hanya diam menikmati suasana yang ada. tanpa perlu ada yang bertanya " ini orang ngapain sih aneh banget " . gak akan ada yang sempat memperhatikanmu karna mereka sibuk dengan hidup mereka di lapak-lapak itu.

tapi pagi ini ada yang istimewa di mata saya. seorang anak lelaki kecil yang kumal membawa payung kucel. berdiri bersender pada dinding sudut pasar. matanya liar menatap orang yang lalu lalang. dan menengadah menataplangit. berharap hujan. dia anak pengojek payung. rezekinya ada diatas langit, dan Tuhan belum menurunkan untuknya karena pagi ini belum turun hujan. saya memperhatikan dia, menerka isi kepalanya. jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. dan dia masih ada di selasar pasar, menunggu turunnya hujan. saya tertegun. dia harus tau kalau saya telah menikmati aktifitasnya. bahwa saya mengambil moment dalam paginya. refleks saya berjalan, ingin tau dia lebih dekat.

dan saya langsung shock begitu melihat jelas. mukanya hancur. babak belur. matanya memerah lebam dan bibirnya pecah. anak itu seperti habis tertabrak meteor raksasa. terkoyak sana sini. saya beneran kaget, definisi perasaan saya sudah tidak jelas lagi. antara marah, sedih, benci, pengen ngamuk, pengen meluk dan banyak lagi. saya bingung harus melakukan apa. yang akhirnya saya tau, saya menangis. anak itu menoleh bingung, melihat perempuan cengeng di sampingnya membekap mulut erat-erat memperhatikannya. saya makin menangis. dan anak itu makin bingung.

kami duduk berdua di depan pedagang pecel di pojokan pasar. dia makan dengan lahap. mendoan sudah 2 di jejalkan ke mulut pecahnya. saya diam, jadi tak berselera makan.kapan terakhir ada makanan masuk mulutnya? kapan terakhir anak kecil itu bisa makan serakus ini? saya makin tak berselera. menatap anak dengan penderitaan seperti ini, seperti makan 10 butir obat pencahar. bikin mules.

umurnya baru 8th. usia dimana seharusnya dia ada didekapan orang tuanya dan sibuk bermanja. usia dimana harusnya dia ada disekolah dan menyesap semua ilmu pengetahuan. bukannya ada dipasar dan jadi pengojek payung. bukannya berjibaku dengan pengojek payung lain yang lebih dewasa dan para preman yang kerjanya sibuk mukulin dia. bukannya ada didepan saya kelaparan dengan tangan gemetar memakan makanan yang seolah ingin dia simpan untuk perutnya. saya gak tau mau bilang apa lagi. saya terlampau sedih untuk mengatakan bahwa saya ingin memeluknya. tak peduli dia begitu kotor dan kumal. tak peduli tubuhnya bau dan berkeringat. saya hanya ingin memeluknya sebentar saja. memberinya rasa dilindungi meski hanya dalam tataran detik. mengatakan padanya bahwa semua akan menjadi indah untuknya kelak. tapi saya gagu. gagap untuk meminta itu darinya.

saya ingat, sedari kemarin saya hanya sibuk dengan kesakitan saya sendiri. sibuk menyalahkan orang lain yang membuat saya menangis. lalu berteriak-teriak minta dimengerti. tiba-tiba saya merasa rendah didepan anak itu. dia, yang cuma anak kecil tanpa pendidikan apapun itu bisa dengan tabah menerima perlakuan buruk sekitarnya, menahan sakit atas perlakuan nasib padanya, dan terus berjalan dengan tabah dalam penderitaan. dia yang hanya anak kecil, tiba-tiba serasa begitu besar jiwanya dan saya menjadi kerdil karenanya.

setelah selesai makan dia berdiri. mengibas-ngibaskan tangan berminyaknya dan tersenyum diantara pecah bibirnya. saya meringis. seperti ikut merasakan perih di bibir itu. matanya menatap saya dan dia berkata " makasih ya mbak. apa yang bisa saya kerjakan sekarang buat mbak . saya bawakan barang belanjaannya? " saya diam. tergugu menyaksikan pertanyaan polos itu. tanpa banyak bicara saya tarik dia, saya peluk dia erat. dia bingung. mbok penjual pecel bingung. dan beberapa orang lain bingung. cukup begini nak, cukup dengan diam ketika saya peluk. itu telah memberi saya harga mahal yang sangat luar biasa. saya bicara sambil menangis dalam hati. melepaskan pelukan dan berjalan pergi. diiringi tatapan bingung semua orang, saya dapatkan hal baru pagi ini : rasa sakit itu bukan untuk ditolak. tapi dinikmati. makasih ya nak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar