Sabtu, 04 Februari 2012

KINASIH dan BEGRAS part. 6

" waahhhh, mau dong diceritain waktu itu " Begras kegirangan sewaktu Kinasih keceplosan bilang sempat menjalin kasih dengan seorang pria. seperti anak kecil yang berhasil memenangkan perebutan layangan putus di sore hari, Begras merajuk. Kinasih geram, bukan pada Begras. tapi pada dirinya sendiri karna mudah menyerah untuk membuka kenangan lama itu.

" namanya Saputra. aku biasa manggil dia Sapu. yahh, biasa aja sih.cuma gaya pacaran anak kuliahan semester 2. cinlok karna sering rapat BEM bareng, aktiv di beberapa organisasi kampus bareng dan sempat satu divisi di beberapa acara. cuma itu. " Begras manggut-manggut di seberang sana. mencoba mempercai kalimat standar Kinasih. seperti selama ini Begras memahami Kinasih, kali ini pun sama. Begras tau, Sapu tidak biasa-biasa. tapi Begras pun tak ingin memaksa Kinasih untuk menyakiti hatinya sendiri dengan merajuk untuk menceritakan hal yang sesungguhnya. Terlebih sebenarnya, Begras enggan mengakui dirinya takut menerima kenyataan bahwa memang benar pria bernama Saputra itu merupakan orang istimewa di masalalu Kinasih. jadi, keputusan bungkam dan menelam mentah-mentah penjelasan Kinasih dirasa yang paling tepat oleh Begras. dan obrolan terhenti begitu saja. Begras merasa bersalah, Kinasih juga. keduanya berputar merutuki mulut mereka sendiri pada obrolan di detik yang lampau.

Kinasih perlahan membuka laci itu. mengambil sebuah tas tangan berbentuk jaring warna hitam. didalamnya ada sebuah harmonika kecil. masih ada nota pembelian yang melindungi harmonika berwarna perak itu. Kinasih menamai harmonika itu " delusya" . perlahan dengan hidmat Kinasih meraba tubuh delusya. seketika sebuah kenangan mengorbit begitu saja di pikiran kinasih.

mereka masih sangat muda. si perempuan berambut panjang dikucir ekor kuda, bersuara nyaring dan sangat atraktiv. sedangkan si pria berambut ombak terurai menutupi mata, dan selalu tersenyum. keduanya memiliki hobi yang sama yaitu jalan-jalan. suatu waktu, keduanya menelusuri pinggiran kota kecil di daerah jawa barat. Kin kegirangan ketika dilihat dari jauh ada tukang penjual alat-alat musik tiup. mulai dari trombon yang harganya selangit, flut hingga harmonika kecil itu.Kin teriak-teriak. Sapu berlari kecil terseok bahagia mengikuti tingkah kekasihnya itu.

" beli doonggg, yang paling murah aja..." Kin merajuk manja.
" yang mana yang murah? " Sapu menggodanya. seandainya-pun kau minta seluruh nyawaku melayang untuk alat musik disana, tak gentar ku bilang iya padamu, Sapu membatin sambil terus mengikuti Kin yang terus melonjak-lonjak.
Kin diam menatap harmonika itu. Belum apa-apa Kin sudah menimangnya perlahan. Penjual mendapatkan ikan. kailnya sudah ditarik-tarik pembeli. umpannya sudah termakan. Kin terlihat langsung jatuh cinta pada harmonika mini itu. Penjual kecewa. Harmonika itu hanya delapan ribu saja. tak kan untung besar dia jika pembeli didepannya hanya membeli si mungil perak itu. maka, licik diangsurkannya trombon pada Kin.

" hey, Trombonista... ini belahan jiwamu " Kin heran. Sapu terkikik menutup mulutnya. Sapu tau, harga harmonika tak semahal trombon. tapi Sapu juga tau kalau Kin bukan musisi. Kin kegirangan karna Kin memang menyukai segala sesuatu yang berbau seni. dan Sapu sudah bisa menebak, Kin tidak akan pernah mengambil trombon itu. Harmonika mungil, sudah menyatu dengan darahnya meski baru bertemu pada pandangan pertama.

Kinasih mengelus lagi kenangannya melalui harmonika perak itu. perlahan muncul kembali mozaik yang berpendar-pendar dalam ingatan Kinasih. dadanya naik turun, airmata tak bisa ditahan. mulut menggeruu bergetar. Kinasih menangis sembari menciumi harmonika itu. pelan, tersayat-sayat.

Kin dan Sapu duduk di pinggiran jalan dekat tukang penjual alat musik itu. Kin masih cengar-cengir kegirangan. harmonika itu dia raba-raba dengan lembut. Sapu mengelus rambut Kin yang berkibar-kibar ditiup hembusan angkutan kota. keasyikan bercengkeraman dengan anggota baru dalam hubungan mereka, hingga tak menyadari ada bahaya mengintai keduanya. Satpol PP merazia tempat itu. dalam hitungan detik keadaan chaos. Kin gemetar memegang tangan Sapu. beberapa aparat merangsek mendekati mereka. apadaya, keduanya memang berada di tempat dan waktu yang salah. Kin dan Sapu terjaring dalam razia itu. tanpa alasan yang jelas.

sesampainya di kantor aparat, mereka berdua menyerang aparat dengan sikap masing-masing. Kin dengan kecerewetannya marah-marah setelah aparat minta maaf karna salah tangkap. Sapu dengan sikap dingin dan menusuk mengancam menuliskan ini disemua media. seperti perisai Sapu melindungi Kin, dan seumpama pedang Kin menghalau siapapun merusak Sapu.

Kinasih masih tegak di depan delusya. menatap sendu pada si anak perak. ada teriakan di bawah kamar Kinasih yang menghubungkan dengan pintu utama rumahnya " misi om, tante, mau numpang ngamen " teriakan khas pengamen jalanan langganannya. Kinasih bangkit berdiri. menyeruak jendela. berlari ke balkon dan berteriak nyaring kebawah " lagu biasa pake spesial efect harmonika bisa? " Kinasih mengacungkan Delusye pada dua pengamen dibawah. tanpa menunggu jawaban para pengamen itu, Kinasih berlari menuruni anak tangga. Kinasih super memahami, para pengamen jalanan memiliki kemampuan dahsyat dalam beradaptasi dengan alat musik baru? tak masalah dengan delusye.

Kinasih diam hampa ketika Delusye mulai bersuara. lagu yang sering muncul di televisi.

" meskipun aku di surga, mungkin aku tak bahagia. bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar